Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Monday, May 20, 2013

DOA



Sebelum kita membahas ‘RAHASIA  DOA  DAN  PUASA’ baiklah kita mengetahui dahulu beberapa hal tentang penulisan Alkitab.  Sebenarnya pada saat para Penulis menulis Kitab-kitab dalam Alkitab, mereka tidak mencantumkan pasal-pasal dan ayat-ayat, apalagi perikop-perikop di dalamnya.  Mereka menulisnya seperti orang menulis suatu karangan biasa.  Namun kemudian pada saat Kitab-kitab itu disusun menjadi Alkitab, barulah Kitab-kitab itu dibagi dalam pasal dan ayat, dan juga perikop.  Ini untuk mempermudah orang membacanya.  Namun tanpa disadari justru hal itu secara tidak langsung telah mencabik-cabik isi keseluruhannya.  Memang pada tempat-tempat tertentu hal itu tidak akan menimbulkan masalah serius.

Mari kita simak langsung Matius pasal 6.  Dalam pasal ini dibagi 5 bagian, pertama Hal memberi sedekah, kemudian Hal berdoa, lalu Hal berpuasa, Hal mengumpulkan harta dan akhirnya Hal kekuatiran.  Dengan pembagian tersebut pasal ini menjadi tercabik, yang akhirnya dapat memberikan pengertian yang salah.  Dalam tulisan ini mari kita coba menghilangkan tema-tema yang ada di dalamnya.  Maka kita akan melihat suatu  PESAN yang sangat dalam.  Dalam hal ini kita tidak akan mulai dari ayat pertama, karena bagian ini tidak ada kaitan dengan yang di bawahnya.  Jadi kita akan mulai dari ayat lima.  Tentu saja pemenggalan tidak mutlak salah bila dilakukan dengan hati-hati.



I.    D   O   A

A.

Ayat 5 dan 6 mengungkap cara berdoa, luarnya saja dan bukan isinya.  Ayat 7 dan 8 mulai masuk ke dalam.  Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah.  Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan.  Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu memintanya.  Perhatikan istilah jangan bertele-tele, yang artinya tidak perlu harus diulang-ulang dan berkepanjangan.  Jadi orang yang berdoa berkepanjangan itu, tidak mengenal Allah.  Sebab Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan.  Bedakah kata-kata yang kamu perlukan dengan yang kamu inginkan???

Dalam ayat berikut kita baca,  Karena itu berdoalah demikian : Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah namaMu.  Kata-kata Bapa kami yang di sorga sebenarnya adalah menerangkan hubungan antara yang berdoa dengan Allahnya adalah antara anak dengan Bapanya.  Perlu dijelaskan di sini bahwa kita tidak dapat seenaknya begitu saja mengaku diri kita adalah anak Allah!   Akhir-akhir ini banyak orang mengaku dirinya sebagai anak Allah, dan bahkan mengaku sebagai Hamba Allah, apa itu pasti benar???   Dalam Roma 8 : 16 dikatakan Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.  Di sini jelas diungkapkan bahwa harus ada juga pengakuan dari Roh Allah bahwa kita adalah anak Allah.  Banyak orang mengaku sebagai anak Allah atau Hamba Tuhan, namun persoalannya apakah Allah mengakui mereka sebagai anakNya atau HambaNya, itu masalah lain!!!   Harus ada bukti-bukti lain sebagai anak Allah.
Mari kita simak masalah ini.  Banyak orang hanya mengutip satu dua ayat, memegangnya erat-erat, lalu ‘mengimaninya’.  Sangkanya dengan demikian ia sudah menjadi ‘anak Allah’, atau kalau sudah dapat ‘berkhotbah hebat’, dapat ‘berbuat mujizat’, disegani orang, lalu menganggap dirinya ‘Hamba Allah’.  Tunggu dulu!

Ayat yang mereka pegang biasanya, Yohanes 1 : 12 - 13   Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya;  orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.

Atau Roma 10 : 9 - 10,   Sebab jika kamu mengakui dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.  Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.

Atau I Yohanes 1 : 9, Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.  Dan masih banyak ayat semacam itu, yang dikutip tanpa melihat bagian lain dari Alkitab.

Pertama kita akan membahas dahulu istilah ‘percaya’.  Orang mengira ‘percaya’ yang dimaksud dalam Alkitab adalah percaya seperti kalau kita percaya bahwa kini orang telah dapat mendarat di bulan; percaya kalau di kutub utara itu penuh dengan salju yang menakjubkan, dan sebagainya.  Itulah kesalahannya!  Kita baca Yohanes 2 : 23 - 25   Dan sementara Ia di Yerusalem selama hari raya Paskah, banyak orang percaya dalam namaNya, karena telah melihat tanda-tanda yang dilakukanNya.  Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diriNya kepada mereka, dan karena tidak perlu seorangpun memberi kesaksian kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia.

Dalam ayat tersebut jelas sekali kita baca bahwa percaya orang banyak itu tidak menyelamatkan mereka.  Dalam ayat itu juga terlihat jelas tidak perlu seorang memberi kesaksian kepadaNya (bersaksi bahwa dirinya adalah orang percaya / anak Allah), karena Allah menilik hati manusia, dan bukan ‘pengakuan manusia’.  Boleh-boleh saja seseorang mengaku sebagai anak Allah di hadapan manusia.  Tetapi apakah Allah mengakuinya sebagai anakNya?

Dalam Yakobus 2 : 19 tertulis   Engkau percaya bahwa hanya ada satu Allah saja?  Itu baik!  Tetapi setan-setanpun percaya juga akan hal itu dan mereka gemetar.  Di sini juga jelas dikatakan bahwa  Iblispun percaya dan bahkan takut (gemetar) pada Allah.   Lalu apakah Setan juga selamat?

Yohanes 7 : 38 menegaskan,   Barangsiapa percaya kepadaKu, seperti yang dikatakan Kitab Suci; dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.  Percaya yang bagaimana itu?  Untuk jelasnya, baca juga tulisan lain saya dengan judul ‘Pengenalan akan Allah’.


Kedua, apa arti diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah.  Biasanya kita hanya memterjemahkannya sebagai diberi kuasa untuk dapat masuk ke dalam rumahNya (sorga) sebagai waris (seperti layaknya seseorang mendapat warisan rumah dari orang-tuanya yang mati), itu terlalu dangkal kalau tidak dikatakan salah.

Untuk menjelaskan maksud itu izinkanlah saya memberi suatu contoh.  Misalnya pada suatu saat saya dipanggil oleh seorang raja.  Dan ia berkata pada saya, “Percayakah kamu bahwa aku dapat menjadikan kamu ‘anakku’?”  Bila saya tidak percaya, maka saya tidak akan pernah menjadi anaknya.  Namun bila saya katakan ‘Percaya’.  Maka sejak hari itu saya diberi kuasa menjadi anaknya.  Baik.  Tapi apa artinya?  Kita lihat ungkapan di bawah.

Kita lihat dahulu apa arti menjadi anak.  Setelah saya jadi ‘anak raja’ tadi, bagaimana sikap saya?  Sikap pertama, saya langsung menikmati istananya, kekayaan Bapak (baru) saya.  Pokok kata, sebagai ‘anak raja’, semua ada, tidak ada kesulitan lagi, semua beres.  ‘Kan, namanya saja ‘anak raja’!

Atau yang kedua, saya berkata pada Bapak baru saya tadi, ‘Bila Bapak benar-benar menginginkan saya jadi anak Bapak, izinkanlah saya mengabdikan diri saya, sebagai anak kepada Bapak.  Apapun yang Bapak ingin saya perbuat, itu akan saya lakukan dengan tulus dan kasih’.

Dari kedua sikap ini, mana yang sebenarnya dapat disebut ‘menjadi anak’ itu?  Saya yakin Anda dapat menilainya sendiri.

Kini kita lihat arti diberi kuasa.  Dalam contoh tadi, ternyata alasan raja memungut saya jadi anaknya adalah karena ia melihat saya dan kasihan pada saya karena saya ini seorang idiot.  Dan tujuan utamanya adalah supaya saya menjadi ‘orang’.  Karena raja itu bukan raja biasa, ia memiliki ‘ilmu mentransfer pribadinya’ ke dalam orang lain.  Maka pada saat saya menyatakan ingin mengabdikan diri kepadanya, ia ‘mentransfer pribadinya’ itu ke dalam diri saya, sehingga ‘pribadinya’ masuk ke dalam diri saya, dan saya mampu menjadi seperti dia.  Orang yang kemudian mengenal saya akan mengatakan bahwa saya ini persis Bapak (baru) saya itu.

Sama dengan contoh di atas, Tuhan melihat kita manusia yang tidak mungkin berbuat benar.  Dia mengasihi kita, dan ingin menjadikan kita anakNya.  Dia mengirimkan AnakNya yang tunggal, mati di Golgota.  Supaya barangsiapa percaya, ia akan menjadi anakNya.  Baik.  Namun pertanyaannya sekarang, anak yang bagaimana?  Anak yang menuntut untuk menikmati harta Bapanya atau orang yang ingin mengabdikan dirinya pada Bapanya, yang pantas disebut sebagai anakNya???  Saya juga yakin Anda tahu jawabannya.

Bagi mereka yang ingin mengabdikan diri kepada Bapanyalah yang akan diberi kuasa / kemampuan untuk menjadi (memiliki sifat-sifat) seperti Bapanya yang baru.  Dengan cara memasukkan ‘FirmanNya’, yang adalah diriNya sendiri (Yohanes 1 : 1, 14), ke dalam diri mereka (itu sebabnya hanya di dalam Kekristenan ada istilah ‘Allah tinggal di dalam diri manusia, Immanuel), jadi sifat-sifatNya menyertai mereka di manapun mereka berada.  Sehingga orang yang melihat mereka berkata : ‘Ia pantas disebut anak Raja / Allah’.  Jangan sekali-kali kita sendiri yang berkoar mengaku anak Raja!  Yesus yang asli Anak Raja saja tidak pernah tepuk dada menyatakan diriNya sebagai Anak Raja.  Sebaliknya Ia selalu menyebut diriNya ‘anak manusia’.  Orang lainlah yang mengakuiNya sebagai Anak Allah!  Sekarang ini saya melihat kebalikannya!  Itu sebabnya kita sering mendengar bahasa ‘orang Kristen koq begitu’!

Satu lagi bukti siapa itu yang layak disebut sebagai anakNya.  Kita lihat kembali Roma 8 : 14 - 17  Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.  Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah.  Oleh Roh itu kita berseru : ‘Ya, Abba, ya Bapa!’  Roh itu bersaksi bersama roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.  Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia. 

Jadi yang pantas disebut sebagai anak adalah mereka yang ‘diberi kuasa’ untuk dapat ikut menderita bersama-sama dengan Dia!  Inilah yang disebut sebagai orang-orang yang melakukan ‘Firman Allah’ / pelaku Firman!

Kita lihat sekarang Matius 7 : 21 Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu : Tuhan, Tuhan!  Akan masuk ke dalam Kerajaan surga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di surga.  ‘Orang yang berseru-seru’ di sini kira-kira orang yang percaya Yesus atau bukan?  Namun ternyata selamat atau tidak?  Dan dikatakan hanya orang yang melakukan kehendak Bapa atau dengan kata lain ‘hanya pelaku Firman’ yang diselamatkan!  Pelaku Firman di sini bukan orang yang melakukan perintah Allah (firman Allah) dengan kekuatannya sebagai manusia, melainkan karena adanya Roh Allah (Firman Allah) yang tinggaal dalam dirinya, yang dengan kuasaNya memimpin hidupnya.

Lalu bagaimana dengan orang yang mengaku-ngaku sebagai ‘Hamba Tuhan’?  Kita baca ayat berikutnya   Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu : Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan mujizat demi namaMu juga?  Pada waktu itu Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata : Aku tidak pernah mengenal kamu!  Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!

Kira-kira yang dimaksud Tuhan di sini siapa?  Menurut saya mereka pasti orang-orang yang menganggap dirinya ‘Hamba Tuhan yang dipakai luar biasa’!  Mereka tidak saja berani bertepuk dada di hadapan manusia, bahkan di hadapan Allahpun mereka berani mengangkat dirinya!  Namun ternyata Yesus kenal merekapun tidak!  Ini yang saya katakan di atas, apakah Yesus mengakui mereka atau tidak?!

Mengapa demikian?  Karena sebenarnya mereka itu adalah penghujat!!!  Buktinya?  Bukankah mereka sendiri yang mengatakan bahwa ayat dalam Matius 28 : 19 yang berbunyi Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu,   .   .   .,  adalah amanat agung Yesus?  Namun kenyataannya?  Berapa banyak orang, yang merasa dirinya dipakai Allah itu justru yang merusak amanat agung tersebut dengan cara mengambil alih fungsi Yesus sebagai Guru, dengan mengangkat dirinya menjadi guru bagi banyak orang.  Apakah hal ini masih Anda anggap remeh?  Terasa janggal tidak kalau ada pendeta yang merasa bangga kalau punya Jemaat / murid banyak?!

