K A T A
P E N G A N T A R.
Sebelum
kita menelaah tentang Kekristenan, kita lihat dahulu apa sebab sekarang ini Kekristenan telah berubah menjadi salah
satu agama di dunia ini. Padahal kita
tahu bahwa agama tidak menyelamatkan!
Untuk
menerangkan masalah tersebut, terlebih dahulu saya ingin memberi suatu
contoh. Misalnya kita kembali ke masa
200 tahun yang lalu. Saat itu saya pergi
ke Amerika Utara. Di sana saya mengalami
sendiri hujan salju. Waktu saya kembali, saya ingin menceritakan
kepada Anda tentang hujan salju itu.
Dapatkah hanya dengan kata-kata saja, tanpa ‘alat peraga’, saya
menjelaskan bagaimana / apa itu hujan salju
sampai Anda tahu apa yang saya lihat dan alami? Mustahil bukan?!
Jadi
untuk menerangkan itu, saya harus mencari 'alat peraga', suatu benda yang ada
di Indonesia yang paling mirip dengan salju itu, yaitu kapas. Dengan kapas itu saya mendemonstrasikan
'hujan salju' itu. Setelah itu baru saya
terangkan sifat-sifat asli salju yang sama sekali tidak ada pada kapas. Tapi pada saat saya menerangkan itu, terjadi
suatu kesalahan yang sangat fatal, ada beberapa di antara Anda yang tidak mau
memperhatikan keterangan-keterangan itu, bahkan hanya tertarik pada kapasnya
dan kemudian mengambilnya dan langsung
membawanya pulang. Sampai di rumah Anda
mulai menyelidik kapas itu dengan cara masing-masing. Si A mengambil kertas dan pinsil, lalu mulai
menuliskan kata-kata ‘Ciri-ciri
Salju’. Lalu diamatinya salju yang hanya
secuil itu, dan mulai mencatat 1. warna putih. (Tidak salah). Kemudian
2. Ringan. (Belum salah). Kemudian ia mulai mencabuti serat-seratnya,
dan mengukurnya, lalu menulis lagi 3.
Berserabut lembut dengan panjang antara sekian mm. sampai sekian mm. (Mulai salah!). Ia terus menyelidik, semakin diselidik, semakin
salah!
Si
B, yang lebih canggih, juga menyelidik.
Tidak beda dengan si A, ia menulis ‘Ciri-ciri Salju’ juga. Ciri pertama dan kedua sama dengan si A. Namun karena ia lebih maju, ia menyelidiknya
dengan bahan-bahan kimia sehingga dia tahu berapa kandungan air, carbon dan
sebagainya, lalu dicatat juga.
Setelah
mereka masing-masing selesai dengan penyelidikannya, mereka bertemu dan
mendiskusikan ‘Ciri-ciri Salju’ yang mereka temukan. Pada waktu mereka memperbincangkan hal
pertama dan kedua, mereka senang sekali karena cocok betul. Namun pada saat mereka membicarakan hal
ketiga, mulailah terjadi pertentangan dan akhirnya ketegangan. Semakin dibicarakan semakin runyam keadaannya. Akhirnya merekapun berkelahi, saling
membodohkan fihak lain.
Namun
si C lain, setelah ia mendengarkan ‘keterangan lain’ itu, ia tidak lagi
tertarik pada kapasnya, tetapi 'keterangan lain' itu yang menarik
perhatiannya. Hal inilah yang mendorong
ia untuk ingin melihat / merasakannya sendiri bagaimana hujan salju itu. Lalu apa yang harus ia lakukan?
Hanya ada satu jalan, pergi sendiri
ke Amerika Utara!
Setelah
ia sampai di sana, dan turun hujan
salju, apakah ia 'kebingungan', tidak tahu apa yang terjadi? Pasti tidak!
Ia akan langsung tahu bahwa itu yang namanya hujan salju. Dan ia akan melihat bahwa kejadiannya jauh
lebih indah daripada apa yang ia dengar dari saya! Setelah itu, apakah kapas yang saya pakai
untuk menerangkan salju kepadanya itu masih berarti baginya?
Kemudian
ia kembali ke Indonesia, dapatkah ia menerangkan hujan salju yang ia alami itu
kepada orang lain tanpa alat peraga?
Tentu ia harus 'mengambil' kapas
lagi untuk itu. Namun bagi si C, kapas itu sudah tidak ada artinya lagi!!!
Kini
kita melihat sejarah agama manusia. Pada
waktu manusia belum berdosa, mereka mengenal benar siapa Allah, karena ada
hubungan yang erat. Namun pada saat
manusia jatuh dalam dosa, terputuslah hubungannya dengan Allah. Sejak itu manusia dilahirkan di luar
Allah. Itu sebabnya sejak generasi kedua
manusia sudah tidak mengenal Allah.
Mereka hanya tahu bahwa ada Allah, dan kemaha besaran, kemuliaan,
kekuasaanNya dan sebagainya. Mereka juga
tahu akibat dari hubungan mereka dengan Allah.
Bila menyenangkanNya masuk surga, tapi kalau jahat masuk neraka. Karena manusia semua mau masuk sorga, maka
semua ingin menyenangkan Allah.
Masalahnya
timbul karena kenyataan bahwa mereka
tidak mengenal Allah, sedangkan hasrat hati sangat kuat untuk menyenangkan
Allah, dengan tujuan mendapat ‘pahala’ terus mengejar (karena egoistisnya).
Akhirnya, tanpa disadari, manusia menurunkan derajat Allah menjadi
setara dengan raja (manusia). Mereka
berpikir apa yang menyenangkan manusia raja
juga akan menyenangkan Allah.
Dengan
latar belakang inilah manusia mulai merekayasa Allah. Pertama dengan cara menbentuk fisik Allah
dengan menganggap benda-benda tertentu atau membuat patung-patung berupa hewan
atau manusia dan sebagainya menjadi Allah mereka. Dan kemudian yang lebih celaka, membentuk
sifat--sifat Allah seperti sifat-sifat manusia raja tadi. Ada empat sifat dasar
manusia raja, senang dipuja, disembah, menuntut upeti dan ‘firmannya’
harus dipatuhi / dilakukan.
Perhatikan, semua agama mengandung ciri-ciri tersebut, hanya saja kata upeti diganti dengan mempersembahkan korban, supaya lebih afdol
kedengarannya!
Ratusan
tahun, bahkan ribuan tahun manusia hidup
dalam 'bahasa' itu. Sampai pada saat
Musa dipilih untuk memperkenalkan Allah yang sesungguhnya pada manusia. Untuk
supaya manusia dapat ‘mengerti Allah’, bahasa apa yang harus dipakai
Allah? Allah harus memakai ‘bahasa manusia’, yaitu ‘bahasa agama’ itu. Itu sebabnya Taurat itu sangat berbau agama.
Untuk
tidak menggoncang orang Israel pada khususnya dan manusia lain pada umumnya,
Allah dengan halus memasukkan sifat-sifatNya ke dalam Taurat. Misalnya, bahwa manusia hanya 'menyembah' (masih pakai bahasa agama) satu Allah saja,
karena Allah itu Esa, dan sebagainya.
Tapi memang bahasa 'hukum agama'-nya di dalam Taurat itu masih kuat
sekali.
Bila
kita mengamati Kitab Perjanjian Lama dengan lebih teliti, maka kita dapatkan
bahwa di dalamnya sudah banyak
‘disinggung’ tentang Kekristenan.
Misalnya bahasa yang mengatakan bahwa ‘ .
. . Demikianlah firman Tuhan : Aku akan
mendaruh TauratKu dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; dan
Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umatKu’ (Yeremia
31 : 33); dan tentang ‘kasih akan Allah’
(Ulangan 11), dan sebagainya. Sayang
hal-hal ini lepas dari perhatian baik orang Israel maupun orang Kristen.
Setelah
waktunya tiba, datanglah Yesus ke dalam dunia ini untuk menerangkan lebih jelas
tentang ‘bahasa Allah’ yang dimaksud dalam Kitab Perjanjian Lama. Tapi Ia tetap harus menggunakan ‘bahasa
manusia’. Namun bila kita mau lebih
memperhatikan Kitab Perjanajian Baru, maka kita akan melihat bahwa Ia sudah
lebih banyak mengungkapkan ‘bahasa Allah’ yang sebenarnya di dalamnya.
Misalnya, di samping Ia mengatakan bahwa mengasihi Allah itu adalah ‘perintah’
Allah (bahasa agama, yang sebenarnya tidak mungkin digenapi oleh manusia,
bukankah kasih itu tidak dapat diperintahkan),
Ia juga (dengan halus sekali) memberikan jalan keluarnya, dengan
mengatakan ‘Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari
dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu
tidak berbuah, jika kamu tidak tinggal di dalam Aku’, (Yohanes
15 : 4). Namun
sayang, ayat ini hanya dijadikan suatu khotbah yang indah saja, tanpa ada usaha
untuk lebih mengerti ‘bahasa Allah’ yang sebenarnya. Sehingga, tanpa disadari, orang Kristen telah
kembali lagi kepada ‘kapas’nya / bahasa agamanya.
Buku
kecil ini ditulis untuk menyingkirkan ‘bahasa agama’ itu dan menyingkap apa
yang sebenarnya ada di baliknya, yang justru merupakan Kebenaran sejati, yang
dapat menyelamatkan manusia.
I. KEKRISTENAN
Untuk
mengerti tentang Kekristenan yang sebenarnya, mari kita meneliti apa yang
diungkapkan oleh seorang mantan ahli Taurat.
Ia dahulunya adalah seorang yang sangat gigih mempelajari Hukum Taurat
dan melakukannya dengan tidak bercacat, sempurna. Namun pada suatu saat ia ‘bertemu’ dengan
Yesus. Hal yang indah di sini adalah
bahwa dia tidak bertemu Yesus dalam bentuk jasmani seperti Petrus, Yohanes,
Matius dan lain-lain, namun dalam bentuk ‘roh’ seperti orang zaman sekarang
bertemu Yesus. Lalu orang ini tidak mau
berguru pada salah satu murid Yesus, tapi pergi ke dunia Arab. Rupanya ‘nalurinya’ mendorongnya untuk hanya
‘menjadi murid Yesus’ saja. (Sikap ini sangat
berbeda dengan orang Kristen sekarang ini, yang cenderung untuk ingin menjadi
murid manusia, setelah mereka menjadi Kristen!
Hal ini mengakibatkan kebanyakan orang hanya tahu tentang Yesus, tapi
tidak mengenal siapa Dia. Akibatnya,
tanpa disadari, Alkitab yang sudah ada Perjanjian Baru di dalamnya itu justru
menjadi Taurat baru bagi mereka). Dan di
sana ia tetap mempelajari Kitab Taurat yang dulu dia pelajari dan amalkan juga, (karena waktu itu Kitab Perjanjian Baru
belum ada). Namun akibatnya sangat
ajaib. Karena dia adalah orang yang
pernah hidup dalam dua dunia, dunia Taurat dan dunia Kristen, maka
tulisan-tulisannya sangat penting untuk direnungkan karena hanya orang seperti
dia dapat mengungkapkan perbedaan-perbedaan antara agama dengan Kekristenan
yang sebenarnya dengan sangat jelas.
Mari
kita teliti suratnya kepada Jemaat di Roma pasal 8 ayat 1. Di sini dikatakan Demikianlah sekarang tidak ada
penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Dalam terjemahan lain ada lanjutan
kalimat yang tidak berjalan (hidup) menurut daging lagi, melainkan menurut Roh.
Di
sini Paulus menyatakan bahwa sekarang, setelah ada Yesus, manusia dapat
diselamatkan dari penghukuman yang kekal, neraka. Namun ini tidak terjadi secara otomatis. Ada syaratnya, bila manusia itu ada di dalam Yesus. Bila kita lihat ayat ini saja, kita sudah
akan mengerti bahwa di sinilah perbedaan Kekristenan dengan Agama.
Semua
agama di dunia ini mempunyai satu ciri paten yang sama. Dalam semua agama ada peraturan (yang diyakini sebagai firman Allah) yang harus ditaati. Perintah, yang harus dilakukan, dan larangan
yang tidak boleh dilanggar. Lalu
barangsiapa dapat melakukannya (dengan kekuatannya sendiri) dengan baik,
pahalanya masuk sorga / selamat. Dan
tujuannya ke arah moral dan keagamaan.
Sedang
Kekristenan, sangat sederhana, barangsiapa
ada di dalam Kristus Yesus, ia selamat!
Nyata benar bedanya!
Persoalannya
sekarang, apa sebab orang yang ada di dalam Yesus itu
dapat selamat?
Jawabannya
ada pada ayat berikutnya, Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan
kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.
Dalam
terjemahan lain mengatakan, Karena hukum Roh kehidupan yang ada di
dalam Yesus Kristus telah menjadikan aku
bebas dari hukum dosa dan maut.
Bila
kita gabungkan keduanya, maka akan menjadi lebih jelas, Karena hukum Roh kehidupan yang
ada di dalam Yesus Kristus telah memberiku hidup karena Ia telah memerdekakan
aku dari hukum dosa dan hukum maut.
Istilah
‘hukum Roh kehidupan yang ada di dalam Yesus Kristus’ kita tinggalkan
dahulu. Kita melihat dahulu apa arti hidup dalam ‘memberiku hidup’.
Biasanya
orang Kristen menafsirkan kata hidup
di sini hanyalah sekedar masih bernafas, masih dapat bergerak badannya, dan
sebagainya. Untuk itulah orang Kristen
bersyukur kepada Allah, berterimakasih untuk udara yang dihirupnya dan
sebagainya. Terlalu naif. Mari kita lihat apa arti ‘hidup’ yang
sebenarnya.
Pada
waktu Ia menciptakan alam ini, khususnya hewan-hewan, tidak dikatakan bahwa Ia
‘meniupkan nafas’ ke dalam hidung hewan-hewan itu. Jadi Ia hanya berfirman, dan hewan itu ada
dan langsung bernafas.