Pada suatu saat Yesus mengutus 70 murid untuk ‘menginjil’.  Dalam tugas itu, mereka sangat bangga karena ternyata setan-setan takluk pada mereka ‘karena / demi nama Yesus’.  Namun apa komentar Yesus?  Perhatikan Lukas 10 : 17 dan 20,   Kemudian ketujuh-puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata : ‘Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi namaMu’.   ‘Namun demikian, janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di surga.’   Dalam kedua ayat ini dengan jelas terlihat bahwa sekalipun setan takut pada kita karena nama Yesus (dipakai Tuhan), tidak berarti bahwa nama kita sudah pasti terdaftar di surga (tidak diakui sebagai hamba Tuhan).

Kita lihat apa kata Paulus tentang dirinya, yang sudah jelas-jelas adalah rasul Allah, orang yang dipakai Allah.  Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak   I Korintus 9 : 27.   Satu contoh lagi yang dengan sangat jelas menerangkan bahwa tidak semua orang yang merasa dirinya ‘dipakai’ Allah itu pasti diakui Allah sebagai hambaNya.

Saya harap uraian di atas cukup jelas.  Sebenarnya masih banyak bukti yang dapat diperoleh dalam Alkitab, asal saja kita mau menelitinya dengan cermat.

Kita kembali ke Matius 6 : 9, pada kalimat berikut, Dikuduskanlah namaMu.   Kalimat ini bukan berarti bahwa nama Allah itu belum kudus, lalu kitalah yang berkewajiban mengkuduskanNya.  Nama Allah itu memang sudah maha kudus dari semula, tanpa perlu usaha dari manusia.  Jadi arti ‘dikuduskan namaMu’ di sini adalah, kita sebagai anak sudah sewajarnya tidak mencemarkan nama Bapa kita dengan melakukan apa yang tidak sesuai dengan kehendakNya.  Dari perbuatan orang Kristen orang menilai kekudusan Allahnya.  Dengan perkataan lain, isi doa seorang anak (yang baik) adalah supaya ia dapat melakukan sesuatu guna dapat ‘mengkuduskan’ nama Bapanya.

Ayat 10 mengatakan datanglah KerajaanMu.  Ini juga bukan berarti surganya turun ke dunia.  Alkitab tidak pernah menterjemahkan Kerajaan Allah sebagai surga berlantai emas.  ‘Kerajaan’ di sini bukan tempatnya, namun wibawa / kedaulatan atau pribadi Allah sendiri.  Bila kita melihat kerajaan dunia, bukankan di mana raja berada, di situlah kerajaannya berada?   Jadi untuk kita dapat ‘mengkuduskan namaNya’, ‘kerajaan Allah’ itu harus ‘turun’ ke dalam diri kita, itu sebabnya dalam Yohanes 15 : 4 tertulis   Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.  Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.

Jadilah kehendakMu di bumi seperti di surga.  Kalimat ini mencerminkan kerinduan seorang anak untuk melakukan apa yang direncanakan (kehendak) Bapanya yang di surga, di dalam hidupnya di bumi ini.  Perhatikanlah doa Yesus di taman Gethsemani.  Jadi bila kerinduan seperti ini tidak ada dalam diri seseorang, jangan harap doanya ditanggapi Allah.

Dalam ayat berikut jelas-jelas dinyatakan bahwa untuk kebutuhan hidup sehari-hari (badaniah) cukup untuk ‘dari sehari ke sehari’, itu saja!  Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya!   Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran yang ‘meminta hidup berkelimpahan’  (theologi kemakmuran)!!!

Coba kita membuka Yakobus 4 : 13 - 14,   Jadi sekarang, hai kamu yang berkata : ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’, sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok.  Apakah arti hidupmu?  Hidupmu itu sama seperti uang yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.

Ayat 12,  dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.   Ayat ini tidak dapat diterjemahkan bahwa Allah mengampuni kita itu karena akibat kita telah (mampu) mengampuni kesalahan orang kepada kita.  Sebab tak seorang manusia dapat mengampuni kesalahan orang kecuali Allah ada di dalam dirinya.  Jadi ayat ini menyiratkan kerinduan seorang anak untuk dapat memiliki kasih yang ada di dalam diri Bapanya.  Kasih yang dapat mengampuni orang yang berbuat salah pada kita seperti  Dia telah mengampuni mereka yang telah menyalibkan Dia.  (Adakah doa seperti ini dalam diri kita sebagai seorang Kristen zaman sekarang ini?)

Ayat 13A, Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.  Perhatikan kalimat ini.  Semua anak manusia tidak ada yang mau masuk ke dalam pencobaan.  Yesuspun tidak!  Perhatikan doaNya di Gethsemani, ‘singkirkanlah cawan ini’ kalau boleh (sebagai anak manusia).  Ini wajar mengingat manusia menyadari keterbatasan kemampuanya.  Kita tidak dapat menjamin kalau kita bakal dapat mengatasi masalah yang kita hadapi.  Namun, bila ‘masuk ke dalam pencobaan’ itu merupakan suatu keharusan, maka hal yang kedua adalah, 

ayat 13B, lepaskanlah kami dari pada yang jahat.   Pada umumnya ‘yang jahat’ di sini diterjemahkan sebagai sesuatu yang tidak baik, yang tidak kita inginkan, yang menimpa diri kita.  Namun coba kita pikir ini, ‘yang jahat’ itu sebenarnya ‘apa yang tidak kita inginkan yang terjadi (menimpa) pada diri kita’ (sesuatu, yang tidak baik, yang dari luar menimpa kehidupan kita), atau ‘sesuatu yang bukan kehendak Allah yang keluar dari hati kita’ (sesuatu yang tidak baik yang keluar dari hati kita)?  Ingat, yang najis itu bukan yang masuk ke dalam, tapi yang keluar dari dalam hati manusia!!!

Jadi bila kedua kalimat dalam ayat ini digabung, dengan sederhana dapat diartikan ‘singkirkanlah cawan (pencobaan) ini, kalau boleh.  Namun kalau toh harus kita minum, jangan sampai ada niat jahat (pengkhianatan) keluar dari hati kita’!

Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya.  Amin.  Artinya, bukankah hanya Dia yang empunya wibawa / kuasa untuk dapat memberi kuasa / kemampuan kepada manusia supaya manusia dapat mempermuliakan diriNya?  Itu sebabnya hanya kepadaDia sajalah manusia dapat berharap untuk dapat hidup benar, dan bukan pada manusia, termasuk dirinya sendiri!

Ayat 14 - 15, Karena jika kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga.  Tetapi jika kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.  Isi ayat di atas ini adalah bila kita tidak dapat mengampuni kesalahan orang lain, itu berarti Tuhan belum mengampuni dosa kita.  Ini berarti bahwa Allah belum ada di dalam diri kita.  Dengan kata lain, sebenarnya kita bukan milik / anak Allah!

Inilah garis besar isi kerinduan seseorang, sebagai anakNya, yang ingin menaikkan doa dan melakukan puasa yang benar di hadapan Allah, Bapanya.

Ayat 16 - 18 hanya mengungkapkan masalah cara luar seseorang berpuasa.  Namun ayat-ayat berikutnya justru merupakan inti isi doa dan puasa yang benar, yang biasanya dipisahkan dari ayat-ayat sebelumnya tadi.

Ayat 19, Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi ini; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.   Biasa diterjemahkan menjadi orang yang mencari uang dalam dunia ini, dan menjadikan dirinya ‘tidak berkenan’ di hadapan Allah.  Ayat ini dan ayat berikutnya yang menjadikan adanya istilah ‘full timer dan part timer’, karena salah menafsirkannya.  Padahal istilah di atas itu adalah ciptaan manusia yang tidak Alkitabiah!  Tampak jelas tercabiknya firman Tuhan.

Ayat ini sebenarnya mengungkapkan bahwa, janganlah kamu mencari (meminta) harta dunia yang fana dalam doamu kepada Allah!  Sebab Allah datang ke dalam dunia ini bukan untuk hal-hal badaniah.  Akhir-akhir ini semakin terlihat bahwa orang Kristenlah yang telah menjadikan Yesus itu dukun!  Coba perhatikan , apa yang diminta (isi doa) orang pada dukun; dengan tujuan apa orang berbondong-bondong ke gunung Kawi.  Dan bandingkan dengan isi doa orang Kristen pada Tuhannya.  Sama!!!

Ayat berikut,   Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di surga; di surga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.   Lagi-lagi orang menterjemahkannya sebagai usaha melakukan hal-hal rohani seperti rajin aktif di Gereja, baca Alkitab, mencari jiwa serta bayar perpuluhan dan lain sebagainya.  Kelihatannya memang baik, namun kita harus ingat bahwa ayat ini tidak boleh dipisahkan dari ayat-ayat sebelum dan sesudahnya!

Jadi ayat ini mudahnya diterjemahkan menjadi carilah (mintalah) hal-hal yang rohani dalam doa Anda kepada Tuhan.  Karena hal-hal yang rohani inilah yang membawa manusia ke dalam kebenaran Allah yang kekal sifatnya.

Bila kita gabung semuanya, kita lihat intinya.  Bila kita berdoa atau berpuasa, janganlah kita melakukan itu dengan tujuan memperoleh hal-hal (kepuasan) yang badaniah melainkan mintalah hal-hal (kepuasan) yang rohaniah saja.

Sebagai contoh, ada dua macam doa yang dapat menjelaskan perbedaan ke dua ayat tersebut.  Isi doa yang pertama, Tuhan terimakasih untuk hari yang baik ini.  Engkau tahu segala hal, (itu sebabnya saya beritahu lagi bahwa) pada hari ini saya harus pergi keluar kota untuk berdagang (mengajukan tender proyek besar); atau ke sekolah untuk ujian akhir, dan sebagainya.  Tuhan berilah aku untung besar (tenderku jangan ditolak); biarlah soalnya yang keluar adalah yang aku pelajari semalam, biar lulus; dan sebagainya.  Mengenai perpuluhan, tidak perlu kuatir, karena aku berjanji pasti akan kubayar’.  Kira-kira begitulah isi doa Anda.  Anda pasti tahu maksud saya. 

Isi doa yang kedua, Tuhan, terimakasih untuk hari yang baik ini.  Pada hari ini aku harus keluar kota untuk berdagang (mengajukan tender); ke sekolah untuk ujian akhir dan sebagainya.  Tuhan beri aku terangMu, supaya dalam  perdagangan; mengajukan tender; ujian di sekolah dan sebagainya itu, aku tidak berbuat dosa walau dagangku itu rugi; jangan timbul pikiran pikiran jahat bila tenderku ditolak; jangan timbul keinginanku untuk menyontek bila ternyata aku tidak dapat mengerjakan soal ujian nanti, dan sebagainya  (ingat ayat 13 di atas?).  Karena aku percaya bahwa hidupku ada di dalam tanganMu, kehidupan kebenaranku di hadapanMu jauh melebihi keberhasilan hidupku dalam dunia ini, dan semua yang Engkau berikan padaku itu baik bagiku’.   Kira-kira begitu isi doa yang kedua.  Anda juga pasti tahu maksud saya.

Pertanyaannya sekarang, doa manakah yang sebenarnya berkenan di hadapan Tuhan?  Tetapi doa yang mana yang kita naikkan selama ini?  Anda juga pasti tahu benar apa jawabannya!

Ayat 21, Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.  Ayat ini menerangkan bahwa dalam hidup manusia itu ada dua pilihan.  Mana yang dianggap paling penting, yang badani atau yang rohani.  Bila seseorang menganggap bahwa ‘hal-hal badani’ itu yang lebih penting, maka hati orang tersebut akan selalu memikirkan hal-hal yang badani.  Sebaliknya, bila seseorang itu sadar bahwa hidup manusia itu sementara, dan yang paling penting itu justru ‘hidup rohaninya’, maka ke manapun ia pergi, ia selalu rindu melakukan hal-hal yang berkenan pada Allah.

Ayat selanjutnya, 22 - 23   Mata adalah pelita tubuh.  Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu.  Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.  Ayat ini sangat erat hubungannya dengan ayat sebelumnya.  Pandangan mata seseorang itu sangat dipengaruhi oleh apa yang ada di dalam hati orang itu.

Orang yang menganggap bahwa ‘hal-hal badani’ itu lebih penting daripada ‘hal-hal rohani’, hatinya akan senantiasa terpaut pada ‘hal-hal badani’ itu, maka ‘pandangan mata’ mereka terhadap Alkitab, juga selalu menjurus ke arah yang badaniah! 

Contohnya, pada umumnya orang Kristen menterjemahkan berkat itu adalah uang atau kekayaan badani.  Coba tunjukkan adakah ayat yang menerangkan penjelasan seperti itu?  Pandangan semacam ini keluar dari orang yang hatinya ada pada ‘harta dunia’, maka jadilah mereka orang Kristen yang ‘bermata hijau’ alias mata duitan!  Yang saya dapatkan justru kebalikannya.

Dalam Yohanes 4 : 31 - 34 kita baca percakapan antara Yesus dan murid-muridNya.  Saat itu Yesus berkata : ‘PadaKu ada makanan (Rejeki, pada terjemahan lama) yang tidak kamu kenal’.  Waktu itu murid-murid menyangka itu adalah makanan / rejeki badaniah.  Lalu Yesus menjelaskan dengan gamblang, kataNya ‘MakananKu (rejeki / berkat) ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaanNya’.  Jadi jelas sekali bahwa bagi Yesus, makanan / rejeki / berkat itu adalah melakukan dan menyelesaikan kehendak Allah!  Pandangan ini timbul karena apa yang ada di dalam hatiNya adalah ‘harta yang dari surga’.  Pertanyaannya sekarang adalah, di manakah hatimu?

Itu sebabnya, hati-hatilah terhadap khotbah atau buku yang mengatakan bahwa hidup berkelimpahan itu adalah hidup yang berlimpah dengan harta dunia ini.  Itu sesat hukumnya!

Yesus berkata, ‘Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah.  Sebab lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah  Lukas 18 : 23 - 24.  Jadi bila sekarang ini kita ‘ingin menjadi kaya’, apa ini tidak berarti mencari kesulitan sendiri!?

Camkanlah ayat dalam Yakobus 4 : 4,   Hai kamu, orng-orang yang tidak setia (penyembah berhala)!  Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah?  Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya (adalah) musuh Allah.  Di sini sangat jelas dikatakan bahwa bila ada seseorang ingin menjadi sahabat dunia, itu berarti dia adalah musuh Allah!!!   Perhatikan istilah menjadikan dirinya musuh Allah, dan bukannya dimusuhi Allah.  Ingat Allah tidak pernah memusuhi manusia, karena Ia adalah kasih.

Ayat 24   Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan.  Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain.  Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.  Dari sini kita dapat melihat bahwa seseorang harus memilih satu di antara dua pilihan, yang badani (kekayaan dunia) atau yang rohani (kemuliaan Allah).  Sebab tak seorangpun dapat mengabdikan diri pada dua tuan, karena pada suatu saat kita pasti akan mengkhianati yang satu untuk menyenangkan yang lain.  Keinginan Allah adalah agar kita ‘mengkhianati’ yang badaniah supaya dapat mengasihi yang rohaniah.

Ayat 25, ‘Karena itu Aku berkata kepadamu : Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai.  Bukankah ‘Hidup’ itu lebih penting daripada makanan dan ‘Tubuh’ itu lebih penting daripada pakaian?  

Ayat ini jelas masih merupakan kelanjutan ayat-ayat sebelumnya, yang mengupas tentang doa dan puasa.  Dalam ayat tadi ada kalimat jangan kuatir akan ‘hidupmu’ dan janganlah kuatir pula akan ‘tubuhmu’.  Kalimat-kalimat ini jelas membicarakan tentang kekuatiran akan makan dan pakai bagi tubuh badani manusia.

Namun di bagian bawahnya, dan ‘Tubuh’ (rohani) itu lebih penting daripada ‘pakaian’ (badaniah)?  Ungkapan ini sebagai contoh bahwa tubuh badani kita ini memang memerlukan pakaian.  Namun mana yang lebih penting, ‘pembungkusnya’ atau ‘yang ada di dalamnya’?  Mana yang lebih baik, mengenakan pakaian seharga sejuta rupiah tapi ‘dalamnya’ kusta?  Atau ‘dalamnya’ sehat walau hanya mengenakan baju murah, bahkan mungkin telanjang? 

Ini sebagai kiasan kalimat yang di atasnya, Bukankah ‘Hidup’ itu lebih penting daripada ‘makanan’.  Kalimat ini jelas mengungkapkan bahwa hidup rohaniah kita jauh lebih penting daripada hidup badaniah kita!  Dari ungkapan ini seharusnya kita tahu ‘harta’ yang mana yang seharusnya kita pilih!  Seharusnya kita sadar bahwa memikirkan hidup rohani itu merupakan hal terpenting dalam hidup manusia di dunia ini.
                                                                             
Ayat berikut,   Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di surga.  Bukankah kamu melebihi burung-burung itu?  Ayat ini juga disalah tafsirkan.  Kita mengira bahwa  Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu berarti kita akan ‘dipelihara’ melebihi burung-burung itu.  Itu salah!  Ayat ini sebenarnya mengatakan bahwa ‘burung-burung itu ada bagiannya sendiri’ (burung pipit tidak akan diberi daging seperti yang diberikan kepada elang!).  Sekalipun mereka itu hanya terdiri dari ‘daging / tubuh’ saja, mereka juga diperhatikan Allah.  Dan kita, juga mempunyai bagiannya sendiri yang tentunya akan lebih diperhatikan Allah, karena dalam manusia ada ‘bagian dalamnya’. ‘Bagian dalam’ (roh) inilah yang merupakan ‘kelebihan manusia’ daripada burung.  Dan bagian inilah yang lebih menjadi perhatian Allah,  bukan luarnya!

Selanjutnya, Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?  Ayat ini menerangkan bahwa kuatir akan hal-hal luar tidak dapat menambah umur kita, jadi buat apa kita harus merisaukannya?  Ingat perumpamaan Yesus dalam Lukas 12 : 13 - 21, ‘Orang kaya yang bodoh’, dan kata Yesus dalam Matius 16 : 26, Apakah gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?  Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?   Celakanya, sudah jelas-jelas ayat-ayat itu tertulis dalam Alkitab, masih saja banyak orang Kristen mau diajar untuk minta-minta hal-hal duniawi dalam doanya kepada Allah!

Dalam ayat 28 - 29,   Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian?  Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata padamu : Solomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.  Sepertinya bagian luar (hidup badani) Solomo tidak lebih diperhatikan Allah melebihi bunga-bunga itu.  Jadi bagian Solomo yang mana yang lebih menjadi perhatian Tuhan?

Perhatikan benar-benar ayat 30,   Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang (atau memberi makan burung di udara), yang hanya terdiri dari ‘badan / daging/ luar’ saja, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu?   Pertanyaannya sekarang, bagian mana yang terlebih didandani oleh Allah?  Bagian luar atau bagian dalam kita?

Menyadari akan hal ini semua, ayat 31 menganjurkan kita untuk tidak perlu ‘kuatir’ lagi akan hal-hal yang di luar.  Hal ini akan terjadi dengan sendirinya bila kita menyadari harta mana yang lebih penting bagi manusia.  Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata : Apakah yang akan kami makan?  Apakah yang akan kami minum?  Apakah yang akan kami pakai?

Ayat 32 merupakan ayat yang sangat penting untuk kita ketahui, Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah.  Akan tetapi Bapamu yang di surga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.  Kalimat Semua ini dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah sangat dalam artinya.  Semua agama menganggap agama lain tidak mengenal Allah.  Kita, orang Kristen, juga menganggap agama lain tidak mengenal Allah, hanya kita saja yang mengenal Allah.  Baik!  Jadi kita lihat sekarang ungkapan ayat di atas.  Bukankah ayat ini jelas mengatakan bila orang tidak mengenal Allah, mencari Allah (beragama), maka hal-hal duniawilah yang mereka cari (harapkan)!!!  Perhatikan saja hidup keagamaan mereka.

Kini perhatikan, bila kita sebagai orang Kristen yang mengaku mengenal Allah, mencari (berdoa kepada) Allah dengan tujuan mencari ‘semuanya’ itu, apakah kita dapat disebut sebagai umat yang mengenal Allah???   Hubungkan ayat ini dengan percakapan Yesus dengan perempuan Samaria dalam Yohanes 4 : 24, Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah harus menyembahNya dalam roh dan kebenaran.  Jadi kalau ‘Roh’ bertemu ‘roh’, urusannya jadi ‘rohani’ atau ‘badani’?  Yang ‘benar’ yang mana?  Perhatikan istilah Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu, dan bukannya yang kamu inginkan itu.

Selanjutnya,   Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.  Dalam ayat ini Yesus mengajarkan bahwa bilamana kita berdoa, mintalah ‘Kerajaan Allah’ dan ‘kebenaranNya’ (kehendakNya) untuk turun (hadir) ke dalam hati kita.  Justru hal seperti ini sudah tidak pernah hadir dalam sebagian terbesar diri orang Kristen.

Maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu, apa arti ‘semuanya itu’ di sini?  Yang kita perlukan?  Atau yang kita inginkan?  Saya yakin Anda mengerti perbedaan kedua kata tersebut.

Ayat terakhir dalam bagian ini  Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri.  Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.  Jelas mengungkapkan bahwa di dalam mengiring Yesus kita tidak akan lepas dari sesukaran / kesusahan / penderitaan dalam hidup sehari-hari kita!  Jadi ajaran yang mengatakan ikut Yesus itu lepas dari kesulitan / penderitaan itu adalah sesat!























B.

Kini kita lihat sisi lain dari isi doa yang ditulis dalam Lukas 11 : 1 - 13.  Dari ayat 1 sampai dengan 4 isinya tidak berbeda dengan yang tertulis (dan telah diuraikan di atas) dalam Matius 6 : 9 - 15.  Nah, kita mulai saja meneliti dari ayat 5.

Di sini dikatakan Lalu kataNya kepada mereka : ‘Jika seorang di antara kamu pada tengah malam pergi ke rumah seorang sahabatnya dan berkata kepadanya : Saudara, pinjamkanlah kepadaku tiga roti,.  Ada dua hal menarik dalam ayat ini.

Pertama, di sini dikatakan bahwa ada seorang datang kepada sahabatnya untuk ‘meminjam’.  Yesus sengaja tidak menggunakan kata ‘meminta’, karena Ia ingin menjelaskan bahwa ‘permintaan’ dalam doa kita itu sebenarnya bersifat ‘pinjaman’.  Kita tahu bahwa istilah ‘minta’ dan ‘pinjam’ itu merupakan hal yang sangat berbeda sekali.  Kata ‘minta’ mempunyai arti ‘apa yang kita dapat nanti tidak perlu dipertanggung-jawabkan lagi’.  Sedang kata ‘pinjam’ berarti apa yang kita dapatkan nanti, harus dipertanggung-jawabkan di kemudian hari.  ‘Minta’ itu dapat untuk dinikmati; sedang ‘pinjam’ itu untuk dipertanggung-jawabkan.  Dengan kata lain Yesus ingin menjelaskan bahwa apa saja yang kita minta dalam doa kita, harus kita pertanggung-jawabkan bila kita berhadapan denganNya nanti! 

Kedua, apa yang dipinjam orang itu?  Jelas dikatakan bahwa orang itu berkata pinjamkanlah aku roti.  Jadi yang dipinjam itu adalah roti, yang merupakan makanan pokok orang Israel.  Ia tidak meminjam uang, kuda, rumah dan lain-lain hal yang dapat ‘mempermudah’ atau apa yang dapat ‘dinikmati’ dalam hidup badaniah dalam dunia ini.

Untuk apa ia malam-malam datang meminjam roti dari sahabatnya?  Dalam ayat 6 jelas ditulis, sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya.  Jelas bukan, bahwa orang ini pinjam bukan untuk kepentingan / keperluan / kenikmatan dirinya sendiri!

Bila saja orang itu pinjam untuk dirinya sendiri atau meminta untuk dirinya sendiri atau yang dipinjam itu bukan roti, pasti ceritanya akan sangat berbeda dengan apa yang akan kita lihat dalam ayat-ayat berikutnya.

Jadi kisahnya begini.  Ada seorang yang kedatangan temannya yang sedang dalam perjalanan.  Namun karena ia tidak mampu menyediakan makan (roti), maka ia terpaksa harus meminjam roti pada sahabatnya yang sudah dipastikan memiliki roti yang dibutuhkan.  Karena sifatnya itu meminjam, itu berarti dialah yang akan membayarnya (mempertanggung-jawabkan) di kemudian hari.  Kata seorang teman saya, yang namanya menolong itu pasti ‘rugi’, kalau tidak ‘rugi’ namanya bukan menolong. Betul tidak?!  Mari kita ‘terapkan’ sikap ini dalam hidup Kekristenan kita.