Namun
pada saat Ia menciptakan makhluk yang disebut manusia, dikatakan ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia
itu dari debu tanah dan menghembuskan
nafas kehidupan ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. Kejadian
2 : 7. Menghembuskan nafas ke dalam
hidungnya di sini bukan menghembuskan
udara supaya manusia itu bernafas seperti hewan tadi. Melainkan memasukkan nafas / Roh kehidupan yang ada di dalam diriNya ke dalam
diri manusia.
Maka
kata-kata ‘demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup’, tidak
dapat diartikan manusia itu menjadi hidup seperti hewan-hewan itu hidup. Kalimat itu justru mengungkapkan bahwa manusia itu menjadi satu-satunya makhluk
(di dunia ini) yang hidup di hadapan Allah, karena hanya manusia yang memiliki
Roh yang sama dengan Allah.
Akibatnya,
maka hanya manusia, satu-satunya makhluk, yang dapat berkomunikasi dengan
Allah, memuliakan Allah, dan yang paling penting adalah bahwa hanya manusia
yang dapat saling mengasihi dengan Allah.
Ingat, hanya yang hidup dapat berkomunikasi dan saling mengasihi dengan
yang hidup!
Lalu
Tuhan berkata, ‘Semua pohon dalam taman
ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas,
tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah
kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau
memakannya, pastilah engkau mati’, Kejadian
2 : 16b - 17. Hal
ini akan diuraikan lebih jelas di bagian
II, ‘Dilahirkan Kembali’.
Bila
kita perhatikan, maka jelas kita lihat bahwa istilah ‘pastilah engkau mati’ tidak dapat diartikan mati tubuh karena buahnya
tidak beracun, melainkan mati
rohaniah. Artinya Roh Allah yang
‘dihembuskan ke dalam hidungnya’ itu meninggalkan diri manusia. (Akan diterangkan dalam bagian II,
‘Dilahirkan Kembali’) Maka sejak itu manusia mati di hadapanNya. Inilah arti maut yang sebenarnya. Putusnya hubungan antara manusia dengan
Allah. Akibatnya semua anak cucu,
keturunannya, dalam keadaan mati di hadapan Allah. Jadi manusia tidak dapat lagi berkomunikasi
dengan Allah, tak dapat merasakan dan membalas kasihNya lagi.
Namun
Karena
begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan
AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa,
melainkan beroleh hidup yang kekal, Yohanes
3 : 16.
Arti
‘percaya’ di sini tidak dapat hanya diterjemahkan seperti orang ‘percaya’ bahwa
ada manusia yang pernah menginjakkan kakinya di bulan. Melainkan begitu ‘percayanya’ seseorang bahwa
Yesus itu adalah Allah, sehingga yang bersangkutan ‘mau menerimaNya di dalam hatinya’.
Dengan kata lain, Roh Allah telah kembali masuk ke dalam diri
manusia. Inilah yang mengakibatkan
orang itu mendapatkan kembali hidupnya di hadapan Allah. Atau dengan kata lain, diselamatkan.
Pertanyaan
berikutnya adalah, apa sebab orang yang
ada di dalam Kristus Yesus itu dapat hidup kembali di hadapanNya?
Jawabnya
adalah, karena hukum Roh telah
membebaskan / memerdekakan manusia dari hukum
dosa dan hukum maut.
Kata
hukum pada umumnya diterjemahkan
sebagai peraturan, perintah dan larangan dan sebagainya. Di sinilah kesalahan fatal orang Kristen
menterjemahkan Alkitab. Ini jugalah yang
menyebabkan Kekristenan kembali menjadi agama!
Hukum di sini harus diterjemahkan sebagai hukum kodrat! Di bumi ini
bila seseorang melempar sesuatu ke atas, ke mana akhirnya barang itu? Kebawah, bukan? Hal itu terjadi atas perintah siapa? Hal itu terjadi bukan karena perintah tapi
karena adanya hukum Grafitasi! Semua orang
yang hidup di dalam dunia ini otomatis hidup di dalam hukum kodrat ini! Dibulan lain lagi hukumnya.
Lalu
apa itu hukum dosa? Hukum dosa adalah kodrat yang ada di dalam dosa, yaitu bahwa dosa itu mengejar
pembuatnya! Jadi barang siapa masuk ke
dalamnya, ia akan masuk ke dalam kodratnya.
Sekali ia berbuat dosa, ia akan diperhamba / dikejar olehnya, berbuat
dosa terus!
Contoh,
bila pada suatu saat saya melangkah masuk ke dalam sebuah ruangan dalam keadaan
hati yang bersih bagai malaikat. Lalu
saya melihat ada sebuah arloji emas di meja dalam ruang itu, apakah saya akan
mencuri arloji itu? Jawabannya, pasti
tidak! Tapi, misalnya saya mencurinya,
maka perbuatan itu merupakan dosa
pertama yang saya buat. Kemudian,
pemilik arloji itu datang dan menanyakan pada saya apakah saya melihat arloji
tadi atau tidak. Apa jawab saya? Mengaku?
Tentu tidak! Saya pasti akan
mengatakan tidak melihatnya! Bukankah
ini merupakan dosa kedua, berbohong.
Lalu saya jual di pasar, dapat uang banyak. Kira-kira saya ingin mencuri lagi tidak?
Dan
kodrat itu berlanjut, bahwa orang yang berbuat dosa itu akan masuk ke dalam hukum / kodrat maut.
Karena hukum maut itu adalah barang siapa berbuat dosa ia masuk ke
dalam neraka. Ini juga harus diterjemahkan sebagai kodrat
dan bukan peraturan. Dan juga bukan
dihukum oleh Allah seperti pikiran kebanyakan orang Kristen.
Contoh,
bila saya berkata pada Anda, jangan minum baygon, nanti mati. Lalu Anda tetap saja meminum baygon itu, Anda
pasti mati. Apa itu berarti saya
menghukum Anda karena ‘melanggar perintah saya’? Dalam hal ini Anda harus melihatnya begini,
saya tahu baygon itu racun, bila di minum, pasti mati. Tapi karena Anda meminumnya juga, maka Anda
mati. Itu kodrat namanya.
Pada
saat Allah berkata, tetapi pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau
mati. Kejadian
2 : 17. Ia
bermaksud mengatakan bahwa pada saat
kaumakan buah itu, engkau sudah masuk ke dalam kodrat dosa / melawan kehendak
Allah. Dan akibatnya adalah Roh Allah
akan keluar dari padamu! Dan itulah
arti mati yang sebenarnya, mati di hadapan Allah!
Perhatikan,
Ia tidak mengatakan, janganlah kaumakan, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau Kuhukum mati. Bahasa ‘Allah menghukum’ adalah bahasa
agama! Renungkanlah ayat dalam Yohanes 3
: 16 - 17 yang berbunyi, Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya
yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang
kekal. Sebab Allah mengutus AnakNya ke
dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh
Dia. Jadi bila Allah itu
mengasihi, mungkinkah Ia tega menghukum mereka masuk ke dalam neraka? Dan kemudian Yohanes 12 : 47 - 48, Dan
jikalau seorang mendengar perkataanKu, tetapi tidak melakukannya, Aku tidak
menjadi hakimnya, sebab Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan
untuk menyelamatkannya. Barangsiapa
menolak Aku, dan tidak menerima perkataanKu, ia sudah ada hakimnya, yaitu
firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir
zaman. Ayat ini dapat
diterjemahkan dua arah.
Pertama,
barangsiapa tidak melakukan perkataan Yesus, Ia tidak perlu menjadi hakimnya
yang akan menghukum mereka. Karena
mereka itu sudah keluar dariNya
(FirmanNya), dan ini berarti mereka telah masuk ke dalam kodrat dosa /
iblis. Dan kodrat itulah yang akan
membawa mereka ke dalam neraka! Jadi
Yesus datang hanya untuk menyelamatkan manusia keluar dari kodrat dosa / maut
itu, dan tidak sebaliknya. Sampai hari
kiamat!
Kedua,
kita hubungkan dengan ayat berikutnya, Sebab
Aku berkata-kata bukan dari diriKu
sendiri, tetapi Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan Aku untuk
mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku sampaikan. Yohanes 12 : 49.
Dari
ayat ini kita dapat melihat bahwa bahasa yang keluar dari mulut Yesus itulah
yang keluar dari mulut Allah pada saat Ia berkata pada Adam! Dan seperti kita ketahui, Adam dan Hawa ‘keluar’ dari kodrat firmanNya dan ‘masuk’
ke dalam kodrat dosa, yang mengakibatkan mereka masuk ke dalam kodrat maut! Maka sejak itu seluruh keturunannya hidup di
dalam kedua kodrat itu. Itu sebabnya
dikatakan bahwa Karena semua orang telah
berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. Roma 3 : 23.
Kita
lihat satu contoh lagi. Beberapa tahun
lalu Pemerintah kita, dalam hal ini Kepolisian, mengeluarkan suatu peraturan
lalu-lintas yang bunyinya kira-kira begini, barangsiapa melanggar peraturan
lalu-lintas masuk penjara sekian bulan atau denda sekian juta, t i t i k!
Tidak akan ada embel-embelnya lagi.
Mungkinkah dibelakang peraturan itu disediakan syarat untuk bebas dari
hukuman? Misalnya ada keterangan
lanjutan yang mengatakan bahwa jika pada waktu yang sudah ditentukan, mungkin
seminggu, sebulan atau setahun sekali, siapa saja yang telah melanggar dapat berbuat sesuatu atau ‘membayar / memberi
korban’ ke kantor polisi, maka kesalahannya dapat ‘diampuni’. Saya rasa tidak ada satu negarapun yang akan
membuat peraturan seperti itu. Manusia
saja tahu peraturan seperti itu merusak. Maka bila melanggar, ya dihukum,
titik! Itulah makna hukum sebagai peraturan dan bukan kodrat.
Kini
kita lihat bagaimana dengan agama. Semua
agama mempunyai satu persamaan yang paten.
Yaitu, barangsiapa dapat melakukan perintah dan tidak melanggar
larangan, mudah-mudahan tidak masuk neraka.
Namun barangsiapa berbuat lebih banyak kebajikan, hukuman pelanggarannya
akan lebih ringan. Lalu bila pada saat
yang ditentukan, mereka mau mengaku dosa dan dapat memberi cukup korban (sesuai
dengan ketentuan agamanya) dan melakukan sesuatu ‘perintah’ agama (ritual),
maka semua dosanya dihapus. Apakah ini masuk akal? Dan perhatikan ciri ini juga masih sangat
kuat dalam Taurat! Dan bila Anda
menganggap ini benar, maka konsekuensinya adalah, orang masuk surga itu
untung-untungan. Bila menjelang ia
mengaku dosa, memberi korban dan melakukan upacara ritual, mati, sudah pasti ia
masuk neraka. Tapi bila matinya
kebetulan setelah ia melakukan semuanya itu, dijamin masuk surga. Tapi kenyataannya manusia tidak dapat
menentukan kapan ia mau mati!
Kembali
pada pelanggaran peraturan lalu-lintas.
Misalnya saya melanggar rambu-rambu, katakanlah itu kesalahan
pertama. Saya ditangkap polisi. Karena saya takut harus masuk penjara, maka
saya ‘mempersembahkan’ sesuatu kepada polisi itu. Bukankah ini berarti saya
telah melakukan dua kesalahan? Yang
pertama melanggar rambu-rambu, yang kedua (untuk menghindar dari penjara) saya
menyuap polisi itu. Akibatnya hukumannya
lebih berat lagi, bukan?!
Itu
sebabnya Paulus berkata bahwa terkutuklah
orang yang melakukan hukum Taurat / agama.
Sebab dalam semua agama manusia, setelah
ia sadar telah berbuat dosa, berusaha ‘menyuap’ (tentu saja istilahnya lebih
berbau agama, memberi korban kepada) Allah supaya tidak masuk neraka! Karena
semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah
kutuk. Sebab ada tertulis : ‘Terkutuklah
orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum
Taurat. Galatia
3 : 10.
Namun
karena begitu besar kasih Allah akan manusia, maka diberikanNya AnakNya yang
tunggal untuk menyatakan, bahwa ‘perintahNya / FirmanNya’ itu adalah hidup
yang kekal. Jadi apa yang Aku
katakan, Aku menyampaikannya sebagaimana yang difirmankan oleh Bapa kepadaKu. Yohanes 12 : 50B.
Kata-kata PerintahNya
itu adalah hidup yang kekal memberi arti bahwa barangsiapa ada di dalam
‘perintah’ / Firman itu (ingat istilah bagi
mereka yang ada di dalam Kristus Yesus, Roma
8 : 1, Firman yang menjadi daging itu,
Yohanes 1 : 14),
ia akan melakukan ‘perintahNya’ (masuk ke dalam kodratNya), maka
itu berarti ia akan berada di dalam kehidupan Allah.
Kita
lihat kembali Roma 8 : 3a. Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum
Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah.
Dari
ayat ini kita melihat bahwa hukum Taurat
itu ada cacatnya. Ada sesuatu yang tidak
dapat dilakukan oleh hukum agama.
Dari kalimat ini kita melihat bahwa bukan hukum agamanya yang tidak
baik. Semua hukum agama itu baik, itu
kita akui! Tapi justru keadaan manusianyalah yang menyebabkan hukum agama yang
baik itu tidak dapat menolong manusia.