Di dalam hidup manusia, kita tidak akan luput dari apa yang disebut ‘bermasyarakat’, atau pasti kita mempunyai banyak saudara maupun teman.  Tanpa kita sadari, sebenarnya dalam hidup kita ini banyak teman yang ‘sedang singgah’ (dalam perjalanan hidup mereka) ke ‘dalam rumah (kehidupan)’ kita.  Lalu pertanyaannya, mengapa kita tidak pernah tergerak untuk memberikan ‘roti hidup’ kepada mereka selagi mereka ada bersama dengan kita?

‘Sebentar’ lagi kita pasti akan berpisah dengan mereka.  Dan bila ‘besok’ mereka meneruskan perjalanan hidupnya (tanpa kita), akankah mereka mempunyai bekal dalam perjalanannya?  Bagaimana bila ternyata mereka ‘mati’ dalam perjalanan hidupnya karena tidak memiliki ‘roti hidup’ itu?  Tidak sadarkah kita bahwa itu merupakan tangung-jawab kita?

Dengan kekuatan kita sendiri pasti tidak mampu (istilahnya tidak mempunyai apa-apa).  Itu sebabnya datanglah kepadaNya pada saat kita memerlukan ‘roti’, karena Ia pasti ‘memiliki’ cukup banyak ‘roti’,  sebab Dialah roti hidup itu!  Dan ‘pinjamlah’.  Artinya kita yang akan ‘membayar harganya’ (mempertanggung-jawabkannya)!

Hubungkanlah bahasa ini dengan bahasa dalam perumpamaan Yesus tentang ‘Orang Samaria yang baik hati’ dalam Lukas 10 : 25 - 37.  (Bahasa ‘membayar harga’ sebenarnya sangat tidak saya sukai, sebab bahasa ini teramat sangat berbau agama.  Tapi untuk menerangkan bagian ini terpaksa bahasa ini saya gunakan) Apa yang ‘harus dibayarkan’ oleh orang Samaria itu?  Ia ‘harus’ turun dari keledainya, membersihkan luka dan membalutnya, ia ‘harus’ menaikkan orang malang itu ke atas keledainya, dan ‘harus’ berjalan kaki untuk menuntun keledai miliknya demi ‘sahabatnya’ itu.  Kemudian membawanya ke penginapan, setelah merawatnya (jadi sudah menghabiskan tenaga dan waktunya), ia kemudian masih ‘harus’ meninggalkan hartanya demi ‘sahabatnya’ itu.  Bahkan masih juga ia berkata pada pemilik penginapan itu ‘Rawatlah dia dan jika kau belanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya waktu aku kembali’.  Bahasa dalam perumpamaan ini menyiratkan bahwa demi keselamatan jiwa orang lain / ‘sahabatnya’ itu, ia rela ‘mengorbankan’ (bahasa yang juga tidak saya sukai) segalanya!

Saya katakan bahwa saya benci dengan kata-kata ‘membayar harga’ dan ‘berkorban’ sebab orang Samaria dalam perumpamaan itu tidak merasa harus membayar harga atau berkorban!!!   Semuanya itu dilakukannya hanya dengan satu dasar, TERGERAK HATINYA OLEH BELAS KASIHAN!!!   Istilah ‘membayar harga’ dan ‘berkorban’ adalah di luar Hukum (kodrat) Kasih!  Itu hanyalah istilah agama saja.

Ayat 8 menerangkan alasan dikabulkannya permintaan orang itu.  Bagian atas ditulis, Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya.  Bagian ini jelas mengatakan bahwa sekalipun yang datang itu adalah sahabatnya, dapat saja sahabat itu tidak mau bangun dan memberikan apa yang diperlukan.  Jadi bukan hubungan persahabatannya, permintaannya itu dikabulkan.  Lalu apanya?

Namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya.  Dengan sangat jelas Tuhan menerangkan bahwa permohonannya itu dikabulkan karena sikapnya yang tidak malu-malu.  Sikap yang bagaimana itu?

Sikap pertama, adalah bahwa ia bukan ‘meminta’ melainkan ‘meminjam’!  (Karena akan dipertanggung-jawabkan kemudian.)
Kedua, ia meminjam roti, karena ia merasa ‘tidak memilikinya’!  (Yang dipinjam adalah makanan pokok, roti.)

Ketiga, ia pinjam untuk kepentingan orang lain!  (Bukan untuk kepuasan diri sendiri.)

Keempat, ia pinjam karena terdorong oleh rasa kasihnya pada orang lain!  (Tidak untuk mencari untung / balasan, tidak ada udang dibalik batu.)

Di sini kita melihat bahwa dalam permintaannya itu sama sekali tidak ada unsur menguntungkan diri sendiri, melainkan untuk kepentingan keselamatan orang lain, dan bahkan untuk itu ia ‘rela membayar harga’ atau ‘berkorban’.  Inilah arti ‘sikapnya yang tidak malu’ itu.

Hal kedua yang menarik dalam kisah ini adalah istilah memberikan kepadanya apa yang diperlukan, tidak lebih dan tidak kurang, dan juga bukan yang diinginkan.  Karena istilah yang ‘diinginkan’ itu menjurus pada keinginan daging.  Padahal, ingat, keinginan daging itu berlawanan dengan kehendak Allah!

Dua ayat berikutnya ini yang paling sering disalah artikan.  Di sinilah kesalahan orang menafsirkan Alkitab.  Banyak orang hanya mengambil beberapa kata-kata atau ayat, terus ditafsir seenaknya saja, tanpa melihat akibatnya, menjadikan ayat-ayat itu tercabik, terutama dari ayat yang berkaitan erat dengan ayat itu.  Dengan cara demikian itulah manusia mencabik-cabik Firman Allah!  Ingat, kata-kata pertama dalam Kitab Kejadian pasal I ayat 1 sampai dengan kata terakhir dalam ayat terakhir Kitab Wahyu tidak diperkenankan dipisah-pisahkan!!!

Ayat 9 dan 10,   Oleh karena itu Aku berkata kepadamu : Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.  Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.  Ayat ini tidak dapat dilepaskan dari ayat-ayat dalam perumpamaan sebelumnya. 

Istilah ‘mintalah’ harus diterjemahkan sebagai ‘pinjam roti (hidup)’ untuk orang lain.  Istilah ‘carilah’ harus diterjemahkan sebagai ‘mencari’ jalan yang benar (kepada siapa kita dapat memperoleh ‘roti hidup’ itu).  Jangan datang kepada manusia, tetapi kepada Yesus itu sendiri.  Bukankah Ia sendiri telah menyatakan bahwa Dialah jalan itu.  Dan ‘ketoklah’ harus diterjemahkan sebagai ‘mengetok’ pintu kebenaran, yang adalah Yesus itu juga. Yohanes 10 : 9,  Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat.  Jadi  Yesus itulah pintu menuju ke dalam ‘kebenaran dan hidup’ itu!

Ayat 11 dan 12,   Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan?  Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking?  Bukankah ikan dan telur itu merupakan makanan pokok bangsa Israel juga?  Pernahkan Anda mencoba membalik pertanyaan-pertanyaan dalam ayat ini?  Apa yang akan terjadi bila saya balik menjadi ‘Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ular, kalajengking, atau batu.  Akankah ia mengabulkan permintaannya?’  Coba renungkan, bila seseorang datang kepada Tuhan dan meminta sesuatu untuk memuaskan badaniahnya, apakah Ia akan mengabulkannya?  Yakobus dengan tegas menjawab pertanyaan tersebut dengan mengatakan,   Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu   Yakobus 4 : 3.

Dari ayat ini kita perhatikan ada beberapa hal yang tidak pernah dipikir oleh orang Kristen, karena sudah disesatkan oleh hamba-hamba Tuhan palsu.  Mereka pikir kalau berdoanya dalam nama Yesus, maka apa yang mereka dapat pasti dari Tuhan.  Anda telah diselewengkan dari kebenaran Allah.  Perhatikan, pertama dikatakan sekalipun kamu berdoa, kamu tida dapat apa-apa.  Jadi di sini kita lihat bahwa sekalipun Anda berdoa, namun Anda tidak akan mendapat apa-apa dari Tuhan.  Kalau mereka mengatakan ‘kenyataannya’ mereka mendapat, lalu dari mana?  Tuhan sendiri mengatakan ‘tidak akan memberinya’ karena mereka memintanya untuk menghabiskannya dalam hawa nafsunya!  Yang dapat melampiaskan hawa nafsu manusia itu Tuhan atau Iblis?  Jadi pasti dari Iblislah mereka menerimanya.

Sebagai contoh, saya pernah membaca satu buku, yang pada waktu pertama kali diterbitkan, lakunya seperti kacang goreng.  Pada suatu hari saya sempat membacanya, baru beberapa halaman saja saya baca, saya banting buku itu.  Karena dalam buku itu si penulis memberi kesaksian seorang guru wanita yang meminta Tuhan untuk memberinya seorang suami yang tinggi badannya begini-begitu, rambutnya juga, wajahnya juga yang begini begitu.  Lalu katanya Tuhan memberikannya apa yang diinginkan.  Perhatikan, permintaan guru wanita itu pelampiasan hawa nafsu birahinya atau kepuasan rohaninya?  Apakah Allah datang di dunia ini untuk pelampiaskan / memuaskan hawa nafsu daging?  Itu namanya penghujatan!!!  Sebab kalau memang demikian, apa bedanya Yesus dengan Iblis?  Bandingkan dengan doa yang mengatakan “Tuhan jika Engkau memang menghendaki aku menikah, berikanlah aku seorang suami yang mengasihi Engkau, Tuhan”.   Dalam kedua contoh doa ini, kira-kira mana yang benar?  Namun celakanya, ajaran yang seperti begituan yang laku keras!  Betapa terkutuknya penyebar injil palsu itu.

Bila penjual injil itu berkata bahwa, ‘mintalah; carilah dan ketuklah pintu’ itu adalah janji Tuhan.  Pernahkan Anda berpikir sejak kapan Allah berjanji untuk memberikan umatNya kekayaan dunia, istri dan suami cakep?  Janganlah Anda terkecoh oleh ajaran-ajaran sesat mereka!

Berkaitan dengan itu, kita baca dalam Yohanes 15 : 7, Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firmanKu tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.  Dalam ayat ini jelas disebutkan adanya syarat pengabulan doa itu, yaitu bila kamu di dalam Aku dan firmanKu tinggal di dalam kamu.  Nah, kalau firmanNya tinggal di dalam kita, apakah kita ini akan meminta hal-hal yang bersangkutan dengan kepuasan badani?

Ayat 13 dalam Lukas pasal 11 merupakan penjelasan yang gamblang dalam rangkaian isi doa ini, Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga!  Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepadaNya.  Jadi ternyata apa yang diungkapkan tentang meminta / meminjam di atas tadi, adalah meminta Roh Kudus, yang adalah Yesus sendiri, yang adalah Roti Hidup itu!   Dan bukannya seperti kebanyakan ajaran hamba-hamba palsu Tuhan yang mengatakan ‘minta apa saja pasti Dia akan mengabulkannya.  Minta mobil?  Katakan merknya, warnanya, dan sebagainya!  Minta rumah?  Katakan berapa luas tanahnya, menghadap arah mana, dan sebagainya!  Minta istri atau suami?  Katakanlah yang modelnya bagaimana, yang pendek hitam, pesek atau yang tinggi putih, dan mancung?  Bukankah doa-doa seperti itu adalah doa untuk melampiaskan hawa nafsu seperti yang disebut dalam Yakobus 4 : 3 tadi?  Sekali lagi Anda harus merenung, apakah Yesus datang ke dunia ini untuk memuaskan nafsu daging manusia? 

Jadi sebenarnya, isi doa yang diharapkan Tuhan adalah ‘meminta Roti Hidup’ untuk dibagikan pada saudara / teman kita, supaya bilamana kita berpisah dengan mereka, mereka juga telah memiliki ‘Roti hidup’ itu / diselamatkan!  Ingat bahwa kita akan mempertanggung-jawabkan kehidupan Kekristenan kita pada Dia yang telah mati bagi kita!


























C.

Kita meneliti lagi satu perumpamaan tentang doa yang diberikan Yesus dalam Lukas 18 : 1 - 8.  Di sini juga terjadi tafsir yang sangat terkesan ‘seenaknya’ saja tanpa menyinggung sedikitpun akan isi doanya. 

Ayat pertama, Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu.  Kata-kata ‘tak jemu-jemu’ dilepas ke luar begitu saja.  Padahal dalam Matius 6 tadi kita telah membaca adanya istilah ‘kalau berdoa itu tidak perlu bertele-tele’ / berkepanjangan.  Lalu apakah Yesus itu plin-plan atau pikun?  Jadi bagaimana?

Kita lihat lagi kesalahan manusia menafsir isi Alkitab.  Thema perikop ini adalah ‘Perumpamaan tentang hakim yang tidak benar’, ini ngawur!  Kita memang membaca ayat 2 mengatakan, KataNya : ‘Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun’.  Dalam perumpamaan ini Yesus tidak bicara mengenai apakah hakim itu percaya Allah atau tidak, melainkan ingin menunjukkan sikap hakim yang benar itu yang bagaimana.  Bila Anda tahu benar apa yang saya ungkapkan, justru hakim ini adalah ‘hakim sejati’.  Yesus selalu membandingkan diriNya dengan manusia yang jahat / lalim dan sebagainya, dengan maksud supaya kita mengerti bahwa bila orang jahat / lalim saja tahu ‘tanggung-jawabnya’, apalagi Dia yang adalah Allah!

Ayat 3, Dan di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata : ‘Belalah hakku terhadap lawanku’.  Pertama kita lihat dahulu istilah ‘janda’.  Yang disebut janda dalam Alkitab adalah seorang wanita tua-renta yang telah ditinggal mati suaminya dan hidup sebatang kara.  Jadi dia adalah seorang wanita lemah dan tidak ada yang melindungi / membelanya.  Seorang janda berusia 40 tahun, bila ia masih punya anak / sanak yang menaunginya, tidak dapat disebut janda.

Kedua, janda ini datang untuk minta dibela haknya!  Di sini jelas bahwa janda ini tidak minta hal-hal materi / badaniah, sebab ia tahu benar bahwa meminta hal-hal begitu, bukan hakim alamatnya!  Tetapi hakim itu untuk dimintai ‘perlindungan’ terhadap musuhnya!  Jadi janda ini ada di dalam kesulitan karena ‘haknya’ mau dirampas orang.  Atau dengan kata lain ia di dalam keadaan yang benar dan berhak tetap hidup di dalamnya (dalam kebenaran), namun ada orang tidak senang padanya, menyerang untuk merampasnya.  (Orang yang ingin hidup dalam kebenaran Allah selalu dibenci orang terutama tokoh-tokoh Gerejanya, dan dengan segala cara berusaha untuk ‘merampas kebenarannya’ supaya dia keluar dari jalur Allah.)  Karena tidak seorangpun (manusia) yang mampu menolongnya, maka ia lari kepada ‘Hakim’ itu, sebab ia kenal siapa ‘Hakim’ itu.  Nah siapakah ‘hakim’ yang disebut-sebut sebagai ‘hakim yang tidak benar’ itu?  Kita lihat cerita selanjutnya.

Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak.  Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya : Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun, ayat 4.  Ayat ini yang menjadikan orang mengira bahwa hakim ini adalah hakim yang tidak benar.  Tapi perhatikan apa kata Yesus mengenai hakim ini dalam ayat berikutnya.
Kita lihat dahulu apa kata Yesus dalam ayat 6, Kata Tuhan : ‘Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu’.  Apa yang harus kita camkan (renungkan)?  Namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku ayat 5.  Arti ‘menyusahkan aku’ di sini bukan karena setiap hari didatangi oleh janda itu.  Melainkan, ia terusik hati nuraninya sebagai hakim!  Ia tahu benar bahwa sebagai seorang hakim, ia berkewajiban membela kebenaran.  Sekalipun ia adalah hakim yang lalim, yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun, tapi ia tidak dapat menyangkali dirinya sebagai hakim!  Bandingkan istilah ini dengan II Timotius 2 : 13,   Jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.  Inilah yang akhirnya menjadikan dia ‘membela / membenarkan’ janda itu.

Arti ‘menyerang aku’ di sini adalah bahwa bila ia tidak membela kebenaran, maka kasus ini dapat menjatuhkan dirinya sebagai hakim.  Masyarakat tidak akan mempercayainya lagi sebagai hakimnya.  Itulah sebabnya Yesus berkata, Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu!
                                                                                   
Jadi sampai di sini arti perumpamaan ini adalah, bila ada orang Kristen yang benar-benar ingin hidup dalam kebenaran Allah, ia pasti akan dimusuhi dunia, dan bahkan dimusuhi orang-orang Kristen / tokoh-tokoh Gerejanya sendiri (yang hidupnya tidak benar tentunya).  Sehingga ia pasti merasa terkucil, tersingkir.  Orang seperti ini, janganlah putus asa, larilah kepada Hakim itu, dan mintalah kepadaNya dengan tak jemu-jemu.  Sebab, walau kelihatannya ia tidak segera menolongnya, namun pada akhirnya ia pasti akan datang dan membenarkannya.  Ingat, Ia tidak dapat menyangkal diriNya sebagai Allah.  Karena bila tidak mau membenarkan orang yang ingin hidup benar, maka Ia bukanlah Allah yang benar!

Ayat berikut, ayat 7,   Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihanNya yang siang malam berseru kepadaNya?   Bagian pertama ayat ini menjelaskan bahwa Allah pasti akan membela / membenarkan orang-orang yang benar-benar ingin hidup dalam prinsip kebenaran Allah, dan mempertahankannya di hadapan ‘musuh-musuhnya’.   Jaminan ini penting sekali mengingat bahwa akhir-akhir ini banyak sekali orang Kristen yang takut mempertahankan prinsip kebenarannya karena takut dimusuhi / dikucilkan oleh orang Kristen lain atau takut dipecat dari jabatannya oleh atasannya.  Bahkan kita lihat betapa banyaknya orang yang mengaku dirinya sebagai ‘Hamba Allah’, namun nyatanya tidak berani membela kebenaran Alkitab hanya karena ketakutan kehilangan jabatan / kedudukan dan masa depan badaniahnya!  Mereka takut ‘melawan arus’ kesesatan!  Maklumlah, karena di dalam orang seperti itu tidak ada kebenaran (Yesus)!  Orang semacam itu bukanlah ‘orang-orang pilihan Allah’!

Bagian kedua, ada istilah ‘orang pilihanNya’.   Siapakah ‘orang pilihanNya’ itu?  Kita kembali pada bagian pertama tulisan ini.  Ingat, saya katakan banyaknya orang yang mengaku sebagai ‘anak Allah’ atau ‘hamba Allah’, namun ternyata mereka tidak dianggap sebagai ‘orang pilihanNya’?  ‘Orang pilihanNya’ adalah mereka yang ‘berani menentang arus zaman jahiliah’ sekarang ini, walau mereka ‘harus kehilangan kedudukan, jabatan bahkan masa depannya’.  

Mari kita lihat apa kata Yesus tentang siapa itu ‘orang pilihanNya’.  Lalu Yesus berkata kepada murid-muridNya : ‘Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal  dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku’   Matius 16 : 24.   Dan kemudian   ‘Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagiKu’   Matius 10 : 38.   Dari sini saja kita sudah tahu siapa itu ‘orang pilihanNya’

Yang ketiga, ‘Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?’  Mengulur-ulur waktu di sini bukan berarti menurut waktu yang kita inginkan, tetapi menurut waktu yang Dia tentukan.  Bila Ia menentukan kita ‘menderita’ sehari, maka Ia tidak akan membiarkan kita menderita lebih dari 24 jam.  Namun bila Ia ingin kita ‘menderita’ setahun, maka Ia tidak bakal membiarkan kita menderita lebih sehari lagi!  Semuanya itu sudah diperhitungkan oleh Allah!

Mari kita melongok kepada Ayub.  Berapa lama ia harus ‘menderita’?  Sehari, seminggu, sebulan?  Tidak seorangpun tahu!  Selama ia dalam penderitaan yang teramat sangat itu, ia diejek, difitnah dan bahkan istrinyapun ikut ‘mengajarnya untuk keluar dari kebenaran’ dengan menghujat Allah.  Sedemikian rupa ia terpojok sehingga ia tidak dapat membela dirinya.  Namun satu hal kita tahu, bahwa dalam keadaan yang seperti itu ia berucap Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas   Ayub 23 : 10.   Renungkanlah seluruh pasal 23 ini, maka kita tahu betapa menderitanya Ayub justru karena ia ingin tetap hidup benar di hadapan Allah, sampai-sampai ia berseru di hadapan Allahnya.

Namun kita lihat apa akibat dari ‘penderitaannya’ yang lama itu.  Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau   Ayub 42 : 5.   Bacalah Ayub 42 : 1 - 6.  Indah sekali.

Permasalahannya sekarang adalah, yang ternyata juga menjadi pertanyaan Yesus sendiri, ‘Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati ‘iman’ dibumi?’   Lukas 18 : 8B.  Yang dimaksud iman di sini adalah iman seperti yang dimaksud di atas tentunya.

Berkenaan dengan kasus di atas, mari saya ajak Anda melihat Yudas 18 - 20, Sebab mereka telah mengatakan kepadamu : ‘Menjelang akhir zaman akan tampil pengejek-pengejek yang akan hidup menuruti hawa nafsu kefasikan mereka’.  Mereka adalah pemecah belah yang dikuasai hanya oleh keinginan-keinginan dunia ini dan yang hidup tanpa Roh Kudus.  Akan tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus.  Selama ini istilah ‘berdoa dalam Roh Kudus’ diterjemahkan menjadi ‘berdoa dengan bahasa Roh’.  Dasarnya apa dan dari mana, tidak seorangpun tahu.  Orang-orang itu hanya mengikuti kata orang!  Tapi yang jelas ini juga merupakan akibat pencabikan Alkitab secara sembarangan!

Kita lihat dahulu siapa yang disebut sebagai ‘pengejek’ itu.   Mari kita lihat ayat 4, Sebab ternyata ada orang tertentu yang telah masuk menyelusup di tengah-tengah kamu, yaitu orang-orang yang telah lama ditentukan untuk dihukum.  Mereka adalah orang-orang yang fasik, yang menyalah-gunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka, dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus.

Dan juga ayat 11 dan 12, Celakalah mereka, karena mereka mengikuti jalan yang ditempuh Kain (mempersembahkan korban tidak dengan hati tulus) dan karena mereka, oleh sebab upah, menceburkan diri ke dalam kesesatan Bileam (yang demi uang, memperkaya diri, mengkhotbahkan hal-hal yang menyenangkan sipemberi uang dan bukannya kebenaran Allah, Penjual injil), dan mereka binasa karena kedurhakaan seperti Korah (orang lewi yang mengatas-namakan Jemaat, mengangkat diri melawan Musa, pemimpinnya. Ingin menjadi pemimpin. Bukankah ini menggambarkan orang-orang, yang mengatas-namakan kepentingan Jemaat, ‘memberontak’ terhadap pimpinan Gerejanya?  Memisahkan diri dan membentuk kelompok sendiri, atau Gereja baru, bukan karena demi kebenaran melainkan karena nafsunya ingin mengangkat dirinya sendiri menjadi pemimpin baru).  Mereka inilah noda dalam perjamuan kasihmu, di mana mereka tidak malu-malu melahap dan hanya mementingkan dirinya sendiri; mereka bagaikan awan yang tak berair, yang berlalu ditiup angin; mereka bagaikan pohon-pohon yang dalam musim gugur tidak menghasilkan buah, pohon-pohon yang terbantun dengan akar-akarnya dan yang mati sama sekali.

Untuk konkritnya / tegasnya, si pengejek itu adalah orang-orang Kristen yang hidup menuruti / memuaskan kedagingannya, dengan mempersembahkan korban tidak dengan tulus iklas, tapi mengharapan imbalan dari Allah.  Mereka yang, demi kekayaan dunia / kenikmatan / kepuasan badaniah ini, rela menjual kebenaran Allah, bahkan dengan merasa tidak bersalah menjadi Penjual injil.  Dan bangga dengan ‘berkat’ penjualan injilnya.  Mereka adalah orang yang sombong, menganggap diri sendiri lebih baik / lebih berpengetahuan / lebih rohani / lebih diberkati dari orang lain sehingga memberontak pada pimpinannya, lalu mengangkat dirinya sebagai pemimpin, membentuk kelompok / Gereja baru. 

Mereka adalah orang-orang yang dikatakan oleh Yesus dengan bahasa ‘Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu.  Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang karena kamu akan lapar.  Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis.  Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu   Lukas 6 : 24 - 26.   Saya agak terkejut waktu menyadari bahwa kata-kata Yesus itu sebenarnya ditujukan pada orang-orang yang menganggap dirinya hamba Tuhan!

Mereka mengejek siapa?  Tentunya mengejek orang-orang yang tidak memiliki hal-hal yang mereka miliki.  Dengan dalih mereka itu tidak beriman.  Mereka mengatakan bahwa ‘sebagai anak Raja itu kan harus kaya’.  Dengan kata lain, orang Kristen yang miskin itu bukanlah ‘anak Raja’.  Mereka tidak pernah menyadari bahwa merekalah ‘penghujat Yesus’!  Mau bukti?  Tidak pernahkah Anda berpikir, mereka yang menganggap dirinya anak Raja itu, bila dibandingkan dengan Yesus, siapa lebih ‘asli’ anak Raja?  Lalu sekarang, Yesus itu kaya atau miskin?  Ia sendiri berkata, Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang,  tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya’   Matius 8 : 20.   Lalu sekarang, Yesus itu kaya atau miskin?  Jadi tanpa sadar mereka itu ingin mengatakan bahwa merekalah yang lebih asli anak Raja, sebab bukankah Yesus itu lebih miskin dari serigala dan burung?  Sungguh benar-benar penghujatan secara terselubung!