Contoh. Misalnya saya tidak dapat berenang, dan
terjatuh di laut yang dalam, tentu saya akan mati tenggelam. Kejadiannya begini, pada saat saya tercebur,
saya sadar saya pasti mati, lalu saya berusaha menyelamatkan diri, namun karena
tidak dapat berenang, maka bukannya udara yang saya hirup melainkan air laut
yang saya minum. Satu teguk, dua teguk,
satu gelas, dua gelas dan lama-lama mati tenggelam di dalamnya! Pada saat saya dalam keadaan itu, Anda lewat
di sana, melihat ada orang tenggelam,
tentunya Anda mau menolong saya. Untuk menolong
saya itu Anda melempar sebuah kitab ‘Pelajaran Renang Tercanggih di Dunia’ pada
saya. Dapatkah kitab itu menyelamatkan
saya? Atau mungkin, yang lebih baik,
Anda mulai membacakan / mengajarkan ‘pelajaran renang’ itu dari atas
kapal. Dapatkah ‘pelajaran’ itu
menyelamatkan saya? Ini membuktikan
bahwa bukan bukunya yang tidak baik, buku itu baik isinya. Tapi keadaan saya yang tidak memungkinkan
buku itu bermanfaat bagi saya.
Kembali
pada agama. Sebenarnya semua orang tahu
/ sadar bahwa dirinya telah berdosa, dan sadar juga kodratnya adalah maut /
masuk neraka. Lalu ada beberapa orang
mulai mencari jalan untuk menyelamatkan dirinya dengan naik ke gunung, masuk
gua, ke pantai dan sebagainya. Mereka
bertapa / semedi, mengharap turunnya Firman Allah. Setelah sekian lama, mereka mengaku mendapat
wangsit / firman yang turun dari langit.
Mereka mencatatnya, dan inilah yang kemudian dijadikan kitab suci
mereka. Suatu pedoman hidup untuk dapat
menolong dirinya keluar / lepas dari neraka.
Lalu mereka turun gunung, dan mulai mengajarkannya (agama) kepada
manusia untuk melakukan perintah allahnya.
Dapatkah ‘kitab suci’ / agama itu menolong manusia dari dosa? Walau semua ajaran agama itu baik dan
kelihatannya ‘benar’, namun ia tidak mungkin menjadikan manusia itu benar. Hukum Taurat juga berbau itu. Ingat, semua manusia telah jatuh dan hidup
dalam dosa!
Kembali
pada contoh saya tenggelam di laut di atas.
Apa yang harus Anda lakukan untuk dapat menolong saya? Hanya ada satu jalan, Anda harus ‘turun’ ke laut! Persoalannya sekarang, pertama, apakah
Anda boleh ‘ikut minum’ air laut
juga? Ingat, air asin menjadikan yang
meminumnya tambah haus (kodrat dosa) yang akan menjadikan Anda haus dan minum
terus dan akhirnya tenggelam juga.
Kedua, bila Anda tidak pandai berenang, beranikah Anda turun ke air
untuk menolong saya? Hanya bila Anda
pandai berenang, Anda berani turun, dan tidak akan ada setitik airpun masuk ke
mulut Anda. Untuk menolong saya, Anda
tidak saja hanya mengangkat saya dari dalam air, namun setelah itu Anda juga
akan mengeluarkan semua air yang telah masuk ke dalam perut saya.
Kita
lihat apa yang Allah lakukan bagi manusia.
Dalam Roma 8 : 3B dikatakan, Dengan jalan mengutus AnakNya sendiri dalam
daging, yang serupa dengan daging yang
dikuasai dosa karena dosa, (tapi) Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di
dalam daging (Ia telah mengalahkan dosa yang ada di dalam manusia). Hanya di dalam Kekristenan diungkapkan bahwa
Allah telah turun sebagai manusia ke dalam dunia ini untuk menolong /
mengangkat manusia.
Ia
turun ke dunia ini untuk mengangkat manusia dari lumpur dosa, seperti yang
telah dinubuatkan dalam Mazmur 40 : 3A, Ia mengangkat aku dari lobang kebinasaan,
dari lumpur dosa. Dan Yesaya 63
: 11, Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang
menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasihNya dan belas
kasihanNya. Ia mengangkat dan
menggendong mereka selama zaman dahulu kala. Inilah arti dimerdekakan dari hukum maut.
Inilah
jalan Allah untuk menyelamatkan manusia.
Dari bahasa dalam Roma 8 : 3, Apa yang tidak mungkin dilakukan Taurat (hukum
agama) . . . . , telah dilakukan oleh Allah, dengan jelas kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa agama itu adalah jalan yang dibuat manusia karena manusia ingin kembali
pada Allah, dan kita tahu bahwa itu tidak mungkin! Sedang Kekristenan adalah jalan yang dibuat
Allah karena Ia ingin manusia kembali kepadaNya. Jalan inilah merupakan jalan satu-satunya
yang memungkinkan manusia kembali pada Allah!
Seperti
dalam contoh, untuk menolong manusia, Yesus, Allah yang menjadi manusia itu,
tidak boleh minum ‘air laut dosa’. Dan karena
dilahirkan oleh Roh Allah, maka Ia mampu untuk tidak jatuh dalam dosa! Dialah satu-satunya Anak manusia yang bebas
dari dosa!
Kini
kita tahu bahwa setiap orang yang menerima Yesus di dalam hatinya, ia selamat
karena telah diangkat dari lautan dosa (maut) dan disucikan dosa-dosanya. Namun apa gunanya itu semua karena ia masih
tetap hidup di dalam dunia ini, yang adalah lautan dosa, ia pasti minum air
dosa itu lagi, bukan!? Dalam contoh saya
tenggelam tadi, setelah saya ditolong, berarti saya akan kembali masuk ke dalam
laut, dan pasti akan tenggelam lagi.
Lalu bagaimana, apa yang harus saya perbuat supaya saya tidak tenggelam
lagi? Hanya ada satu jalan, belajar
berenang! Belajar pada siapa? Bila saya bijak, saya tidak akan mau belajar
pada orang lain, melainkan hanya pada sang penolong! Itu sebabnya Yesus berkata, . . .
dan belajarlah padaKu . . . (Matius 11 : 29); . . . jadikanlah sekalian bangsa muridKu . .
. (Matius 28 : 19).
Namun
celaka, sekarang ini tidak sedikit orang ‘pintar’ (theolog) yang mengangkat
dirinya menjadi guru bagi orang lain.
Mereka tidak sadar bahwa mereka telah menyingkirkan Yesus yang
seharusnya menjadi Guru bagi semua orang.
Dan yang lebih celaka lagi adalah bahwa betapa banyaknya orang Kristen
justru mencari orang-orang pintar seperti itu untuk menjadi muridnya! Mereka pikir, semakin tinggi gelar
Theologianya, semakin ‘dipakai’ Tuhan.
Itu penghujatan, sesat! Lihat
saja buktinya, sekarang ini semakin banyak orang semacam itu, semakin hancur
Gereja Tuhan. Logikanya semakin banyak
ahli Alkitab, seharusnya Gereja Tuhan semakin seiya sekata dan sejiwa. Tapi nyatanya Gereja sekarang tambah terpecah
belah! Kami ‘orang Bethel’, Kami ‘orang
Reform’, Kami ‘orang Protestan’, dan sebagainya. Bukankah Alkitab diberikan pada manusia
supaya manusia itu bersekutu dan saling mengasihi?! Demikianlah yang dimaksud dengan .
. . Mereka orang buta yang menuntun orang
buta. Jika orang buta menuntun orang
buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang, (Matius
15 : 14).
Dalam
hal berenang, dapat atau tidaknya seseorang belajar itu tergantung pada
kemampuan orang bersangkutan. Dalam hal keselamatan, kemampuan manusia
harus diabaikan (akan ada penjelasan di bawah).
Sebab bila tidak, Allah menjadi bukan kasih dan tidak adil, karena
kenyataannya kemampuan manusia berbuat sesuatu itu berbeda. Itu sebabnya, untuk menyatakan kasih dan
keadilannya, Ia harus menggunakan hukum
Roh.
Jadi
apa yang dilakukan Allah (turunnya Allah menjadi manusia) mempunyai tujuan supaya
tuntutan hukum Taurat digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging,
tetapi menurut Roh, Roma 8 : 4. Di sinilah perbedaan yang hakiki antara
agama-agama dalam dunia ini dengan Kekristenan yang sebenarnya!
Dalam
agama, penggenapan hukum agamanya dilakukan dengan ‘hidup menurut daging’,
dengan cara dan kekuatan ‘daging’ manusia.
Itu sebabnya tidak akan diterima oleh Allah! Apa sebab?
Sebab ayat 7 dan 8 dengan jelas mengatakan sebab keinginan daging adalah
perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini
memang tidak mungkin baginya. Mereka
yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah. Dalam ayat ini, bila saja kita mau merenung
sejenak, kita melihat bahwa orang yang hidup di dalam daging itu tidak mungkin
berkenan kepada Allah. Bagaimanapun ia
berusaha dengan kekuatan dagingnya, ia tetap tidak akan mampu menyenangkan
Allah. Dapatkah seorang manusia belajar
melempar batu ke atas dengan harapan batu itu tidak jatuh lagi ke tanah, selama
dia masih hidup di bumi ini? Kodrat bumi
tidak ‘mengizinkannya’ ia berhasil! Jadi
bagaimana? Ya pergi ke bulan, maka tanpa
ia belajarpun hal itu akan dengan mudah dilakukannya, karena ia hidup di dalam
kodrat bulan, yang bebas dari hukum grafitasi!
Itu sebabnya saya katakan di atas tadi bahwa dalam hal memperoleh
keselamatan, kemampuan manusia harus diabaikan.
Sebaliknya,
dalam Kekristenan yang benar, ‘penggenapan hukum Taurat’ itu dilakukan ‘oleh
Roh’. Di sini tampak jelas peran Roh
Allah itu mutlak. Itu sebabnya dalam
ayat 9 dijelaskan, Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang
Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi
jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus. Dan ayat 13, Sebab, jika kamu hidup menurut
daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan
tubuhmu, kamu akan hidup. Jadi
kita lihat sekarang, bahwa Kekristenan tidak bicara apakah kita berbuat baik
atau tidak berbuat baik, melainkan ada tidaknya Roh Allah dalam diri
manusia! Kini kita lihat bagaimana hal
itu dapat terjadi.
Kita
kembali pada istilah hukum Roh kehidupan
yang ada di dalam Kristus Yesus.
Telah diterangkan di atas bahwa
istilah ‘hukum’ harus diterjemahkan sebagai ‘hukum kodrat’. Jadi yang dimaksud di sini adalah kodrat Roh Allah itu sendiri.
Untuk
menerangkan ‘hukum Roh’, dengan sangat terpaksa, saya harus memberi contoh
‘hukum roh iblis’. Saya harap Anda tidak
salah mengerti dengan contoh ini. Saya
tidak mengatakan bahwa Roh Allah itu sama dengan roh iblis. Namun, dalam hal ini, saya hanya ingin
menjelaskan tentang hukum / kodratnya saja, cara bagaimana mereka ‘bekerja’.
Biasanya
saya menggunakan contoh Kuda Lumping, suatu kebudayaan orang Jawa Tengah
khususnya. Bila orang main Kuda Lumping,
ada dua kemungkinan terjadi. Yang
pertama, mereka hanya sekedar ‘menarikan Kuda Lumping’. Dalam hal ini, mereka tidak akan kesurupan /
kerasukan roh Kuda Lumping. Akibatnya,
mereka akan merasa kecapaian, akan tetap makan nasi dan tidak mungkin dapat
makan beling, dan bila dicambuk akan merasakan sakit.
Yang
kedua, mereka akan kerasukan roh Kuda Lumping.
Bila hal ini terjadi, mereka tidak akan pernah merasa lelah, tidak suka
/ dapat makan nasi lagi, melainkan beling menjadi makanannya, dan semakin keras
mereka dicambuk, semakin indah mereka menari.
Bagaimana hal itu dapat terjadi?
Hal itu terjadi karena roh Kuda Lumping itu menguasai ‘bagian dalam’
manusia, sehingga ‘bagian luar’/ daging mereka tidak dapat berfungsi lagi. Itu sebabnya terjadi suatu yang sangat
misterius dalam hal ini. Mereka bukannya
dilarang makan nasi, tapi mereka tidak suka makan nasi lagi. Mereka bukannya diperintahkan untuk makan
beling, namun beling itu merupakan makanannya, dan ‘badan’ mereka mampu makan
beling! Inilah kodrat roh. Ia merobah ‘bagian dalam’ manusia, sehingga
manusia tidak lagi mengingini hal-hal dari ‘bagian luar’-nya (keinginan
dagingnya).
Itu
sebabnya bila kita kembali ke ayat pertama dari Roma 8, jelas dikatakan bahwa tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Ini berarti bahwa Roh kehidupan yang
ada di dalam Kristus itu ada di dalam manusia, dan kodrat Roh itu merobah
'bagian dalam (roh)'-nya. Maka 'bagian
dalam (roh)'-nya itu hidup kembali untuk mengalahkan bagian luar
(daging)'-nya. Akibatnya, sejak itu manusia tidak lagi ingin berbuat dosa (bukan dilarang berbuat dosa), sebaliknya
yang diinginkan hanyalah hal-hal yang dari Allah saja. Akibatnya, orang yang hidup di dalam Kristus, tidak
lagi hidup menurut daging, melainkan menurut Roh (1b),
(tidak hidup di dalam kodrat daging, melainkan dalam kodrat Roh). Penderitaan
badan yang dialami tidak menjadikan mereka merasa sengsara, sebaliknya, semakin
banyak penderitaan, semakin tampak Kekristenannya. Mereka juga tidak akan merasa ‘lelah / jenuh
/ jemu’ mengiring Yesus. Inilah arti
dimerdekaan dari hukum dosa.
Itu
sebabnya dalam Roma 8 : 5 dikatakan, Sebab mereka yang hidup menurut daging ,
memikirkan hal-hal yang dari daging, mereka yang hidup menurut Roh memikirkan
hal-hal yang dari Roh. Timbul
pertanyaan sekarang, mungkinkah dalam diri seseorang itu terdapat 50 % Roh dan
50 % daging? Atau 99 % Roh dan 1 % daging?
Mustahil! Sebab dalam Matius 6 :
24 jelas-jelas ada tertulis, Tak
seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan.
Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang
lain, atau ia akan setia kepada yang seorang, dan tidak mengindahkan yang
lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada
Allah dan kepada Mamon.
Dan
dalam Yakobus 4 : 4 dikatakan, Hai kamu, orang-orang yang tidak setia!
(Dalam terjemahan yang lebih tepat, Hai
kamu, pezina-pezina / sundal-sundal!) Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia (kedagingan)
adalah permusuhan dengan Allah? Jadi
barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh
Allah. Di sini dengan gamblang
dijelaskan bahwa saat seseorang ‘baru
mau’ saja menjadi sahabat dunia (ingin
memuaskan dagingnya), ia menjadikan dirinya musuh Allah. Pernyataan yang indah sekali, karena bukannya
Allah yang memusuhi manusia, namun sebaliknya!
Jadi kalau sampai ada orang berkata bahwa kita harus ‘seimbang’, dalam
hal daging dan Roh, itu sesat. Bahkan
seorang teman saya berani mengatakan bahwa bila
ada orang yang ‘hanya’ menginginkan setetes dari dunia ini (sedikit saja ingin
memuaskan dagingnya), sudah dapat dipastikan bahwa dalam diri orang itu tidak
ada Roh Kristus! Ia bukan milik
Kristus!!
Dari
ayat-ayat dan uraian di atas tampak jelas sekarang, bahwa bila ada orang
Kristen yang doanya meminta perlindungan tubuh; kekayaan; rumah indah;
mobil mewah; sampai istri cantik
/ suami tampan dan lain-lain semacam itu, itu artinya keinginan daging atau
keinginan Roh? Pertanyaan berikutnya
adalah, apakah Kristus ada di dalam orang seperti itu?
Jadi
jelas sekali kita lihat bahwa Kekristenan yang benar bukanlah sekedar agama,
ritual (upacara-upacara Gereja) dan bukan juga sekedar perobahan moral
manusia. Namun sesuatu yang lebih
mendasar! Dengan demikian, karena
Kekristenan itu bukan agama, maka akibatnya, semua perbuatan yang berbau ritual
(perbuatan keagamaan) batal alias tidak ada gunanya!
II. L A H I
R B A R U
A.
Selama
ini orang berpikir bahwa Kekristenan itu dimulai hanya dari ‘percaya’ bahwa
Yesus adalah Juruselamat, lalu menerima Dia.
Namun tidak pernah ada keterangan yang jelas mengenai apa itu percaya,
apa itu menerima Dia. Di bawah ini akan
saya coba untuk menerangkan bagaimana Kekristenan sebenarnya dimulai.
Kita
lihat dahulu ayat dalam Yohanes 2 : 23, Dan sementara Ia di Yerusalem selama hari
raya Paskah, banyak orang percaya dalam namaNya, karena mereka telah melihat
tanda-tanda yang dilakukanNya.
Menurut teori ‘Percaya Yesus Selamat’ yang selama ini dianut orang, maka
‘banyak orang’ dalam ayat tersebut dipastikan selamat, bukan?!
Kita
lihat ayat berikutnya, Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakaan
diriNya kepada mereka, karena Ia
mengenal mereka semua, dan karena tidak perlu seorangpun memberi kesaksian
kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia. Ayat ini menerangkan dengan jelas dan tegas
bahwa mereka yang ‘percaya’ itu ternyata tidak juga selamat! Jadi bagaimana sekarang?
Kita
simak percakapan antara Yesus dengan Nikodimus mulai Yohanes 3 : 1, Adalah seorang Farisi yang bernama
Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi.
Ia datang pada waktu malam kepada
Yesus dan berkata : ‘Rabbi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang
diutus Allah; sebab tidak seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang
Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya’. Percakapan ini sangat menarik bila kita
teliti.
Tidakkah
kita lihat adanya hal-hal janggal dalam peristiwa ini? Pertama, siapa Nikodemus. Dia seorang pemimpin agama Yahudi. Pada saat itu kelompok pemimpin agama Yahudi itu
berteman atau berseteru dengan Yesus?
Tapi nyatanya ia datang pada Yesus dengan damai.
Kedua,
apa yang dikatakan Nikodemus. Ia berkata
bahwa Yesus itu guru yang diutus Allah dan dengan kuasa Allah mengadakan
tanda-tanda mujizat. Padahal waktu itu apa
anggapan kelompoknya tentang Yesus, Ia disertai Allah atau dirasuk
Beelsebul? Bahkan dikatakan dengan
penghulu setan Ia mengusir setan (Markus 3 : 23).
Dari
peristiwa ini kita melihat bahwa sebenarnya Nikodemus adalah orang yang
menyadari bahwa agama itu tidak dapat menyelamatkan manusia dan ia adalah orang
yang benar-benar mencari kebenaran. Itu
sebabnya dia tertarik pada Yesus karena mujizat yang dibuatNya. Karena ia menganggap bahwa Yesus itu disertai
Allah, maka ia datang kepadaNya untuk menanyakan jalan keselamatan yang tidak
ia dapatkan dalam agama.
Nikodemus
masih belum berani mengatakan bahwa Yesus itu Anak Allah atau Allah karena
latar belakangnya sebagai ahli Taurat, yang mengajarkan bahwa tiada Allah lain
kecuali Allah; tidak seorang manusiapun dapat dijadikan Allah. Namun minimal dia menganggap Yesus itu
disertai Allah. Hal ini sudah dapat
menjadi nilai tambah baginya.
Kini
saya ingin mengajak Anda keluar sebentar untuk membandingkan Nikodemus dengan
seorang lain, yang juga menanyakan jalan keselamatan. Orang itu adalah orang muda yang kaya dalam
Lukas 18 : 18 - 27. Dalam kisah itu
ternyata orang ini tidak diselamatkan.
Mengapa? Karena pada saat ia
datang pada Yesus, ia hanya menganggap Yesus ‘guru yang baik’, manusia biasa
yang pintar saja. Jawaban Yesus
mengungkap apa yang ada dalam hati orang ini, Ia menjawab, ‘Mengapa kaukatakan Aku baik?
Tak seorangpun yang baik selain daripada Allah saja’, ayat
19.
Jawaban Yesus ini mengandung arti : Bila engkau hanya menganggap Aku
sebagai manusia biasa saja, maka Akupun tidak cukup baik untuk dapat
menyelamatkanmu. Itu sebabnya, dalam
kisah ini, orang itu tidak selamat!
Orang ini tidak melihat bahwa ‘Allah menyertai Yesus’. Beda dengan Nikodemus!
Bila
kita perhatikan, tampak jelas perbedaan tujuan kedua orang tersebut mendatangi
/ mencari Yesus. Orang muda yang kaya
'mencari' Yesus dengan tujuan ingin 'memperoleh hidup kekal', sorga. Sedangkan tujuan Nikodemus mencari Yesus
untuk 'masuk ke dalam Kerajaan Allah'.
Yang pertama tidak masuk sorga.
Yang kedua masuk dalam Kerajaan Allah!
Anda harus tahu bahwa Kerajaan Allah itu bukan sorga! Kerajaan Allah / Kerajaan sorga adalah Oknum
yang berkuasa penuh, sedang sorga hanyalah istilah tempat!
Kembali
pada Nikodemus. Yesus menjawab : ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia
tidak dapat melihat Kerajaan Allah’ Yohanes 3 : 3. Dari ayat ini kita melihat
seakan Yesus menjawab pertanyaan yang ada di dalam hati Nikodemus. Inilah bukti yang saya katakan bahwa
Nikodemus datang pada Yesus adalah untuk menanyakan jalan keselamatan. Dalam Yohanes 2 : 25 disinggung tadi bahwa
tidak perlu seorangpun memberi kesaksian kepadaNya tentang manusia, sebab Ia
tahu apa yang ada di dalam hati manusia.
Inilah
permulaan Kekristenan seseorang, dilahirkan
kembali. Dengan kata lain, bila seseorang belum pernah dilahirkan kembali, orang itu
sudah dipastikan tidak selamat! Lalu
apa itu dilahirkan kembali? Banyak orang
mengatakan bahwa kalau orang itu sudah ‘percaya’ Yesus, dibaptis dan
sebagainya, kemudian bila kemarin ia mencuri sekarang tidak lagi, atau kemarin
tidak ke Gereja sekarang rajin ke Gereja.
Itulah lahir baru. Ngaur! Ketahuilah bahwa Kekristenan itu bukan berbicara tentang agama, ritual
atau perubahan moral, melainkan tentang apakah di dalam seseorang itu ada
Kristus atau tidak. Tetapi jika orang tidak memiliki
Roh Kristus, ia bukan milik Kristus Roma 8 : 9B.
Sederhana sekali, bukan!
Kata Nikodemus kepadaNya : ‘Bagaimanakah
mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua?
Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?’ Yohanes
3 : 4. Di
sini kita melihat bahwa pada umumnya manusia selalu salah mengerti dengan
Yesus. Apa yang diungkapkan Yesus selalu
diterjemahkan ke arah badaniah. Hal ini
sangat menyesatkan orang.
Jawab Yesus : ‘Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya jika seseorang tidak
dilahirkan dari air dan Roh, ia
tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah ayat
5.
Dalam ayat ini Yesus menyatakan bahwa untuk dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah diperlukan dua kelahiran,
kelahiran dari air dan kelahiran dari Roh.
Sebelum
saya menerangkan ayat di atas, izinkanlah saya menyatakan bahwa kemungkinan
besar sebelum Anda membaca tulisan ini, Anda telah banyak mendengar tentang
tafsiran ayat tersebut. Saya tidak
berani mengatakan bahwa tafsiran-tafsiran itu salah, saya tidak berani. Namun saya harap Anda tahu bahwa tulisan ini
bukan untuk menyerang / menyalahkan mereka, tapi saya hanya ingin mengungkapkan
apa yang saya lihat di sini.
Bila
kita rangkai ayat 5 dengan ayat berikut,
Apa yang dilahirkan dari daging, adalah
daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh adalah roh. Kita lihat juga dalam ayat ini ada dua macam kelahiran, satu dilahirkan dari
daging, dan yang lain adalah dilahirkan dari Roh.
Bila
kita teliti, dalam ayat 5 kelahiran kedua adalah kelahiran Roh, dan dalam ayat
6 juga disebut dilahirkan dari Roh. Saya
yakin Anda setuju kedua kelahiran itu adalah sama, dilahirkan dari / oleh Roh,
Roh Allah (huruf ‘R’-nya sama-sama huruf besar).
Kalau
‘dilahirkan oleh Roh’-nya sama, lalu ‘dilahirkan dari air’ itu sama tidak
dengan ‘dilahirkan dari daging’? Bila kita
anggap lain, lalu ada berapa kelahiran?
Ada tiga kelahiran! Padahal untuk
masuk ke dalam Kerajaan Allah hanya dibutuhkan dua kelahiran. Yang satu lagi buat apa? Dengan dasar pemikiran ini, maka jelas kita
tahu sekarang, bahwa yang dimaksud ‘dilahirkan
dari air’ itu tidak lain adalah ‘dilahirkan dari daging’. (Saya akan berusaha menerangkan lebih jelas
nanti) Jadi ayat 6 ini menerangkan arti ayat 5!
Jangan engkau heran, karena Aku berkata
kepadamu : Kamu harus dilahirkan kembali.
Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi
engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang
yang lahir dari Roh ayat 7 - 8. Tidak sedikit, bahkan
dapat dikatakan terlalu banyak orang Kristen tidak mengerti apa itu yang
dimaksud dengan ‘dilahirkan oleh Roh’, bagaimana hal itu terjadi dan
sebagainya. Namun demikian bukan berarti Kekristenan itu sesuatu yang hanya
angan-angan saja. Permulaan Kekristenan
(dilahirkan oleh Roh) itu ada buktinya.
Kekristenan itu bukan dirasa-rasa dalam hati, keselamatan itu bukan
sesuatu yang diimani, lalu terjadi, tapi harus ada buktinya. Seperti angin yang tidak tahu dari mana ia
datang, dan ke mana ia pergi, tapi kita dapat membuktikan adanya angin itu!
B.
Untuk
mengetahui apa itu ‘dilahirkan dari daging’ dan ‘dilahirkan oleh Roh’, saya
ajak Saudara kembali kepada penciptaan manusia yang pertama, Adam, dalam Kitab
Kejadian. Sebab dialah manusia pertama
yang langsung diciptakan Allah, tanpa campur tangan manusia.
Setelah
Allah menciptakan semesta ini, maka Allah
melihat bahwa semuanya itu baik Kejadian 1 : 25B. Maka
‘timbullah’ pikiran Allah untuk membentuk suatu makhluk yang khusus. Makhluk yang diharapkan dapat ‘menjadi tempat
tinggalNya’. Maka berfirmanlah Allah : ‘Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas
seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.’ Maka Allah
menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakanNya
dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman
kepada mereka : ‘Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan
taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara
dan atas segala binatang yang merayap di bumi’
Ayat
26 - 28.
Bila
seseorang ingin membuat sesuatu, apa yang pertama kali dipikirkannya? Ia pasti akan memikirkan bahan pokoknya dahulu. Arti bahan pokok adalah bahwa bila bahan yang
satu itu tidak ada, sekalipun yang lain itu lengkap, ya batal jadinya. Misal kata ada seseorang ingin membuat roti,
apa yang dipikirkan terlebih dahulu.
Bahan roti itu banyak, antara lain telur, gula, tepung, ragi dan
sebagainya. Nah, yang dipikir yang mana
dulu. ‘Saya mau bikin roti dengan telur
sekian kilo. Maka saya butuh terigu
sekian, gula sekian dan lain-lain sekian kilo’, begitu? Bahan pokok roti itu apa, terigu, bukan. Jadi bila saya mau membuat roti, pasti yang
saya pikir adalah tepung terigunya.
Sebab tanpa tepung terigu, hasilnya tidak dapat disebut roti. Sebaliknya hanya tepung terigu saja, tanpa
yang lain dapat disebut roti. Enak atau
tidaknya bukan urusan saya!