Bagi mereka yang miskin badaniah / miskin Theologianya dan diejek, jangan Anda kecil hati.  Coba apa kata Firman Tuhan tentang Anda.  Lalu Yesus memandang murid-muridNya dan berkata : ‘Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.  Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan.  Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa.  Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela (mengejek) kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat / difitnah.  Bersuka-citalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di surga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi!   Lukas 6 : 20 - 23.

Mereka yang merasa lebih tinggi ilmu Ketuhanannya (Ahli Theologia) selalu mengejek orang yang berpendidikan rendah, yang tidak pernah mengecap Sekolah Tinggi Theologia, dengan mengatakan ‘Kau tahu apa?  Aku ini Sarjana; Master; Doktor, atau bahkan Profesor Theologia!’  Yang celaka sekarang orang Kristennya, bukannya mereka mencari kebenaran Allah, sebaliknya mencari orang yang tinggi ilmu Ketuhanannya!  Makin tinggi orang itu menyandang gelar, makin dicari orang.  Padahal semakin tinggi ilmunya, semakin sesat ajarannya!!  Bukankah ‘ilmu’ yang mereka dapat, mereka dapat dari manusia juga?

Coba pikir, siapa lebih ahli dalam ilmu Taurat, orang Pharisi, Saduki, Ahli Taurat, Imam-imam?  Atau Yesus?   Tapi siapa membunuh siapa?  Apa sebab?  Sebab mereka terpojok oleh seorang bodah, yang tidak punya gelar, seorang biasa yang tidak pernah masuk Sekolah Ilmu Taurat!  Tapi hidup dalam kebenaran Allah!  Itu sebabnya Yesus selalu digencet, dikucilkan, difitnah dan bahkan dibunuh!!!

Mereka ini jugalah yang mengejek pihak lain ‘emosional’, tidak pakai hikmat.  Padahal ‘hikmat’ yang mereka maksud, dari mana, tidak ada kejelasan, karena mereka belajar dari ajaran manusia juga.  Sedang pihak yang menganggap dirinya mempunyai kelebihan ‘karunia rohani’, mengejek pihak lain tidak ada ‘urapan’.  Padahal definisi ‘urapan’ dari mana, juga tidak ada kejelasan, karena mereka juga belajar dari manusia.  Karena kenyataannya dalam Alkitab tidak pernah ada uraian jelas tentang kedua hala itu.

Ini semua menjadikan yang golongan Calvinist mengejek yang Armenian bodoh.  Sebaliknya, yang Arminian mencela yang Calvinist tidak punya Roh / Alkibiah!  Bukankah semua inilah yang menjadikan Gereja terpecah?  Itu sebabnya ayat 19 dari surat Yudas mengatakan Mereka inilah yang disebut pemecah belah yang dikuasai hanya oleh keinginan-keinginan dunia ini dan yang hidup tanpa Roh Kudus.  Jadi ternyata kedua-duanya tidak punya Roh Allah!!!

Coba saja pikir, Alkitab diberikan pada kita itu supaya kita sejiwa, seiya dan sekata, atau sebaliknya supaya kita saling menghina dan terpecah-belah?  Mengapa kini ajaran tentang ‘pengetahuan’, ‘karunia’ maupun ‘iman’, yang memecah belah orang Kristen itu justru laris sekali, sehingga banyak orang Kristen menjadi pengikutnya?  Kita telah terjebak menjadi ‘manusia (Kristen) duniawi’.  Kita sudah tidak berani lagi membela kebenaran, sebaliknya malahan membela ajaran / doktrin manusia, atau bahkan ‘manusianya yang mengajar’, atau golongan dan organisasi Gerejanya.  Sangat disayangkan sekali.
Yudas 20 menghimbau kita supaya kita membangun diri sendiri di atas dasar iman kita yang paling suci, artinya kita diharap membangun kehidupan Kekristenan kita hanya di atas dasar iman yang tulus iklas (penyerahan total diri kita)  pada Allah saja, dan tidak pada ajaran / doktrin manusia!  (Baca juga tulisan saya ‘Pengenalan akan Allah’)   Dan tidak juga untuk hal-hal badaniah, kekayaan, kesombongan.  Melainkan untuk hal-hal yang rohani, kasih karunia / illahi. 

Untuk dapat mencapai hal-hal tersebut, kita sangat memerlukan peran Roh Kudus dalam doa-doa kita sehari-hari!  Inilah yang dimaksud dengan ‘berdoa dalam Roh Kudus’.

Kaitkanlah uraian di atas tadi dengan Roma 8 : 13,   Sebab jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; Tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.  Dan ayat 26,   Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.

Yang dimaksud ‘Roh’ dalam ayat-ayat di atas tentunya adalah Roh Kudus, dan bukannya ‘bahasa Roh’!  Itu sebabnya, sekali lagi, janganlah kita mencabik-cabik Firman Allah.  Bisa kacau!

Nah, itulah tentang ‘Rahasia Doa’ yang benar itu.  Bagaimana dengan hal ‘Rahasia Puasa’ yang benar?  Mari kita meneliti Yesaya 58.



















II.   P  U  A  S  A

Pada saat zaman Nabi Yesaya, ‘Hukum Puasa’ masih merupakan kewajiban agama.  Namun ternyata Tuhan sudah memberi petunjuk yang benar tentang Hukum ini.  Dan sekali lagi kita akan melihat bahwa yang penting itu bukan caranya / bagian luarnya, namun makna dalamnya.  Kita lihat ayat-ayat di bawah ini.

Dalam ayat pertama pasal 58 Kitab Nabi Yesaya ini saja kita melihat teguran keras Allah tentang puasa yang dilakukan orang Israel, yang justru merupakan pelanggaran mereka.  Sehingga dikatakan,  Serukanlah kuat-kuat, janganlah tahan-tahan!  Nyaringkanlah suaramu bagaikan sangkakala, beritahukanlah kepada umatKu pelanggaran mereka dan kepada kaum keturunan Yakub dosa mereka!

Ayat 2,   Memang setiap hari mereka mencari Aku dan suka untuk mengenal segala jalanKu.  Pada saat bangsa ini melakukan puasa, mereka kelihatannya sungguh-sungguh mencari Allah dan suka ‘menjalankan’ ibadah yang dikehendaki Allah.

Seperti bangsa yang melakukan yang benar dan yang tidak meninggalkan hukum Allahnya, mereka menanyakan Aku tentang hukum-hukum yang benar.  Dilihat dari luar, melakukan ibadah puasa itu membuktikan bahwa orang itu melakukan ibadah yang benar kerena patuh kepada hukum  / perintah Allahnya.

Tapi coba kita teliti kalimat-kalimat berikut.  Mereka suka mendekat menghadap Allah, tanyanya, ‘Mengapa kami berpuasa dan Engkau tidak memperhatikannya juga?  Mengapa kami merendahkan diri dan Engkau tidak mengindahkannya juga?’   Dari ungkapan diatas kita lihat bahwa sebenarnya pada saat mereka berpuasa dan mendekati Allah itu dalam keadaan bagaimana dan dengan tujuan apa.

Pertama, mereka ingin menunjukkan kebenarannya sendiri di hadapan Allah, dengan mengatakan ‘kami berpuasa; kami merendahkan diri’.  Dari kata-kata ini sebenarnya mereka ingin supaya ‘perbuatan tubuhnya’, sekalipun bentuknya ibadah, berkenan di hadapan Allah.  Itulah sebabnya mereka berani ‘menuntut’ Tuhan dengan mengatakan ‘Mengapa Engkau tidak memperhatikan dan mengindahkannya’.  Di sini kita lihat bahwa manusia cenderung ‘memaksa Allah untuk menerima perbuatan ritual / ibadah (secara badaniah) mereka’.  Perhatikan doa kita waktu kita dalam kesulitan / dapat musibah, isinya pasti, ‘Tuhan, bukankah aku sudah setia berbakti, bukankah aku sudah bayar perpuluhan, dan sebagainya dan sebagainya.  Lalu mengapa kesulitan / musibah ini tetap saja menimpa kami?’.  

Kedua, perhatikan kalimat berikut. Sesungguhnya, pada hari puasamu engkau masih tetap mengurus urusanmu, dan kamu mendesak-desak semua buruhmu.  Banyak orang menganggap ‘urusanmu’ diartikan ‘masih bekerja seperti biasa pada saat berpuasa’.  Maksudnya, kalau sedang berpuasa, jangan bekerja, tapi masuk ke dalam kamar dan berdoa dalam puasanya, sehingga orang melihat kesalehannya.  Ini sangat bertentangan dengan apa yang Yesus katakan dalam Matius 6 : 16 -18, Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik.  Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa.  Aku berkata kepadamu : Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.  Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi.  Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu’.  Jadi orang berdoa dan atau berpuasa itu tidak perlu orang lain tahu!  Bila nanti kita kaitkan kalimat di atas dengan ayat-ayat berikut, kita akan melihat sesuatu yang sangat berbeda.

Jadi maksud kalimat di atas tadi adalah, memang benar engkau berpuasa, namun maksud tujuanmu berpuasa tidak lain hanyalah untuk pemuasan keinginan dagingmu pribadi!  Bila seseorang berpuasa untuk dapat supaya Gerejanya bertumbuh sampai mencapai sejuta umat, atau bahkan untuk dapat masuk surga, itu kira-kira puasa untuk urusan siapa, egois atau bukan?

Ketiga, dikatakan, dan kamu mendesak-desak semua buruhmu.  Sesungguhnya kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena ayat 4A.  Ayat ini jelas sekali menggambarkan keadaan batiniah / rohani mereka pada saat mereka mengadakan hari berpuasa.  Sifat-sifat daging seperti berikut masih tetap bercokol dalam hati mereka yaitu, percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya.  Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu -- seperti yang telah kubuat dahulu -- bahwa barang siapa malakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah    Galatia 5 : 19 - 21.  Sifat-sifat yang saya tulis tebal ini yang tidak nampak dari luar, namun mendekam dalam hidup Kekristenan, sehingga hanya orang yang benar-benar mau mencari kebenaran akan sadar bahwa hal-hal ini masih ada atau tidak!   Di sinilah kita sering tertipu oleh orang-orang / hamba-hamba paslu Tuhan!!  Itu sebabnya Tuhan berkata kemudian (ayat 4B)   Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi!  Jadi jelas bukan!?

Ayat berikutnya menyatakan lagi, apakah puasa yang begitu itu yang diterima Allah.   Sungguh-sungguh inikah berpuasa yang Kukehendaki, dan mengadakan hari merendahkan diri, jika engkau menundukkan kepala seperti gelagah dan membentangkan kain karung dan abu sebagai lapik  tidur?  Sungguh-sungguh itukah yang kausebutkan berpuasa, mengadakan hari yang berkenan bagi Tuhan?  Tuhan sendiri kemudian menjawabnya secara tegas dan jelas, Tidak!!

Mengapa Tidak?  Karena puasa semacam itu hanyalah ‘mengekang nafsunya’ yang kecil (tidak makan minum), untuk mendapatkan kepuasan hawa nafsu badani yang lebih besar (mendapat mobil, rumah bagus, uang banyak, dan bahkan mendapatkan  istri / suami yang aduhhai)!!!

Lalu puasa yang bagaimana yang dikehendaki Tuhan?  Ayat 6,   Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang-orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk.  Di sini jelas dikatakan Allah bahwa tujuan seseorang berpuasa itu adalah, pertama, dengan cara menolong / membebaskan orang lain yang dalam penderitaan akibat ‘kelaliman dunia’, atau bahkan penderitaan, kesengsaraan atau rantai kuk yang diakibatkan karena ‘ketamakan / kerakusan  dan kesewenang-wenangan’ kita sendiri.  (Hal ini sangat terlihat pada perlakuan majikan-majikan Kristen kepada buruh-buruh / pegawai atau pembantu rumah tangganya!  Tidak sedikit orang Kristen memeras keringat bahkan kalau perlu darah buruhnya untuk memperkaya dirinya.  Buruh / pembantunya tidur di kamar sempit, pengap dan ‘menyumbang darah setiap malam’, sedang majikannya yang adalah tokoh Gereja tidur dalam kamar AC dengan selimut tebal!  Namun kalau di Gereja bicara soal kasih, layaknya mereka adalah malaikat dari surga!)

Kedua, dengan cara engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadaap saudaramu sendiri!   Ayat 6.  

Jadi lebih jelas lagi di sini bahwa puasa yang diinginkan Allah bukannya ‘menahan diri dari hawa nafsu’ supaya kelihatan rohani dan menuntut Allah memperhatikan / mengabulkan kehendak kita (yang celakanya justru lebih / sangat berbau hawa nafsu juga!)

Puasa yang benar adalah pada saat kita ‘menahan keinginan kita’ demi orang lain.  Disebut tadi bahwa demi orang yang menderita kelaparan, kedinginan, tidak punya rumah, kita diharapkan ‘rela’ membagikan makanan, pakaian, bahkan ‘rumah’ kita kepada mereka.

Kalimat-kalimat di atas jangan diterjemahkan secara dangkal, tapi kaitkanlah dengan ayat 10a,  Apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas.   Bahkan dalam ayat 7 tadi dikatakan supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar!  Maksudnya adalah, pada saat kita mengetahui keadaan saudara / teman / buruh dan bahkan pembantu rumah tangga kita dalam keadaan yang seperti itu, relakah kita ‘berpuasa’, melupakan / meniadakan /  mengorbankan keinginan / bahkan kebutuhan pribadi kita demi / untuk kebutuhan orang lain?  Bahkan dari ayat di atas kita seharusnya mengerti arti ‘yang kita inginkan / butuhkan’ dan ‘apa yang mereka butuhkan’.  Berapa banyak orang Kristen yang sebenarnya mampu, berani membayar buruh / pembantu rumah tangganya, tentunya yang sudah dapat dipercaya, lebih dari ‘harga pasaran’?  Tidakkah mereka sadar bahwa tanpa mereka (buruhnya) mereka juga tidak akan menjadi kaya?  Apa salahnya mereka itu ‘berbagi rejeki’ pada buruh-buruh / pembantunya?  

Saya punya seorang teman, tokoh Gereja, dia sudah memiliki rumah lebih dari satu.  Dia punya buruh lebih dari 50 orang dalam perusahaannya.  Dia sering berkata pada saya betapa rindunya dia kalau pada suatu saat nanti, dia dapat beribadah bersama semua buruhnya ke Gereja tiap Minggu.  Kerinduannya sangat kudus.  Namun banyak keluhan keluar dari mulut buruhnya yang masuk ke telinga saya, betapa tidak adil dan pelit tuannya, banyak berjanji namun tidak pernah digenapi, semua pemberian pada buruhnya ada perhitungannya dan sebagainya yang saya nilai perbuatan itu sama sakli tidak Alkitabiah.  Bila hal itu benar-benar terjadi, saya yakin sampai kiamatpun kerinduannya tidak akan terkabulkan!  Bagaimana kerinduannya itu dapat terkabul, kalau ‘tamak’ membeli rumah mewah masih menggebu-gebu.  Orang macam ini, sekalipun berpuasa tidak makan - minum seabad lamanya, tetap saja batal hukumnya.

Jadi sekarang hai kamu yang kaya, menangislah dan merataplah atas sengsara yang akan menimpa kamu!  Kekayaanmu sudah busuk, dan pakaianmu telah dimakan ngengat!  Emas dan perakmu sudah berkarat, dan karatnya akan menjadi kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu seperti api.  Kamu telah mengumpulkan harta pada hari-hari yang sedang berakhir.  Sesungguhnya telah terdengar teriakan besar, karena upah yang telah kamu tahan dari buruhyang telah menuai hasil ladangmu, dan telah sampai ke telinga Tuhan semesta alam keluhan mereka yang menyabit panenmu.  Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi, kamu telah memuaskan hatimu sama seperti hari penyembelihan.  Kamu telah menghukum , bahkan membunuh orang yang benar dan ia tidak dapat melawan kamu   Yakobus 5 : 1 - 6.

Sebagai contoh praktis sehari-hari.  Misalnya setiap minggu saya membeli jajanan, pakaian saya telah banyak menumpuk di almari.  Lalu pada suatu saat saya tahu banyak saudara seiman yang dalam keadaan lapar dan telanjang / gaji pembantu kita belum memadai.  Apa yang akan saya lakukan?  Tutup mata, tutup telinga.  Atau mau berpuasa buat mereka?  Puasa yang bagaimana?  Mengadakan hari puasa berhari-hari tidak makan tidak minum, dan berdoa berjam-jam minta Tuhan turun tangan memberi makanan dan pakaian bagi mereka?   Namun jajan jalan terus, pakaian borong terus?  Begitu? Lalu kalau ada yang menyinggung  tentang ‘penguluran tangan bagi mereka’, dengan enteng mereka menjawab ‘Habis, iman mereka sih, kurang kuat’, atau lebih menusuk hati lagi, ‘Mereka bukan anak Raja, pantasan miskin!’  ‘Sungguh-sungguh inikah berpuasa yang Kukehendaki?’, tanya Tuhan!

Mari saya ajak Anda melihat apa kata Yakobus dalam suratnya pasal 2 ayat 14 - 17, Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan (kasih)?  Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?  Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang di antara kamu berkata : ‘Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!’, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?  Demikian juga dengan iman : Jika iman itu tidak disertai perbuatan (kasih), maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.  Dari ayat ini kita melihat bahwa iman yang menyelamatkan adalah iman yang menumbuhkan rasa kasih kepada orang lain.  Puasa yang benar adalah puasa yang berlandaskan iman dan kasih tersebut!

Contoh lain.  Misalnya saya telah memiliki rumah tinggal yang memadai, cukup untuk ukuran saya.  Lalu saya tahu bahwa banyak saudara seiman yang tidak punya rumah yang layak, atau bahkan tidak punya rumah sama sekali, mau kontrakpun tidak mampu.  Atau bahkan ‘Tuhan tidak punya rumah tinggal’ di desa-desa.  Apa yang akan saya lakukan?  Menambah terus kecantikan / jumlah rumah yang telah saya miliki atau mempermewah Gereja sendiri dan masa bodoh dengan apa yang kita tahu?  Atau ‘seharusnya’ timbul rasa kasih saya (karena ada iman / kasih di dalam diri saya, tentunya) untuk membagikan harta saya yang ‘saya inginkan dan perlukan’ demi kepentingan / kebutuhan mereka / Tuhan?  Inilah yang disebut puasa yang diterima oleh Allah!

Celakanya, ‘roh puasa’ orang Israel itu sudah merasuki Gereja-gereja dengan orang-orangnya yang mengangkat diri sebagai Hamba Tuhan / Pendetanya.  Dengan dalih ‘membangun rumah Allah’, mereka memeras anggotanya (yang kebetulan bodoh-bodoh), memerintahkan Jemaatnya itu untuk ‘berpuasa’, ya tidak makan, tidak minum.  Terus duitnya juga diperas / diserahkan padanya (utusan Tuhan, ngakunya).  Tapi sebenarnya para ‘utusan Allah’ itu sedang membangun ‘kerajaan’ bagi dirinya sendiri’!  Mereka berani membangun gedung Gerejanya dengan milliaran rupiah, yang mereka peras dari Jemaatnya.  Namun sama sekali masa bodoh dengan Gereja lain sekalipun Gereja seorganisasi, yang membeli sebiji batu batapun tidak mampu.  Sangka mereka Yesus tertarik dan bakal hadir di Gereja semewah itu.  Perhatikanlah Alkitab, hai para penyesat, Yesus itu lahir bukan di dalam ‘istana’ megah yang dibuat tangan manusia, namun di dalam kandang hewan!

Pada suatu saat saya ditelpon seoranag teman yang mengatakan ‘Wah, saya pikir-pikir, kami-kami ini (Jemaat) sedang ditipu pendeta kami!’.  Saya agak kaget dan tertawa juga dalam hati.  Lalu saya bertanya, ‘Ditipu bagaimana?’.  Lalu dia cerita panjang lebar, yang singkatnya begini.  Setiap dia (pendetanya) berkhotbah, dia selalu bersaksi bahwa demi pembangunan ‘rumah Tuhan’, dia rela menjual mobil sedannya (Honda Civic barunya, katanya).  Ekor-ekornya, ya itu, menganjurkan Jemaatnya juga berani mengorbankan mobil / kekayaan mereka untuk disumbangkan bagi ‘pembangunan rumah Allah’.  Anehnya, katanya lagi, dalam ‘rumah Tuhan’ itu nanti bakal ada Rumah Makannya, ada Toko Swalayannya, ada Loket penukar valuta asingnya, ada salon kecantikannya dan sebagainya.  Saya pikir, rumah Tuhan koq ada begituannya, mau membangkitkan amarah Tuhan lagi?!  Kemudian ia bertanya pada saya, bangunan Gereja itu nantinya atas nama siapa?  Gereja pusat atau pribadi pendetanya?  Saya jawab tidak tahu (padahal saya tahu, jadi saya terpaksa berbohong demi kebaikan).  Lalu teman saya sendiri yang menjawab, ‘Pasti atas nama dirinya sendiri (dalam bentuk Yayasan, kali)’.  Kemudian dia berkomentar, ‘Dia kehilangan mobil mendapat bangunan seharga sekian milliar rupiah, tapi Jemaat kehilangan mobil / kekayaannya, dapat apa?’.  Saya jawab, ‘Dapat upah di surga!’.  Terdengar tawanya yang sinis, dan kata-kata, ‘Di surga?!’!  Untung masih ada Jemaat yang sadar, sekalipun tidak banyak!  Kasihan.

Beberapa waktu lalu, ada teman satu lagi berkunjung ke rumah saya.  Dalam kita ngobrol, ia berkata bahwa Gereja Pusatnya sedang merencanakan membangun gedung senilai 27 milliar rupiah lebih.  Dan pendetanya mendesak / memaksa (dengan cara halus tentunya) setiap anggotanya ‘harus ikut berpartisipasi’, beri berapa saja boleh, katanya.  Pokoknya harus mengisi formulir ‘janji iman’.  Alasannya ‘harus cepat-cepat dibangun sebelum masa sulit’ tiba.  Masa sulit macam apa tidak dijelaskan.  Masa sulitnya kapan tibanya juga tidak tahu, bahkan mungkin tidak akan pernah tiba, tapi sudah ribut memaksa Jemaat ‘berpuasa’.  Sedangkan di daerah, ‘masa sulit’ itu sudah berjalan bertahun-tahun, beliau tidak pernah ribut!  Padahal Gereja itu juga mempunyai Komisi Misi Penginjilan.  Masakan tidak tahu ‘masa sulit’ Gereja-gereja, Hamba-hamba Tuhan dan Jemaat di daerah?!  Atau mungkin sebenarnya memang mereka tidak mau tahu?!

Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya yang menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimana kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?  Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran   I Yohanes 3 : 17 - 18.   Tahukah Anda bahwa tidak sedikit Pendeta / Gereja yang menyimpan dana milliaran rupiah dalam Bank-bank?  Tapi bila ada Gereja di daerah meminta bantuan, ia minta maaf karena katanya itu bukan uangnya.  Yang lucu lagi, bukan uangnya tapi dia yang menyimpannya.  Yang aneh lagi adalah mereka-mereka juga yang mengkhotbahkan bahwa Yesus akan segera kembali.  Lha uang yang bukan miliknya itu mau buat apa?  Mau dibawa ke sorga atau ke neraka?  Mau dibilang tidak waras, berdosa, pendeta koq dibilang begitu!

Tidak sedikit juga Gereja yang ‘ingat’ akan sesamanya yang ‘membutuhkan’.  Lalu mereka ‘tergerak’ untuk mengulurkan tangan.  Namun, ‘gerakannya’ itu hanyalah sekedar melaksanakan ‘perintah agung’ Majikannya.  Mau tahu apa yang sebenarnya mereka lakukan?  Mereka hanyalah ‘mencampakkan’ remah-remah rotinya saja, dan roti yang sebenarnya tetap saja mereka ‘makan’ sendiri. Misalnya mereka mendapat dana satu milliar rupiah, mereka sudah pasti berkoar keras-keras bahwa mereka akan / telah memberi limapuluh atau seratus juta rupiah (perpuluhan katanya) untuk misi daerah.  Kira-kira ada tidak Gereja yang mau ‘mengorbankan’ 90 % dari kekayaanannya untuk misi penginjilan di daerah?   Mustahil!  Bagi mereka, pokoknya sudah memberi!  Dan yang menyedihkan, mereka dengan bangga ‘mengumumkan’ (dalam majalahnya) bahwa mereka sudah melakukan ‘perintah agung’ Majikannya!  Bagi saya, mereka itu hanya sekedar ‘buang sial / hajat’ saja!