Begitupun
dengan Allah. Pada saat Ia hendak
membuat makhluk yang disebut manusia itu, Ia harus menentukan dahulu ‘bahan
pokoknya’. Dan dalam ayat 26 tadi kita
lihat, bahan it
Jadi
waktu itu Allah ingin menciptakan makhluk yang memiliki sifat-sifat seperti
diriNya. Sebab bilamana tidak, Ia tidak bakal
dapat berkomunikasi dengan ‘ciptaanNya’ itu.
Dalam hal ini saya ingin mengungkapkan dua sifat yang sangat penting
itu. Sifat pertama, kasih. Itu sebabnya
(nantinya) hanya makhluk yang disebut manusia yang mengenal kasih ini. Makhluk lain tidak.
Sifat
ke dua, memiliki hak pilih. Dalam dunia ini tidak ada satu makhlukpun
yang memiliki sifat ini kecuali manusia.
Contoh, pada umumnya burung ditentukan untuk makan biji-bijian, tapi
yang lain daging. Kambing ditentukan
makan rumput-rumputan (tumbuh-tumbuhan), lain lagi dengan singa yang ditentukan
makan daging. Tapi manusia? Kita mau pilih makan apa saja boleh, hari ini
daging, besok sayur dan hari berikutnya ikan, dan sebagainya. Tapi ketahuilah, manusia tidak diciptakan
untuk memilih makanan.
Bila
kedua sifat ini digabungkan, maka dapat dikatakan bahwa Allah itu memiliki hak untuk memilih siapa yang ingin
Ia kasihi. Ini jelas sekali tampak
dalam Roma 9 : 15, Sebab Ia berfirman kepada Musa :
'Aku akan menaruh belas kasihan
kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada
siapa Aku mau bermurah hati'.
Dengan
demikian manusia menjadi satu-satunya
makhluk yang memiliki hak untuk memilih siapa yang ingin ia kasihi. Hanya manusialah yang di dalam beranak-cucu
didasarkan oleh sifat itu. Hewan tidak
memiliki itu, mereka diatur oleh alam dalam beranak-cucu. Itu sebabnya manusia itu dianggap hewan bila
dalam berhubungan seksnya tidak didorong oleh rasa kasih itu.
Dari
ayat di atas tadi kita tahu bahwa dengan kedua sifat itulah manusia diharap
dapat menguasai semesta alam ini. Bukan
untuk menjadi pemain sirkus. Artinya, di
dalam manusia ingin melakukan sesuatu untuk mengatur hidupnya itu, apakah ia
memilih berdasar kasihnya pada Allah atau berdasar pada kasih kepada dirinya
sendiri. Ia yang kita jadikan Allah,
yang kepadaNya kita mengabdikan diri, atau kita mengabdikan diri pada diri kita
sendiri sebagai allah. Dari sini kita
tahu bahwa inilah inti dosa itu, kita menjadikan diri kita seperti Allah! Untuk mempermudah pengertian ini saya ingin
mempergunakan gambar lingkaran, sebagai simbol ‘hak pilih untuk mengasihi’ itu.
Kemudian
dalam Kejadian 2 : 7A dikatakan, Ketika
itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah. Kalau boleh saya terangkan, maka ‘hak pilih
untuk mengasihi’ itu dimasukkan ke dalam suatu wadah. Wadah itu terbuat dari ‘debu tanah’, yang
saya gambarkan sebagai persegi empat.
Bagian
wadah ‘debu tanah’ ini kemudian disebut-sebut sebagai ‘daging’ manusia oleh
Paulus dalam surat-suratnya. ‘Daging’
inilah yang akhirnya menjadikan manusia jatuh dalam dosa, karena ada tertulis, Karena
keinginan daging adalah maut, Roma 8 : 6A; Sebab keinginan daging adalah perseteruan
terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak
mungkin baginya. Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin
berkenan kepada Allah Roma
8 : 7 - 8.
Bila
kita lihat gambar di atas, maka makhluk yang hanya terdiri dari ‘hak pilih’ dan
‘debu tanah’ inilah yang disebut sebagai makhluk yang ‘dilahirkan dari
daging’. Dalam hal ini kita lihat apakah
‘hak pilih’ itu ada fungsi / faedahnya?
Jelas tidak! Sebab apa yang
hendak dipilihnya karena ia hanya dapat memilih ‘dagingnya’. Itu sebabnya makhluk seperti itu disebutnya
sebagai ‘hamba dosa’, artinya yang tidak dapat berbuat lain kecuali menuruti
‘daging’nya. Itu sebabnya dalam
percakapan Yesus dengan Nikodemus Yesus berkata, apa yang dilahirkan dari daging
adalah daging tadi. Inilah kodrat semua anak manusia keturunan
Adam dan Hawa.
Namun,
kita mengucap syukur pada Allah karena Ia tidak berhenti di situ. Dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya;
demikianlah manusia itu menjadi makhluk
yang hidup Kejadian 2 : 7B. Selama ini orang Kristen
menterjemahkan ‘menghembuskan nafas hidup’ di sini adalah meniupkan udara ke
dalam hidung manusia. Itu salah besar!
Mari
kita lihat, pada waktu Allah menciptakan semua makhluk hidup di dunia ini,
adakah disebut-sebut bahwa Allah menghembuskan nafas pada hidung-hidung
mereka? Rasanya tidak ada ayat semacam
itu. Jadi kesimpulannya, semua hewan itu
begitu diciptakan Allah sudah langsung bernafas, bukan?! Di sinilah perbedaan arti ‘nafas hidup’ yang
dihembuskan Allah ke dalam manusia dengan ‘nafas’ masuknya udara ke dalam
hidung hewan-hewan itu.
‘Nafas
hidup’ yang dimasukkan dalam hidung manusia itu adalah ‘nafas Allah’ sendiri
atau dengan kata lain ‘nafas kehidupan Allah’ atau dengan kata lain lagi adalah
‘Roh Allah’. Jadi setelah Allah
menciptakan manusia itu dari ‘hak pilih untuk mengasihi’ yang dimasukkan ke
dalam wadah ‘debu tanah / daging’, Ia kemudian ‘memasukkan RohNya’ ke dalam
diri manusia itu, sehingga bentuk manusia itu seperti gambar di bawah ini.
Nah
inilah manusia ciptaan Allah yang sempurna.
Inilah yang disebut makhluk yang setelah ‘dilahirkan dari daging’,
kemudian ‘dilahirkan kembali oleh Roh’.
Makhluk seperti inilah yang dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Dari sinilah kita melihat sekarang bahwa ‘hak
pilih’ itu baru benar-benar dapat
berfungsi.
Di
sinilah tampak kemuliaan, kasih serta keadilan Allah. Ia tidak pernah mau memaksa manusia
mengasihiNya, namun Ia memberikan manusia ‘hak pilih’ itu. Dengan demikian manusia dapat mempergunakan
haknya itu untuk mengasihi Dia atau tidak.
Sejak permulaan Ia hanya meminta supaya manusia itu mau
mengasihiNya. Maka sekarang, hai orang Israel,
apakah yang dimintakan dari padamu oleh Tuhan, Allahmu, selain dari takut
akan Tuhan, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkanNya,(yaitu) mengasihi Dia, beribadah kepada Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, berpegang pada
perintah dan ketetapan Tuhan yang
kusampaikan kepadamu hari ini, supaya baik keadaanmu Ulangan 10 : 12 -
13. (Ayat
ini akan kita bahas dalam bagian Bagaimana Kasih itu, di jilid 2)
Kodrat
‘Hak Pilih’ ini mempunyai nilai tertinggi yang dimiliki oleh makhluk yang
disebut manusia di dunia ini. Bila manusia diciptakan hanya untuk mengasihi
Allah (tidak ada ‘hak pilih’), maka manusia itu menjadi robot, dan kasih yang
keluar dari dirinya itu menjadi ‘dipaksakan’ karena tidak ada pilihan
lain. Namun dengan adanya ‘hak pilih’,
nilainya jadi lain. Bila manusia dapat
memilih untuk mengasihi Allah, maka kasih itu benar-benar timbul dari hati
nuraninya. Dapat saja manusia itu
memilih untuk memuaskan (mengasihi) daging (dirinya sendiri) yang nyata di
depan mata, langsung dapat diraih dan dinikmati, namun bila ia memilih untuk
memuaskan / mengasihi Allah, yang ‘tidak kelihatan’, itu yang namanya iman yang
menyelamatkan. Ini yang menjadi jauh
lebih indah di hadapanNya.
Manusia
yang seperti inilah yang dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah, sebab ia adalah
makhluk yang setelah dilahirkan dari air / daging, dilahirkan kembali oleh
Roh. Atau manusia lama yang telah
dilahirkan baru.
Sedikit
keterangan mengenai Kerajaan Allah.
Selama ini kita menganggap bahwa arti Kerajaan Allah atau Kerajaan Surga
adalah surga. Saya harap Anda mengetahui
bahwa itu salah. Coba perhatikan, kata
‘surga’, ‘s’-nya menggunakan huruf kecil, sedangkan Kerajaan Allah atau Kerajaan
Surga, ‘K’-nya dan ‘S’-nya dengan huruf besar
(untuk huruf ‘A’ dalam Allah sudah pasti huruf besar). Lalu apa bedanya? Untuk menjelaskan masalah ini, saya ingin
bertanya, ‘kedaulatan’ suatu negara itu ada di ‘istana’ (tempat) atau di
‘pemimpin’-nya (oknumnya)? Surga dengan
huruf ‘s’ adalah ‘tempat’, sedang Kerajaan Allah atau Kerajaan Sorga adalah
‘Penguasa’nya. Jadi dalam hal ini adalah
pribadi Allah.
Jadi
kalimat ‘melihat Kerajaan Allah’ berarti ‘bertemu dengan pribadi Allah’. Masuk ke dalam Kerajaan Allah berarti masuk
ke dalam pribadi Allah. Ingat istilah
‘Aku di dalam kamu, dan kamu di dalam Aku’.
Sekarang,
apa buktinya seseorang itu telah dilahirkan kembali? Semua orang Kristen pasti mengaku dan yakin
seyakin-yakinnya bahwa dirinya sudah dilahirkan kembali. Itu sebabnya semuanya yakin sudah
selamat. Itu sih boleh-boleh saja. Tapi ingat dalam Yohanes 3 ayat 8 dikatakan,
walau kelahiran kembali itu tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, namun
harus ada buktinya. Lalu apa bukti seseorang
telah dilahirkan kembali?
Kita
baca dalam I Yohanes 4 : 8, ‘
. . .
Allah adalah kasih’. Dari
kalimat ini saja kita sudah harus tahu bahwa bila seseorang telah menerima
Yesus / Allah, maka secara otomatis kasih itu pasti berada di dalam dirinya. Kasih di sini sudah pasti kasih yang tulus
ikhlas, yang tidak ada udang di balik batu.
Bila misalnya saya yakin dan mengaku bahwa saya sudah dilahirkan oleh
Roh, tapi di dalam saya mengasihi Allah itu mempunyai tujuan supaya saya
diberkati atau yang lebih kelihatan rohani, supaya masuk surga, apa ini dapat
disebut sebagai kasih yang tulus ikhlas?
Jadi, barangsiapa ‘mengasihi’ Allah dengan tujuan supaya masuk surga,
jelas dia belum dilahirkan oleh Roh!
Sebab kasih semacam itu adalah kasih yang egoistis! Orang yang benar-benar telah
dilahirkan baru, ia sudah tidak lagi memikirkan soal surga atau neraka! Sebab sesungguhnya ia telah dilahirkan dalam
Kerajaan Allah.
Saya
akan memberi contoh singkat tentang apa yang terjadi bila seseorang benar-benar
telah dilahirkan kembali (menerima Yesus sebagai Allahnya). Pada saat saya pertama kali ‘diinjili’ dan
menerima Yesus, katakanlah, saya baru mendengar 1% tentang Yesus, itu sebabnya
kasih saya padaNya juga tidak akan lebih dari 1 %. Bila itu terjadi, maka kasih saya pada diri
saya sendiri (daging) otomatis berkurang jadi 99 %. Kasih saya yang secuil ini akan menjadi
modal, karena dengan kasih yang ‘sedikit’ ini saya akan cenderung untuk ingin
‘mendekati’, menghampiri-Nya. Akibatnya,
saya akan lebih mengenal-Nya. Katakanlah
pengenalan saya menjadi 25 %, maka secara otomatis kasih saya pada-Nya juga
meningkat jadi 25 %. Dengan demikian,
kasih saya pada daging saya juga otomatis berkurang menjadi 75 %. Dan Tuhan sangat mengharapkan supaya kita ini
mengenalNya sedemikian rupa hingga kalau dapat, mencapai 100 %. Ini berarti dengan otomatis kasih kita akan
diri kita akan jadi 0 %, habis. Maka
kita tidak akan lagi berbuat dosa!
Inilah perkembangan seseorang yang telah dilahirkan kembali. Bila hal ini tidak terjadi dalam diri
seseorang, maka sudah dapat dipastikan bahwa orang bersangkutan belum pernah
dilahirkan kembali oleh Roh!
III. A
R T I K E S E L A M A T A N
Bagian
ini membahas tentang ‘Arti Keselamatan’ atau ‘Tujuan diselamatkan’, yang
praktis telah ditafsir salah oleh orang Kristen. Dapat dipastikan bahwa 99,9 % orang Kristen
berkeyakinan bahwa tujuan satu-satunya / utama diselamatkan itu adalah masuk ke
dalam sorga. Sebenarnya bila saja kita
mau benar-benar meneliti Kitab Perjajian Baru, dan tidak hanya mendengarkan
‘Hamba-hamba Tuhan’, yang sebenarnya juga murid manusia dan bukan murid Kristus
itu, Anda pasti tahu bahwa tujuan keselamatan itu bukanlah sorga! Memang saya akui bahwa agak sulit untuk mengerti
hal itu hanya dari Kitab Perjanjian Baru.
Itu sebabnya saya mengajak Anda untuk melihat peristiwa yang secara
badaniah terjadi dalam Kitab Perjanjian Lama, yang menjadi bayang-bayang
keselamatan yang sejati.
A.
Kita
lihat dahulu apa yang ditulis Paulus dalam I Korintus 10 ayat pertama, Aku
mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa
mereka semua telah melintasi laut. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam ayat ini. Pertama, dalam
terjemahan lain, kalimat ‘Aku mau, supaya
kamu mengetahui’ lebih jelas, ‘Aku tidak mau kamu tidak mengetahuinya
(melecehkan, menganggap remeh)’.
Di sini ada suatu tekanan bahwa
kita tidak boleh tidak harus memperhatikan apa yang terjadi pada bangsa Israel.
Kedua,
kalimat berikut ‘nenek moyang kita semua
. . .
telah melintasi laut’ ini menjelaskan bangsa Israel itu sudah keluar
dari Mesir atau belum? Bila ini
merupakan bayangan manusia setelah zaman Yesus, mereka ini adalah orang yang
telah diselamatkan / dibebaskan dari dosa, atau masih dalam dosa?
Bila
kita baca ayat selanjutnya, Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua
telah dibaptis dalam awan dan dalam laut. Untuk memperingatkan kita, orang Kristen,
Paulus menggunakan bahasa yang halus, bahwa yang ia bicarakan adalah bangsa
yang telah keluar dari Mesir. Kalau
untuk sekarang, ini berbicara tentang orang yang menganggap dirinya telah
menerima Yesus, dan yakin seyakin-yakinnya sudah selamat. Itu sebabnya ia menggunakan bahasa tersebut
di atas. Kalau boleh, saya tulis dengan
‘bahasa modern’, ‘Untuk menjadi pengikut Yesus mereka semua telah dibaptis dalam Roh dan
air’. Kebetulan saya ini orang
Pentakosta sejak kecil sampai sekarang ini.
Saya sering mendengar tafsiran yang mengatakan bahwa api itu lambang ‘Roh
Kudus’. Jadi saya ingin menafsirnya
menjadi ‘Untuk menjadi murid Yesus mereka semua telah dibaptis dalam Roh dan
dalam air’. Ingat ‘tiang awan’ itu pada
siang hari, dan malamnya ‘tiang api’.
Dengan kata lain, ini bicara tentang ‘orang percaya dan sudah dibaptis
baik dengan air, maupun dengan Roh.
Ayat
3 - 4, Mereka semua makan makanan rohani yang sama dan mereka semua minum
minuman yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti
mereka, dan batu karang itu ialah Kristus. Setelah mereka keluar dari
Mesir dan menjadi pengikut Musa itu, mereka makan makanan (roti yang turun dari
‘langit’) yang sama dan minum air dari sumber yang sama, yaitu batu karang,
yang langsung diterangkan Paulus bahwa itu adalah Kristus. Bagi kita, itu bayangan orang yang sudah
keluar dari dosa, untuk menjadi murid Kristus, mereka sudah dibaptis dalam dua
baptisan, dan mereka juga ‘makan roti (firman Tuhan yang turun dari ‘surga’,
Alkitab)’, dan ‘minum air kehidupan dari Yesus’. Nah kalau dilihat dari sisi ini saja, secara
logika, mutu mereka itu seharusnya sama atau beda, ingat, ya, logikanya! Sama, bukan?
Sama itu, sama jeleknya atau sama baiknya? Logikanya, kan sama baiknya. Tapi apa kata ayat berikut?
Tetapi
sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari
mereka, karena (itu) mereka ditewaskan di padang gurun. Di
sini kita lihat kenyataan yang sangat berbeda dengan teori tadi! Dan Anda ingin tahu berapa persen yang
disebut ‘bagian terbesar’ yang tidak berkenan itu? Ada orang bilang 50 % (diambil dari contoh 10
anak dara yang menunggu Mempelai lakinya).
Namun bila Anda menghitung dalam Bilangan fatsal pertama, Anda pasti
akan terkejut! Pada saat mereka keluar
dari Mesir itu, mereka menghitung yang laki-laki saja, itupun yang sudah mampu
berperang dan masih mampu berperang, jumlahnya ternyata ada 600.000 (enam ratus
ribu) lebih orang. Lalu berapa yang
masuk ke tanah Kanaan? Hanya dua orang,
Yusua dan Kaleb! Itu sebabnya, jangan
sampai kita terantuk pada batu yang sama. Bayangkan, berapa persennya. Pertanyaannya sekarang, mengapa hal itu dapat
terjadi?
Itu
sebabnya ayat pertama tadi Paulus menekankan bahwa kita, orang yang hidup pada
zaman akhir ini harus memperhatikan hal ini dengan baik. Itu sebabnya ia berkata dalam ayat 6 dan 11, Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh
bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal
yang jahat seperti yang telah mereka perbuat.
Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk
menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah
tiba.
Pada
umumnya, setelah baca ayat-ayat ini, kita lalu mulai membaca ‘perbuatan apa’
saja yang diperbuat bangsa itu yang dilarang Tuhan. Dan setelah itu, kita mulai berusaha untuk
tidak melakukannya. Kalau kelihatannya
berhasil, lalu merasa ‘selamat’ deh!
Sangat menyedihkan! Itu sebabnya,
bila kita bertanya apa itu dosa, pasti jawabnya mengenai perbuatan luar
manusia, yang cenderung menjadi perbuatan kriminal, moral dan etika. Saudara, ‘perbuatan dosa’ yang kelihatan
kasat mata itu hanyalah luarnya. Kalau
bangsa itu selalu berbuat dosa walau sudah diberi hukum-hukum, dan bahkan
dihukum, itu karena di dalam diri bangsa itu ada sesuatu yang salah.
Bila
suhu badan seseorang naik, itu berarti di dalam tubuhnya ada penyakit yang
tidak kita lihat. Yang kita rasa itu
hanyalah akibat dari penyakitnya. Orang
yang bijak, bila suhu tubuhnya naik turun terus, sekalipun sudah dikompres
berkali-kali, ia pasti ke dokter, untuk apa?
Untuk menurunkan suhu badannya atau untuk menghilangkan penyebabnya,
yaitu penyakitnya?
Kita
lihat sekarang ini. Sebagian terbesar
orang Kristen hidupnya tidak benar.
Dikhotbahi tiap minggu, bertobat setiap hari Minggu saja. Seninnya kumat lagi, tidak ada hubungan
dengan Allahnya. Itu sebabnya tidak
banyak orang mengenal kita sebagai orang Kristen. Karena Pendetanya sudah jenuh juga ‘mendidik’
umatnya, maka mereka mulai mencari ‘tukang kompres’ yang dapat ‘menyegarkan’
iman jemaatnya. Ini istilah baru, dulu
istilahnya KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani).
Dulu, ini dulu, pakar-pakar orang Kekristenan menciptakan ‘Es KKR’ untuk
membangun iman umat Kristen yang lesu darah.
Pikir para Pendeta, tokoh Gereja, dengan adanya KKR Jemaatnya pada
‘bangun dan tidak berbuat dosa lagi’.
‘Es’ merek ini laku keras, semua orang beli. Tetapi nyatanya ya begitu,
setelah dikompres ‘Es KKR’ Jemaatnya / orang Kristen bangkit serentak, tiap
hari ke Gereja, bahkan tidak sedikit
yang aktif melayani. Lama-lama ‘Es’
merek KKR ini sudah tidak manjur lagi, kebal rupanya. Walau sudah di-KKR-i setiap hari, ya ‘lesu darah’
terus, istilah saya tadi suhu badannya naik dan lemas di tempat tidur
terus. Kehidupan Kekristenan mereka ya
gitu-begitu terus. Rupanya ‘es’ merek
KKR sudah tidak cukup dingin untuk membangunkan iman anggotanya / orang Kristen
pada umumnya.
Lalu
ada beberapa ‘Pakar Kekristenan’ yang menyelidik lalu menciptakan ‘Es’ merek
lain. Ada yang namanya ‘Es Penyegaran
Iman’, ada ‘Es Penyelaman Iman’, ada lagi ‘Es Seminar Akhir Zaman’, ada ‘Es
Reformasi’ dan masih banyak lagi merek.
Namun, kalau saya amati, sebenarnya isinya, ya begitu-begitu saja. Saya melihat dari tingkah laku orang Kristen
yang getol begituan, koq tidak ada perubahan sikap yang mendasar. Semakin banyak merek ‘Es’ bukannya semakin
bersatu dan saling mengasihi, malahan sebaliknya, tambah ‘panas otaknya’,
tambah banyak aliran yang saling bermusuhan.
Ada Gereja ini, ada itu, dan lain lain, sehingga tidak sedikit yang
bingung, yang mana yang benar.
Maklumlah, mereka juga terkena virus sih, jadi pandangan matanya juga
kabur. Lalu saya pikir, sebenarnya siapa
sih yang dapat ‘menyegarkan’ atau ‘menumbuhkan’ atau ‘mereformasi’ iman
seseorang? Apakah ‘Es’ itu dapat
menyembuhkan penyakit? Bukankah dengan
jelas dinyatakan dalam kitab sucinya orang Kristen, yang namanya Alkitab, bahwa
satu-satunya yang dapat ‘membangkitkan’, ‘menyegarkan’ atau ‘mereformasi’ iman
manusia, Ia itu Allah sang Pencipta,
yang dapat menjadikan manusia itu ‘Ciptaan Baru’. AjaranNyapun tidak dapat merubah
manusia! Ingat orang muda yang kaya itu,
sekalipun sudah dikhotbahi Yesus, tetap saja tidak selamat. Namun Zakheus, walau tidak dikhotbahi, ia
selamat. Karena apa? Karena ia ‘menerima Yesus ke dalam rumahnya’!
Itu
sebabnya dalam bagian berikut saya ingin berusaha mengungkap salah apa yang ada
di dalam bangsa itu sehingga mereka itu tidak henti-hentinya berbuat dosa
sehingga sebagian terbesar tidak
berkenan di hadapan Allah. Yang akan
menjadi cermin bagi keadaan kehidupan Kekristenan kita bersama.
B.
Kini
kita lihat Keluaran 3 : 7 - 8. Latar
belakangnya, pada saat itu bangsa Israel sangat menderita karena telah dijajah
/ dikuasai / diperhamba oleh bangsa Mesir.
Sampai-sampai setiap anak laki-laki yang lahir dibunuh (Keluaran 1 : 15)
agar bangsa itu jangan berkembang menjadi banyak dan memberontak kepada penguasa. Itu sebabnya Tuhan berfirman : ‘Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan
umatKu di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan
oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan
mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke
suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan
madunya, . . ..
Saya
tidak berani menambah, mengurangi apa lagi merubahnya. Memang dengan jelas sekali ditulis di sini
bahwa ketika Allah memperhatikan bangsaNya ditindas dan sangat menderita itu,
Ia berkata bahwa Ia akan membawa mereka ke suatu negeri yang penuh susu dan
madunya. Itu ya dan amin. Namun saya
ingin memperingatkan Anda bahwa firman Allah pada mereka itu tidak hanya yang
ada dalam ayat tersebut! Itu sebabnya
Anda dilarang keras mengikuti tafsiran semacam itu. Pasti sesat!
Karena bila kita hanya memegang ayat itu saja, memang ada kesan kuat
bahwa tujuan mereka dikeluarkan dari Mesir itu hanyalah untuk dibawa ke Kanaan.
Itu
tidak beda dengan proyek penyelamatan di dalam Yesus. Pada saat Allah melihat bahwa manusia sudah
diperhamba oleh dosa, dan sama sekali tidak dapat menanggungnya, Ia mengirimkan
AnakNya untuk membebaskan / memerdekakannya, supaya barang siapa percaya akan
diselamatkan dengan terjemahan supaya masuk surga. Hal ini juga ya dan amin. Saya tidak berani membantahnya.
Namun
mari saya ajak Anda lihat lebih dalam.
Bila nanti Anda mengerti apa yang saya jabarkan di bawah ini, saya yakin
pasti Anda akan melihat bahwa surga itu tidak ada artinya sama sekali! Karena Anda akan tahu bahwa ada sesuatu yang
jauh lebih indah dibanding dengan surga.
Kita
lihat Keluaran 3 : 17, Jadi Aku telah berfirman : Aku akan menuntun
kamu keluar dari kesengsaraan di Mesir menuju ke negeri orang Kanaan, orang
Het, .
. ., ke suatu negeri yang
berlimpah-limpah susu dan madunya.
(18) Dan bilamana mereka mendengarkan perkataanmu, maka engkau harus beserta
para tua-tua Israel pergi kepada raja Mesir, dan kamu harus berkata kepadanya :
Tuhan, Allah orang Ibrani, telah
menemui kami; oleh sebab itu , izinkanlah kami
kiranya pergi ke padang gurun tiga hari perjalanan jauhnya untuk
mempersembahkan korban pada Tuhan, Allah kami.
Ada
beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam ayat di atas. Pertama,
bilamana mereka mendengarkan perkataanmu, artinya kalau mereka percaya akan
apa yang dikatakan Musa mengenai rencana Allah, bahwa Allah ingin dan mampu
mengeluarkan mereka dari Mesir dan membawa mereka ke suatu tempat yang indah
(Kanaan). Maka Musa harus menghadap raja
Mesir untuk menyatakan ‘tujuan’ keluarnya mereka dari Mesir.
Kedua
kita perhatikan kata-kata ‘Tuhan, Allah orang Ibrani’. Kata-kata ini sangat janggal
kedengarannya. Bukankah orang Ibrani itu
tidak lain dan tidak bukan adalah orang Israel sendiri? Dan bukankah bangsa Israel itu adalah umat
Allah, sehingga bahasa yang seharusnya dipakai di sini adalah ‘Tuhan,
Allah kami’? Tapi ternyata
bahasa yang dipakai di sini seakan-akan Allah mereka itu adalah Allah orang /
bangsa lain. Bagaimana ini?
Bila
Anda dan saya adalah orang Indonesia, dan saya menyebut Presiden Indonesia itu
sebagai ‘Presiden orang Indonesia’, aneh tidak?
Bila kita sama-sama orang Indonesia, maka sebutan itu jelas harus
‘Presiden kita’, bukan?! Sebaliknya,
bila Anda bukan orang Indonesia, maka sebutan saya itu pasti menjadi ‘Presiden
saya’! Dan bila saya yang bukan orang
Indonesia, maka saya pasti akan menyebut Presiden Indonesia itu sebagai
‘Presiden Anda’. Dan bila kita sama-sama
bukan orang Indonesia, maka sebutan itu akan menjadi ‘Presiden orang
Indonesia’. Bila saya ini dahulunya
orang Indonesia dan kini sudah berwarganegara Amerika, maka sudah pasti tidak
dapat lagi menyebut Presiden Indonesia itu ‘Presiden saya’, namun ‘Presiden
orang Indonesia’. Namun ingat, apapun
yang terjadi, Presiden itu tetap saja ‘Presiden orang Indonesia’.
Mari
kita perhatikan. Sejak Abraham dipilih
Allah, maka keluarganya menjadi ‘cikal bakal’ atau benih umat Allah (walau
belum banyak). Kemudian mereka terjajah
(diperhamba / diperbudak) oleh bangsa Mesir untuk waktu yang cukup lama
sehingga mereka sangat terlibat dengan agama / illah bangsa itu, dan mereka
tidak mengenal lagi siapa Allahnya.
Sehingga terjadi Allah mengasihi ‘umatNya’ ini, maka Ia telah turun
menjadi manusia Yesus untuk ‘mengembalikan’ manusia menjadi ‘umatNya’.
Ketiga,
dikatakan ‘telah menemui kami’. Di
sini tampak jelas bahwa sekalipun bangsa Israel telah melupakan Allahnya karena
telah terlibat dalam dengan illah bangsa Mesir, Allah tetap memperhatikan
dengan kasihNya. Dan pada waktunya, Ia
turun untuk ‘mengeluarkan’ mereka dari dunia perhambaan itu.
Bukankah
demikian juga Allah terhadap manusia yang telah melupakan / tidak mengenal
Allah lagi karena telah lama diperhamba oleh dosa? Ia tetap memperhatikan dengan kasihNya, dan
kemudian Ia sendiri turun dalam bentuk manusia untuk membebaskan manusia dari
perhambaan itu (Ingat Roma 8 : 3).
Keempat,
perhatikan baik-baik akan kata-kata ‘izinkanlah
kiranya kami ke padang gurun tiga hari perjalanan jauhnya untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan, Allah kami’. Dari kalimat ini sangat jelas kita lihat
adanya satu ‘tujuan pembebasan’ yang lain, yang tidak pernah diperhatikan baik
oleh bangsa Israel maupun orang Kristen, yaitu ‘mempersembahkan korban’.
Bila tadi, dalam ayat 8, disebut seakan-akan tujuan pembebasan itu
adalah ‘tanah yang berlimpah susu dan madunya’, di sini tampak jelas bukan
begitu!
Rupanya
Tuhan ingin berkata, kalau bangsa itu ‘percaya’ bahwa yang dapat membebaskan
mereka itu adalah Allah, maka pada saat mereka melangkahkan kakinya keluar dari
tanah perhambaan itu, hendaklah dengan tujuan ‘mempersembahkan korban’
kepada Dia. Demikian juga tentunya
tujuan Allah menebus kita dari dalam dosa.
Ia sangat ingin, bila kita
percaya bahwa Dia adalah Allah satu-satunya yang dapat membebaskan manusia dari
hukum maut dan hukum dosa, agar pada
saat kita menerima Dia sebagai Allah kita itu, janganlah hendaknya ada hasrat
tujuan untuk masuk surga, namun sebaliknya, hendaklah hasrat kita itu hanya
satu saja, yaitu ‘melayani, berbakti, mengabdikan diri,
mempersembahkan korban (hidup)’ kepada Dia yang telah menebus kita!
Saya
ingin memberikan suatu contoh, hanya saja saya mohon kaum Hawa tidak
tersinggung karena contoh ini. Kita
lihat salah satu sifat / kodrat wanita.
Hari yang paling bahagia bagi wanita itu hanya dua. Hari pernikahannya dan pada hari mereka
melahirkan anak bagi suaminya. Zaman
dulu (saya tidak tahu zaman sekarang, di mana sifat-sifat kaum Hawa itu sudah
banyak luntur), bagi wanita, pernikahan itu ‘sakral’, itu sebabnya mereka
‘menuntut’ dirayakan dan mengenakan baju istimewa. Lihat saja wajahnya, sejak malam sebelumnya
sampai selesai upacara, tidak capek-capeknya menunjukkan kebahagiaan yang amat
sangat. Coba pikir, apakah karena mereka
sekedar ingin pindah rumah? Atau karena
dalam hati mereka ingin pada hari berikutnya untuk menjadi ‘hamba’ bagi suaminya, bukan!? Mereka akan dengan suka hati bangun lebih
pagi, memasak, mencuci pakaian dan sebagainya untuk suaminya. Kebahagiaan pada hari pernikahannya itu,
hanyalah permulaan dari kebahagiaan selanjutnya, sebagai ‘hamba’ bagi suaminya
seumur hidup! Dan bila kodrat ini
dilanggar, ya runyam semuanya!
Tidakkah
demikian juga dengan bangsa Israel?
Perhatikanlah, betapa bahagianya mereka pada hari mereka keluar dari
Mesir? Penuh dengan pujian, membawa apa
saja yang mereka miliki, termasuk tubuh dan jiwanya. Untuk apa?
Untuk pindah ke Kanaan? Itu yang
ada di dalam hati mereka. Itu bodohnya
orang Israel! Lalu seharusnya untuk
apa? Untuk ‘mempersembahkan hidup /
memberi korban’ (dan sebagainya yang serupa) kepada Allahnya, bukan?! Sampai kapan?
Sepanjang umur hidup mereka! Ini
yang tidak disadari oleh bangsa tersebut.
Itu sebabnya hari-hari setelah kebahagiaan yang sekejap itu, justru
menjerumuskan mereka ke dalam ‘penderitaan’ bersama dengan Allahnya!
Pertanyaannya
‘Dia’ itu siapa? Bila di atas disebutnya sebagai ‘Tuhan Allah
orang Ibrani’, kini tidak lagi! Kini
telah menjadi ‘Tuhan Allah kita’. Begitu
juga bagi mereka yang ‘percaya pada Yesus’, maka Dia pasti menjadi Tuhan Allah
mereka, bukan Allah orang asing lagi!
Manusia
mana yang dapat ‘mempersembahkan hidupnya’ pada orang yang tidak
dikenalnya? Kita melihat dalam
agama-agama, yang ‘diharuskan’ melayani Allah yang tidak mereka kenal. Itu sebabnya, di sini nampak perbedaan
Kekristenan dengan agama. Dalam Keluaran
10 : 1 - 2 dikatakan Berfirmanlah Tuhan
kepada Musa : ‘Pergilah menghadap Firaun, sebab Aku telah membuat hatinya dan hati para pegawainya berkeras, supaya Aku
mengadakan tanda-tanda mujizat yang Kubuat ini di antara mereka, dan supaya
engkau dapat menceritakan kepada anak cucumu, bagaimana Aku mempermain-mainkan
orang Mesir dan tanda-tanda mujizat mana yang telah Kulakukan di antara mereka,
supaya kamu mengetahui bahwa Akulah Allah Tuhan’.
Ternyata
Allah kitalah satu-satunya Allah yang adil!
Allah mana yang memperkenalkan dirinya terlebih dahulu sebelum ia menuntut
umatnya beribadah / berbakti kepadanya?
Namun dalam ayat di atas kita melihatnya dengan jelas, bahwa Ia
memperkenalkan diriNya terlebih dahulu, dengan membuat mujizat-mujizat dengan tujuan jelas ‘supaya engkau mengetahui / mengenal’ siapa Dia!
Keluar
sebentar dari tujuan tulisan ini. Bila
kita memperhatikan kedua ayat di atas, maka kita dapat mengambil kesimpulan,
bahwa tujuan ‘mujizat-mujizat’ yang
diperbuat Allah itu semata-mata hanya untuk meperkenalkan diriNya pada bangsa
itu. Demikian juga tentunya dengan
mujizat-mujizat yang dibuat Yesus. Ia
melakukan itu agar supaya kita ‘mengenal’ siapa Dia yang sebenarnya, bahwa Ia
adalah Allah itu sendiri. Beda
sekali dengan orang Kristen sekarang ini, yang menjadikan mujizat itu suatu
fasilitas / tujuan dari Kekristenan! Itu
namanya sesat!!!
Coba
perhatikan. Dalam Alkitab ada dua masa
Allah membuat mujizat. Yang pertama Ia
berbuat mujizat pada saat bangsa Israel masih di bawah jajahan bangsa Mesir,
dan kedua pada masa sejak mereka dibebaskan dari Mesir sampai zaman Yesus. Pada saat manakah Allah berbuat mujizatNya
dengan senang hati (tidak perlu diminta manusia), dan pada saat mana Ia
melakukan mujizat itu dengan rasa sangat sakit hati (karena sungutan / tuntutan
manusia)? Perhatikan kata Yesus dalam Matius 12 : 38 - 39, Pada waktu itu berkatalah beberapa ahli Taurat dan orang Farisi kepada
Yesus : ‘Guru, kami ingin melihat suatu
tanda dari padaMu.’ Tetapi jawabNya
kepada mereka : ‘Angkatan yang jahat dan
tidak setia ini menuntut suatu tanda.
Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi
Yunus’. Jadi Allah membuat mujizat
itu semata-mata supaya manusia tahu, percaya, dan kemudian mengenal siapa Dia
yang sebenarnya. Kita baca doa Yesus
dalam Yohanes 11 : 41, . . . Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata :
‘Bapa, Aku bersyukur kepadaMu, karena Engkau telah mendengarkan Aku. Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan
Aku, tetapi oleh karena orang banyak
yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakan, supaya mereka percaya,
bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku’.
Karena itu , bila ada orang Kristen yang selalu minta ‘tanda
mujizat’, itu menyakiti hati atau memuliakan Allah??? Selidiki juga peristiwa penyembuhan orang
yang buta sejak lahir, dan penyembuhan sepuluh orang kusta dalam Yohanes 9 dan
Lukas 17 : 11 - 19.
Baik,
kini kita perhatikan lebih dalam. Kita
teliti sekarang Keluaran 6 : 5 - 7. Sebab itu katakanlah kepada orang Israel;
Akulah Tuhan, Aku akan membebaskan kamu dari kerja paksa orang Mesir, melepaskan
kamu dari perbudakan mereka dan menebus kamu dengan tangan yang teracung dan
dengan hukuman-hukuman yang berat (Ini yang tadi disebut dalam Keluaran pasal
10 ayat 1 dan 2 di atas). Dan kemudian ayat 6a, Aku akan mengangkat kamu menjadi umatKu .
. . . Ayat ini kelihatannya mengungkapkan ‘tujuan
lain’ lagi pelepasan bangsa itu. Dalam
terjemahan yang lebih baik, kira-kira bunyinya Dan Aku akan mengangkat kamu
menjadi suatu umat bagiKu.
Terjemahan terakhir sengaja saya tonjolkan mengingat adanya suatu arti
yang amat dalam. Dalam terjemahan
pertama ‘menjadi umatKu’ sangat terasa mempunyai arti ‘hak
milik’. Artinya mereka yang
telah dibebaskan itu menjadi milik Allah (mutlak). Itu sebabnya kita sering mendengar kata-kata
‘Allah menghukum / mengutuk umatnya yang berbuat salah / dosa’. Ini karena kedudukannya adalah Dia yang
memiliki kita, sehingga Dia dapat saja berbuat apa yang Dia mau terhadap kita,
yang dimilikinya. Derajatnya, Dia ada
jauh di atas dan manusia jauh di bawah.
Sedangkan,
dalam terjemahan kedua ‘menjadi suatu umat bagiKu’
mengandung arti lebih indah. Di sini
terlihat bahwa manusia, yang dahulunya
hidup dalam dosa, menyebut Tuhan itu Allah saja haram hukumnya, namun bila ia
mau percaya pada Allah itu dan kemudian mau menerimaNya sebagai Allahnya, maka
ia diangkat menjadi ‘umat bagiNya’.
Artinya menjadi ‘sederajat’ dengan Allah.
Saya
akan memberi contoh yang terjadi dalam hidup kita sehari-hari. Kita mengetahui bahwa wanita itu diciptakan
setingkat lebih rendah daripada laki-laki.
(Saya harap yang wanita jangan tersinggung pada saya lagi, ini kan
kenyataan. Bukankah wanita itu selalu
‘menjadi korban’ laki-laki? Tentunya ini
di luar Kristus! Di hadapan Tuhan
semuanya sama.) Itu sebabnya pada
umumnya dalam pernikahan, wanita ‘dibeli’ oleh laki-laki ‘untuk menjadi
istrinya’. Jadi tanpa disadari akhirnya
wanita dapat diperlakukan sesuka hati / seenak suaminya. Ini terjadi karena adanya pemikiran bahwa
setelah ‘dibeli’, wanita itu ‘menjadi miliknya penuh’. Lain dengan istilah ‘menjadi istri
bagiku’. Dalam hal kedua ini mengandung
arti, tujuan seorang laki-laki ‘membeli’ seorang wanita itu adalah untuk
‘menjadikan wanita itu istri bagi dirinya’.
Di sini unsur, ‘mengangkat martabat’ wanita itu menjadi sederajat dengan
yang membelinya (sang laki-laki), sangat kuat.
Dia sudah bukan sekedar wanita yang lebih rendah, yang hanya berkewajiban
melayani (hamba) suaminya, namun dia juga berhak menerima kasih dari
suaminya. Ia ‘dibeli’ tidak untuk
‘dimiliki’, namun untuk dijadikan ‘sederajat’!
Kalimat
berikut dalam ayat 6B,
. . .
dan Aku akan menjadi Allahmu,
. . .
(Dalam terjemahan lain
. . .
Dan Aku akan menjadi Allah bagimu,
. . ..
Bagi saya, inilah tujuan utama Allah membebaskan bangsa Israel, persis
seperti tujuan Allah menebus manusia dari dosa, yaitu supaya Ia dapat menjadi Allah bagi kita. Arti dalam bahasa ‘menjadi Allah bagimu’
merupakan ungkapan bahwa Ia rela menurunkan derajatNya sebagai Allah, supaya Ia
dapat mengangkat manusia berdosa itu menjadi sederajat dengan diriNya. Itu sebabnya hanya di dalam Kekristenan,
hubungan Allah dengan umatnya itu disebut hubungan antara Bapa dan anak!
Pertanyaannya
sekarang, apa sebab Ia sangat ingin menjadi Allah bagi
manusia? Jawabannya sangat sederhana,
yaitu supaya Ia dapat membimbing manusia yang telah berdosa itu kembali ke
dalam kebenaran, ke dalam kasih yang murni, melindungi jiwanya dari dosa, dan
sebagainya.
Keluar
sedikit dari tujuan tulisan ini, izinkanlah saya ‘mempermainkan kata-kata’
dalam upacara pernikahan. Dalam sebuah
upacara pernikahan di Gereja, dapat dikatakan selalu ada dialog / tanya jawab
antara Pendeta dengan kedua mempelai.
Dalam percakapan itu ada pertanyaan dari Pendeta kepada mempelai
laki-laki, kira-kira bunyinya ‘Maukah Saudara menjadikan wanita di sebelah ini
istrimu?’. Yang tentunya dijawab
‘Ya’. Kalau dijawabnya lain, ya batal
nikahnya. Arti dalam kata-kata
‘menjadikan wanita ini istrimu’ dapat juga ditafsir menjadi maukah si mempelai
laki-laki ‘membentuk wanita itu menjadi istri yang sesuai dengan seleranya’,
jadi si laki-laki yang memaksa istri menjadi apa yang ia inginkan (ingat ini
hanya permainan bahasa!). Jadi kalau
istrinya nanti salah, ya diomeli, kalau perlu dipukul dan digampar. ‘Habis, dia kan milikku!’ Hal inilah yang selalu menimbulkan
pertengkaran dalam keluarga. Suami ingin
membentuk / menuntut istri menurut keinginannya, dan sebaliknya juga begitu.
Bila
saya menggunakan bahasa lain, ‘Maukah Saudara menjadikan diri Anda satu-satunya
suami bagi wanita ini?’. Maksud kalimat
‘menjadikan diri Anda suami’ adalah bahwa si mempelai laki-laki itu ‘harus
membentuk dirinya menjadi suami’ yang sesuai dengan harapan istrinya, yaitu
mengasihinya dengan tulus. Sehingga dengan sendirinya wanita itu menjadi
‘tunduk’ (karena rasa kasih suami yang dia dapatkan). Itu sebabnya dalam Efesus 5 : 22 dan 25
dikatakan Hai istri, tunduklah pada suamimu seperti kepada Tuhan. Dan Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana
Kristus telah mengasihi Jemaat dan telah menyerahkan diriNya baginya. Di sini terlihat jelas bahwa istri itu akan
dengan sendirinya tunduk pada suami, bila suami ‘menuntut dirinya sendiri’
untuk mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi JemaatNya! Inilah tujuan yang benar dalam peristiwa
seorang laki-laki ‘membeli’ seorang wanita untuk menjadi istrinya!
Persoalannya,
bagaimana seorang istri dapat menjadi istri yang baik? Ia akan menjadi istri yang baik, hanya
apabila suami berhasil membentuk dirinya menjadi suami yang mengasihinya
seperti Allah mengasihi JemaatNya.
Begitu juga suami, ia akan menjadi suami yang baik hanya bila istri juga
berhasil membentuk dirinya menjadi istri yang menyerahkan total hidupnya,
melayani dan tunduk kepada suaminya akibat kasih yang besar yang telah diterima
dari suaminya. Seperti Jemaat Allah,
yang tunduk, melayani dan menyerahkan hidupnya pada Allah karena Ia telah
terlebih dahulu mengorbankan diriNya di atas kayu salib. Bilamana salah satu tidak berhasil menjadikan
dirinya sebagaimana yang seharusnya, pernikahan itu pasti gagal! Hal-hal tersebut di atas dapat terjadi dengan
sendirinya hanya apabila hubungan keduanya dengan Allah benar. Itu sebabnya Paulus berkata, Rahasia
ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat. Jadi
kuncinya terletak sejauh mana hubungan kita dengan Allah.
Bila
Anda meneliti sendiri bagian ini di Efesus, dan kemudian dibiaskan ke seluruh
Alkitab, maka Anda akan melihat sesuatu yang sangat indah dan sangat bertolak
belakang dengan ‘hukum dunia’ ini. Mari
kita perhatikan, di dalam ‘hukum dunia’,
bila si lemah bentrok dengan si kuat, maka, untuk menyelesaikan persoalannya,
jalannya hanyalah si lemah harus ‘menurunkan’ diri / derajatnya lagi lebih
rendah di hadapan si kuat. (Kenyataan ini
tidak pernah berhasil). Namun dalam
‘hukum Kristus’, terbalik. Si kuatlah
yang harus turun lebih rendah dari si rendah, maka persoalannya pasti selesai. Karena
kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh
karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh
karena kemiskinanNya II
Korintus 8 : 9.
Begitu juga dalam hubungan suami-istri, bila ada sesuatu masalah, maka
si kuatlah yang seharusnya merendahkan derajatnya, sebagai laki-laki, lebih rendah
dari yang rendah, maka persoalannya pasti akan terselesaikan. Makanya, makna kalimat Rahasia ini besar, .
. . dalam sekali.
Kembali
pada tujuan keselamatan yang Allah lakukan di atas. Jadi satu-satunya
tujuan Allah menyelamatkan manusia itu adalah karena Ia ingin kembali menjadi
Allah bagi manusia, supaya Ia dapat mencurahkan kasihNya, membimbing manusia
kembali ke dalam kebenaran dan melindungi jiwanya dari dosa, dan sebagainya.
Masalahnya,
bagaimana Ia dapat menjadi Allah yang benar-benar Allah bagi kita apabila kita
tidak mau / rindu menjadi JemaatNya yang benar-benar benar??? Pertanyaan berikut, Jemaat yang benar-benar benar itu yang bagaimana? Kita kembali pada pasal 3 : 18 di atas, yaitu memberikan korban / mempersembahkan
seluruh hidupnya kepada Allahnya!!!
Coba kita rangkaikan dengan ayat yang mengatakan Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan
kamu, supaya kamu mempersembahkan
tubuhmu sebagai persembahan, yang hidup, yang kudus dan yang berkenan
kepada Allah : itu adalah ibadahmu yang
sejati (Roma 12 : 1). Jadi di luar itu, tidak ada ibadah yang
berkenan di hadapan Allah, ingat itu baik-baik.
Inilah yang sebenarnya disebut sebagai hidup baru atau juga dikenal
sebagai ciptaan baru. Dahulu (sebelum
ditemukan Yesus) kita hidup untuk diri sendiri, namun kini (setelah ditemukan
Yesus) hidupku bukan untuk diriku lagi melainkan Dia yang telah menebus aku!
Bagaimana
seseorang dapat mempersembahkan hidupnya total kepada Allah? Dihimbau?
Diajar? Diperintah? Omong kosong, hal itu tidak pernah akan dapat
terjadi! Sebab kodrat manusia adalah
egoistis! Kita kutip II Korintus 5 : 14
- 15. Karena kasih Kristus yang
menguasai kami, karena kami telah
mengerti, bahwa jika satu orang
sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus telah mati untuk semua orang,
supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk
Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.
Saya
ingin menerangkan beberapa kata / kalimat yang sangat menarik untuk disimak
dalam ayat di atas. Pertama, istilah ‘mengerti’. Berapa banyak orang Kristen mengerti benar
apa arti ‘mengerti’ di sini? Izinkanlah saya memberi contoh. Misalnya saya ini anak seorang raja dan masih
bujangan. Pada suatu saat saya melihat
ada seorang perempuan muda yang hidupnya sebagai sundal. Seorang pelacur itu kan pasti masuk
neraka. Bukan karena ia melayani banyak
laki-laki, sebagaimana kata orang pada umumnya.
Bagi saya ia berdosa karena ‘menjual kasih’ pada orang (menyenangkan
/memuaskan orang lain demi imbalan / pahala).
Lalu
karena kasih saya yang tulus, maka saya harus membebaskannya dari tangan
mucikarinya. Tujuan saya hanya satu,
supaya anak itu tidak lagi hidup dalam dosa melainkan hidup dalam kebenaran, apa
yang harus saya lakukan? Karena
mucikarinya menuntut tebusan satu milyar rupiah, maka saya bayar tunai. Bila setelah saya tebus itu, saya menaruhnya di pinggir jalan, kira-kira dia
jadi pelacur lagi tidak? Anda pasti
setuju bahwa jalan satu-satunya, setelah saya ‘tebus’ adalah, saya harus mau menjadikan
dia istri saya, bukan?! Sejak itu ia
menjadi istri bagiku.
Nah
sekarang, kita lihat apa itu arti ‘mengerti’
di atas. Pengertian pertama, setelah dia
menjadi istri, timbullah pikiran di
hatinya. “Wah, aku ‘mengerti’ sekarang
bahwa dia ini raja yang kaya sekali, dia mengasihiku begitu rupa sehingga dia
sudi menebus dan memperistri diriku.
Maka hidupku pasti lebih enak, selain aku tinggal di rumahnya yang mewah,
bila aku dapat menyenangkannya, aku pasti dapat upah / pahala; bila aku dapat
memuaskannya, aku akan minta uang sekian, sebab dulu waktu aku jadi pelacur,
aku dapat uang melimpah. Nah sekarang,
pasti lebih melimpah lagi, walau aku hanya melayani satu orang saja.” Kira-kira, kira-kira saja, wanita itu sudah
menjadi istri saya atau tetap pelacur (walau hanya melayani satu orang saja)?
Pengertian
kedua. Setelah ia menjadi istri saya,
karena untuk menebus dia itu, semua harta saya ludas, sehingga saya tinggal di
kolong jembatan. Ia berpikir dalam
hatinya, “Wah, aku mengerti betapa besar kasihnya kepadaku, sehingga ia memiskinkan dirinya,
seumur hidupku ini.” Dalam kedua contoh
di atas, manakah yang disebut ‘mengerti’? Di sini saya sengaja memberi contoh ‘anak
raja’ dan ‘orang biasa’ untuk menghindari kesalah pahaman tentang arti
‘mengerti’.
Kedua,
kalimat yang saya yakin semua orang Kristen telah tahu, (soal Anda ‘mengerti’ atau tidak, itu yang saya
tidak tahu) yaitu ‘Kristus telah mati
untuk semua orang’. Itu sebabnya
tidak akan saya uraikan lagi di sini.
Renungkanlah pengertian kalimat di atas ini sendiri.
Ketiga,
kalimat ‘supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri,
tetapi untuk Dia, yang telah mati
. . .’. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan. A). istilah ‘supaya
mereka’, kata-kata ini menyiratkan arti ‘akibat’ dan sama sekali bukan
‘perintah’. B). ‘tidak lagi hidup untuk dirinya’,
artinya tujuan hidupnya sudah bukan untuk dirinya sendiri lagi. C). ‘tetapi untuk Dia yang telah mati (bagi
kita)’, artinya tujuan hidupnya menjadi untuk kepentingan Dia yang
telah mati bagi kita.
Bila
kita gabungkan semua pengertian di atas, maka dengan sederhana dapat kita tulis
sebagai berikut. Bila saja kita mau ‘mengerti’ bahwa karena kasihNya, Yesus telah rela
mati untuk kita, maka akibatnya kita, dengan sendirinya, akan mati bagi diri
kita sendiri dan menyerahkan total hidup ini untuk Dia. Hanya karena kasihNya yang besar itulah maka
hal ini dapat terjadi (Sebab kasih
Kristus yang menguasai kami). Di
sinilah arti ‘keselamatan itu semata-mata oleh anugerahNya’.
Jadi
jelas sekarang, bahwa menjadi Jemaat yang mempersembahkan hidupnya pada Allah
itu sekali-kali bukan karena dihimbau bahkan bukan karena diperintah (seperti
layaknya orang yang tidak mengenal Allah), melainkan karena akibat ‘pengertian’ yang benar tentang ‘arti penebusan / penyelamatan’
manusia oleh Allah!
Kita
kembali ke Keluaran 6 : 6 - 7, (saya kutip ulang dengan lengkap). Aku
akan mengangkat kamu menjadi umatKu (suatu umat bagiKu) dan Aku akan menjadi
Allahmu ( Allah bagimu), supaya kamu mengetahui (mengenal), bahwa Akulah,
Tuhan, Allahmu, yang membebaskan kamu
dari kerja paksa orang Mesir. Dan Aku
akan membawa kamu ke negeri yang dengan sumpah telah Kujanjikan memberikannya
kepada Abraham, Ishak dan Yakub, dan Aku akan memberikannya kepadamu untuk
menjadi milikmu; Akulah Tuhan.
Setelah
Anda membaca bagian ini, izinkanlah saya bertanya. Apakah Kanaan / surga itu sebenarnya
merupakan tujuan utama orang Israel dibebaskan / manusia diselamatkan oleh
Yesus? Atau akibat samping saja? Mana yang lebih indah, hubungan kita dengan
Allah dalam pengertian yang benar atau dapat upah / pahala / surganya?
0 comments:
Post a Comment