Suatu saat ada seorang Hamba Tuhan berkata pada saya : ‘Saya sudah puas dengan Gereja yang saya gembalakan ini.  Saya tidak ingin memperbesar gedung Gereja ini.  Saya juga tidak ingin punya anggota Jemaat lebih dari ini.  Tapi saya rindu supaya Jemaat saya ini menjadi Jemaat yang missioner.  Saya tahu Jemaat saya punya uang, sekalipun bukan orang-orang kaya.  Tapi sayang mereka tidak tahu harus berbuat apa dengan uangnya.  Saya ingin Jemaat ini dapat berbuat sesuatu untuk saudara-saudara seiman / Gereja-gereja di daerah-daerah.  Saya tidak perduli mereka dari aliran / organisasi mana, yang penting mereka adalah saudara seiman’.  Dan ia selalu mengajar Jemaatnya untuk mengerti itu.  Dalam hati, sering saya bertanya-tanya, “Masih adakah Hamba Tuhan lain yang seperti itu, yang mau ‘berpuasa’, meniadakan ambisinya, demi orang lain, di zaman ini?  Masih adakah Hamba Tuhan lain, yang selalu mengajar Jemaatnya untuk ‘berpuasa’, mengurangi ‘kenikmatan’ hidupnya, bahkan ‘kebutuhannya sendiri’ demi kebutuhan orang lain???”

Gereja yang benar adalah Gereja yang Pendetanya mengajar Jemaatnya untuk mau ‘melupakan’ (mengorbankan) keinginan mereka demi kebutuhan saudara-saudara seiman mereka di tempat lain.  Pendeta sekarang sudah tidak mengajar Jemaatnya untuk memberikan sesuatu yang berkenan kepada Allah.  Sebaliknya, mereka diajar untuk ‘memberi sebanyak-banyaknya’ dengan janji-janji kosong (kebohongan), dengan mengutip ayat-ayat Alkitab, supaya proyek Gerejanya (ambisi pribadi Pendetanya) tercapai dan akhirnya merekalah yang akan menikmati ‘keuntungan’ dan pujian!

Bila kita melihat kata Paulus dalam I Korintus 8 : 13, Karena itu apabila makanan menjadi batu sandungan bagi saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi, supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku.  Bukankah sikap ini dapat digolongkan sebagai ‘berpuasa’ juga?


Kembali ke Kitab Yesaya 58.  Ayat 8 menyatakan ‘buah’ dari puasa yang benar itu apa.  Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar.  Setiap ‘anak Tuhan’ sebenarnya telah menjadi ‘terang / garam dunia’, namun bila ‘terang / rasa asin’ itu tidak terbukti dalam perbuatan nyata, maka ‘terang / rasa’ itu sebenarnya masih tetap ‘gelap / tawar’.  Atau, dengan kata lain, sebenarnya di dalam dirinya belum ada Yesus, belum selamat!  Sebaliknya, bila ia benar-benar anak Tuhan, maka terang / rasa asin yang ada di dalamnya itu akan ‘menghasilkan’ perbuatan nyata, yaitu ‘berpuasa’ (bukan sekedar tidak makan minum namun ‘meniadakan / menyalibkan dirinya demi orang lain) dengan landasan kasih.  Dalam hal inilah baru terang itu akan merekah seperti fajar.  Artinya hal itu terjadi bukan karena kehendak, perbuatan, atau usaha manusia, juga bukan tujuan perbuatannya.  Namun karena itu adalah ‘kodratnya’ memang demikian.  Fajar itu muncul bukan karena kehendak atau diatur atau tidak juga diharap oleh manusia, melainkan karena kodrat alami bumi itu sendiri.

Kita gabung saja dengan ayat 10B,   Maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari.   Terang / kasih itu akan memancar dari hati manusia yang gelap sebelumnya.  Dan bahkan ‘kuasa kegelapan’ yang di hati kita akan lenyap diganti dengan terang yang sesungguhnya.   Kaitkan dengan Yohanes 1 : 5,   Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.

Dan lukamu akan pulih dengan segera.  Saya tidak yakin arti ‘lukamu’ di sini adalah luka / sakit badaniah.  Yang dimaksud di sini adalah luka bathiniah / rohaniah.  Dan ini masuk akal, luka bathiniah / rohaniah itu (yang timbul karena sifat egois / tamak manusia), akan segera lenyap / sembuh manakala kasih Allah itu masuk ke dalam hati manusia.  Jadi sebenarnya bukan perbuatan puasa kita yang menyembuhkan luka bathiniah itu, melainkan karena masuknya Kristus / terang itu ke dalam hati kita.  Nah kasih itu yang menjadikan kita membuka belenggu-belenggu kelaliman, melepaskan tali-tali kuk, memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk.  Dalam bentuk ‘puasa’!

Itu sebabnya kita dilarang membalik persoalannya dengan berkata, ‘Marilah kita berpuasa untuk orang lain, supaya luka kita dipulihkan!’.  Ini namanya berpuasa untuk siapa?  Untuk orang lain atau ‘tetap mengurus urusanmu sendiri’?

Kalimat berikut, kebenaran menjadi barisan depanmu.  Ini mengungkapkan, bila kasih seperti itu yang ada dalam hati / hidup kita, maka kebenaran Allah akan senantiasa ada di depan kita untuk menuntun hidup kita sehingga kita tidak akan salah jalan.  Inilah yang dimaksud Yesus tatkala Ia berkata,  Akulah jalan dan kebenaran dan hidup itu.

Lalu kemudian, dan kemuliaan Tuhan barisan belakangmu.  Artinya, kemuliaan Allah selalu menyertai kita dalam arti Tuhanlah yang benar-benar dikenal / dipermuliakan orang lain, sama sekali bukan kita yang bertambah terkenal!!  Hati-hati, jangan sampai orang lain lebih patuh pada kita dan tidak patuh pada kehendak Allah!  Saya berkata begini karena sekarang ini lebih banyak orang Kristen yang membenarkan khotbah / karangan orang terkenal daripada Alkitab.  Yang celaka lagi adalah bahwa sebenarnya mereka bahkan dibuat tidak mengerti Firman Tuhan, supaya mereka mengikuti ajaran /  doktrin mereka.

Akan saya kutipkan Ibrani 3 : 3,   Sebab Ia dipandang layak mendapat kemuliaan lebih besar daripada Musa, sama seperti ahli bangunan lebih dihormati daripada rumah yang dibangunnya.  Sebab setiap rumah dibangun oleh seorang ahli bangunan, tetapi ahli bangunan segala sesuatu ialah Allah. 

Ayat 9 dan 10A, Pada waktu itulah engkau akan memanggil dan Tuhan akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata : ‘Inilah Aku!’.  Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah, apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas.  Ayat ini harus ‘dibaca terbalik’ baru jelas maknanya.  Pada saat ‘kasih / terang’ itu terwujud dalam hidup kita seperti uraian di atas, kebencian / ketamakan dan perlakuan semena-mena kita terhadap buruh kitapun akan lenyap dari hati kita.  Maka setiap kali kita berseru padaNya, ia akan mendengarkan.  Ia akan hadir senantiasa dalam keadaan apapun juga.  Dan ini berarti bahwa kita akan senantiasa hidup di dalam terangNya.

Ayat 11,   Tuhan yang menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; Sejak terang itu masuk ke dalam hati manusia, maka sejak itu juga hidup manusia yang bersangkutan akan dituntun oleh terang itu (ingat istilah kebenaran menjadi barisan depanmu).  Pada saat itulah manusia akan menemukan kepuasan dalam hidupnya.  Namun perhatikan baik-baik, bukan kepuasan badaniah yang mereka terima, namun kepuasan karena ia dapat berjalan dalam kebenaran FirmanNya!  Itu sebabnya kalimat itu diteruskan dengan kata-kata  di tanah yang kering.  (Bukan di tanah yang basah).  Selama kita hidup di dunia ini, jangan harap kita temukan ‘tanah yang basah’ dengan kebenaran.  Seluruh dunia ini adalah ‘tanah yang kering’ akan kebenaran, sehingga Anda tak mungkin mendapat kebenaran di dalamnya. Bayangkan, betapa puasnya apabila seseorang yang masih hidup di dunia yang kering akan kebenaran itu dapat ‘hidup dalam kebenaran Allah’.  Saya harap Anda dapat benar-benar mengerti dan membedakan antara ‘kepuasan badaniah’ di dunia yang kering kebenaran, dengan ‘kepuasan rohani’ karena kita dapat hidup dalam kebenaran Allah, dalam dunia yang kering kebenaran.

Dan akan membaharui kekuatanmu.  ‘Kepuasan’ yang seperti itulah yang akan senantiasa menjadi kekuatan kita, selalu diperbaharui / bertumbuh sehingga mampu tetap hidup benar di dalam ‘tanah kering’ dunia ini.

Lalu dikatakan engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik.  Setiap kebenaran yang kita lakukan (karena adanya terang / kasih itu di dalam diri kita), akan senantiasa mendatangkan kepuasan rohani kita.  Dan kepuasan-kepuasan itu akan seperti air yang menyejukkan bathiniah kita dan kemudian menjadikan kita bertambah kuat.

Kemudian, dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan.  Artinya kasih yang kita ‘paraktekkan’ / meluap dalam kehidupan sehari-hari itu akan terus-menerus mengalir sedemikian rupa sehingga terjadi suatu keadaan, semakin kita mengasihi orang lain, semakin puas hidup Kekristenan kita.  Ketahuilah bahwa kepuasan yang sejati adalah pada saat kita mampu mengorbankan diri kita demi keselamatan / kebahagiaan orang lain!
Ayat 12, ayat terakhir.  Engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan.  Engkau akan disebut ‘yang memperbaiki tembok yang tembus’, ‘yang membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni’.  Arti harafiahnya, bila kita dapat  berpuasa dengan benar, kita akan disebut sebagai ‘yang membetulkan jalan’ supaya orang lain dapat berjalan dengan benar menuju tempat yang dahulunya telah runtuh / tembus temboknya (karena manusialah yang telah berabad-abad  meletakkan dasar ’Bangunan Kebenaran’ / Gereja di atas doktrin / ajaran manusia), yang kini telah kita bangun / perbaiki, dengan cara berdoa dan berpuasa seperti diuraikan di atas..

Rupanya Yesaya bernubuat tentang Geraja zaman akhir ini.  Suatu kenyataan yang memprihatinkan bahwa sebenarnya Gereja sekarang ini sudah tembus / rusak temboknya (menjadi   reruntuhan  yang sudah berabad-abad karena tidak adanya Kebenaran di dalamnya), dan jalan menuju ke Kebenaran yang Alkitabiah itu juga sudah hancur (jalan yang harus dibetulkan).  Apa sebab semuanya menjadi rusak / reruntuhan?  Karena dengan jelas dikatakan dasarnya diletakkan oleh banyak keturunan (ajaran / doktrin manusia yang menjadikan Kekristenan itu kembali ke agama!). 

Tiba saatnya bagi kita, setelah kita merenungkan tentang ‘Rahasia Doa dan Puasa’ yang benar ini, untuk kembali kepada Terang itu, Kasih itu, supaya dengan kekuatanNya kita mulai membangun kembali Gereja   yang telah runtuh / terpecah belah karena ulah Pendeta-pendeta / hamba-hamba Tuhan palsu, dan membetulkan jalan yang juga rusak oleh ajaran-ajaran mereka.  Supaya dengan demikian orang lain dapat berjalan di jalan yang benar dan layak tinggal di dalam Kebenaran Allah yang benar.

Akhirnya, bila ada orang yang ingin melakukan ‘doa dan atau puasa’ seperti yang ditulis dalam Matius 17 : 14 - 21 (tentang Yesus menyembuhkan seorang muda yang sakit ayan), ingatlah baik-baik, bahwa ‘doa dan puasa’ itu dilakukan berdasarkan dorongan belas kasihan atau ingin memamerkan kuasa Allah?  Ingat, Yesus tidak memerlukan manusia untuk memamerkan kuasaNya, namun Ia memerlukan kita untuk ‘menyebar luaskan’ belas kasihanNya dan kebenaranNya dan terangNya.

Kiranya Tuhan sajalah yang menterjemahkan uraian di atas supaya kita tidak menjadi murid manusia, yang melakukan perintah / ajaran manusia, melainkan menjadi murid Yesus, yang menjadi terang bagi orang lain karena Firman itu ada di dalam hati kita.


 
Saudara, saya benar-benar berharap, janganlah sekali-kali  Anda  menjadikan tulisan ini sejajar dengan Alkitab, atau menjadikan tulisan ini sejajar dengan tulisan-tulisan para Nabi dan Rasul dalam Alkitab.  Karena bila demikian niscaya Anda akan menjadi murid manusia.  Akibatnya Anda tidak mungkin berkenan di hadapan Allah!  29 Juli 1995.

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment