Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Monday, May 20, 2013

BERKAT



K A T A    P E N G A N T A R.



Tujuan tulisan ini adalah untuk meluruskan tafsir tentang ‘BERKAT’ yang
 sudah lama diselewengkan telalu jauh.  Sedemikian jauhnya penyelewengan itu,
 sampai-sampai tidak sedikit pembicara / penginjil / pendeta mengalihkan tujuan
Kekristenan yang sejati ke arah Kekristenan yang materialistik, perdukunan,
persundalan yang sangat-sangat menyakitkan hati Allah.  Dan entah berapa juta
orang Kristen telah mengikuti ‘ajaran’ sesat tersebut.

Saya ambil contoh yang sederhana saja.  Tuhan Yesus berkata, orang kaya itu mudah
 masuk sorga atau sulit masuk sorga.  Kalau sulit, sulitnya bagaimana?  Lalu,
pertanyaannya, jadi ajaran yang menganjurkan orang menjadi kaya itu, mengajar
 orang masuk sorga atau sebaliknya, mengajak orang masuk neraka? 

Dalam tulisan ini saya akan mengajak Anda untuk melihat apa arti ‘BERKAT’
 yang sesungguhnya; dan apa arti ‘HIDUP YANG BERKELIMPAHAN’
 yang dengan jelas diungkapkan dalam Alkitab.












class=Section2>

I.


Di dalam Alkitab, bila saja kita mau membaca dengan lebih cermat, kita akan melihat bahwa ‘Berkat’ yang dimaksud Tuhan bukanlah berkat badaniah.  Tapi mengapa justru sekarang ini sebagian terbesar orang Kristen salah menafsirkannya?  Mengapa kehidupan rohani seseorang itu selalu dikaitkan dengan besar kecilnya berkat badani / duniawi yang diperolehnya?  Sampai timbul kalimat yang mengatakan ‘Bila rohaninya kuat, berkat (badaninya) melimpah’.  Kalimat yang sangat menyesatkan ini banyak dianut orang Kristen.  Apa sebab hal ini terjadi?

Kita baca dalam Matius 6 : 19 - 20, Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.  Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.   Ayat ayat yang sedang kita bahas ini sebenarnya tidak berdiri sendiri, tapi merupakan bagian dari ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.  Dalam bagian ini sebenarnya Yesus sedang mengajar kita untuk menaikkan doa yang berkenan di hadapan Allah.  Lebih tepatnya dari ayat 5 sampai dengan 34.  Jadi sebenarnya Yesus hendak berkata, kalau kita berdoa itu, janganlah meminta hal-hal yang badaniah, duniawi.  Sebab hal-hal ini fana.  Tapi mintalah hal-hal yang rohani, yang kekal hukumnya.

Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada ayat 21.  Perhatikan kalimat yang sederhana ini.  Di sini Yesus ingin menunjukkan, apa sebenarnya yang kita cari, apa yang  menjadikan kerinduan hati kita.  Dalam hidup ini, sebenarnya manusia hanya memiliki dua pilihan, satu memilih yang kekal (rohani, kebenaran) atau memilih yang fana (badaniah).  Bila seseorang memilih yang badani (harta dunia), maka ke manapun ia pergi, pasti yang dipikir hanyalah uang dan sebagainya yang bersifat daging, dan hal ini tidak memungkinkan ia melihat yang rohani.  Paulus mengatakan Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera.  Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya.  Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah Roma 8 : 6 - 8.   Ayat ini jelas-jelas mengungkapkan bahwa keinginan memuaskan daging itu tidak berkenan, bahkan berlawanan dengan kehendak Allah.

Hai kamu, orang-orang yang tidak setia!  Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah?  Jadi barang siapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah   Yakobus 4 : 4.  Dalam ayat ini lebih tegas lagi mengatakan bahwa pada saat kita hendak / ingin menjadi sahabat dunia, kita sudah menjadikan diri kita musuh Allah.  Dalam hal ini kita tahu bahwa bukan Yesus yang memusuhi kita, namun kita yang menjadikan diri kita musuh Allah.  Kita yang memusuhi Allah, karena kita telah mengkhianatiNya!

Jadi kita tahu sekarang bahwa pada saat kita berdoa minta ‘Berkat Badani’ itu, hukumnya najis!

Kalau demikian, ‘Berkat’ itu apa?  Ternyata tidak ada kamus yang menerangkan bahwa ‘Berkat’ itu adalah uang / kekayaan yang ada kaitannya dengan harta dunia / badani ini.  Itu semua hanyalah tafsir manusia yang belum diterangi hatinya, alias buta. 

Saya ajak Anda melihat apa kata Yesus tentang ‘Berkat’ itu.  Kita baca pembicaraaan antara Yesus dengan murid-muridnya setelah Ia berbicara dengan perempuan Samaria di tepi perigi Yakub. Yohanes 4 : 31 - 34, Sementara itu murid-muridnya mengajak Dia, katanya : ‘Rabi, makanlah.’  Akan tetapi Ia berkata : ‘Padaku ada makanan yang tidak kamu kenal.’  Maka murid-murid itu berkata seorang kepada yang lain : ‘Adakah orang yang telah membawa sesuatu kepadaNya untuk di makan?’  Kata Yesus kepada mereka : ‘MakananKu ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaanNya.’  Dalam terjemahan lama, istilahnya bukan hanya ‘PadaKu ada makanan . . .’,  tapi  ‘PadaKu ada rejeki yang tidak kamu kenal yang sedang Aku makan’, atau dengan kata lain ‘Aku ini sedang dapat rejeki nomplok’ atau dengan kata lain lagi ‘Aku sedang mendapat berkat’.  Dasar manusia, yang tidak mau mengerti ke-Allah-an Yesus, selalu saja menterjemahkannya sebagai yang badaniah, ‘Siapa yang memberi Dia makan (badani)?’  Lalu Yesus memberikan difinisi berkat itu, dengan mengatakan bahwa ‘Berkat’  itu adalah ‘melakukan kehendak Tuhan dan menyelesaikan pekerjaanNya’. 

Di sinipun tetap saja orang Kristen menterjemahkannya terlalu dangkal, kalau tidak boleh dikatakan salah kaprah.  Arti ‘melakukan kehendak dan menyelesaikan pekerjaanNya’ itu harus aktip dalam segala kegiatan Gereja!  Coba pikir lebih dalam, bukankah arti kalimat itu sederhana saja, yaitu ‘menjadi orang yang sesuai dengan kehendak Allah sampai mati’?  Jadi tidak harus menjadi Pendeta, Penginjil dan sebagainya itu.

Masalahnya sekarang, mengapa orang menafsir ‘Berkat’ itu selalu ke arah yang salah?  Karena kelanjutan ayat dalam Matius 6 yang saya kutip di atas tidak pernah diperhatikan.  Mata adalah pelita tubuh.  Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu.  Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu ayat 22.  Ayat ini masih bagian dari ayat-ayat di atas!  Yesus ingin mengatakan bahwa pandangan mata seseorang itu sangat erat hubungannya dengan apa yang ada di dalam hatinya!

Saya beri contoh.  Pada suatu hari saya bersama istri dan anak saya berjalan-jalan di super market.  Saya bertemu dengan seorang teman yang sudah lama tidak bertemu.  Pada saat dia melihat anak saya, dia berkata bahwa anak saya itu persis / mirip saya.  Kemudian, tidak lama setelah itu saya bertemu seorang teman lain, yang juga lama tidak bertemu.  Pada saat ia melihat anak saya, dia mengatakan hal yang lain, dia bilang anak saya itu persis ibunya!  Lha mana yang benar?  Apa anak saya itu dapat berubah muka???  Kemudian saya sadari, bahwa masing-masing orang itu mempunyai ‘kesukaannya’ sendiri sendiri.  Ada orang yang tertarik pada hidung orang, yang lain senang bentuk mata orang lain, yang lain lagi tertariknya pada bentuk muka orang.  Yang tertarik pada hidung, manakala ia melihat seseorang, yang dilihat hidungnya dahulu, sedang yang lain melihat matanya, bentuk mukanya dan sebagainya.  Dari sinilah kita tahu bahwa pandangan mata itu tergantung dari apa yang ada ‘di hati manusia’.  Inilah yang dimaksud Tuhan, ada orang yang tertarik pada harta dunia / hal-hal badani, tapi tidak semua orang begitu, nyatanya ada orang yang tidak tertarik begituan, mereka justru lebih tertarik pada yang rohani.  Lalu tentunya Anda tahu mana yang terang dan mana yang gelap.  

Lalu kalau Tuhan berkata ‘Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu’.  Itu mempunyai arti, karena Allah ingin memperkenalkan diriNya sebagai Allah yang Roh kepada kita, maka dengan terpaksa Ia harus menyatakanNya dengan cara badaniah, menjadi manusia Yesus dahulu, karena kita adalah orang yang badaniah. Namun Ia berharap supaya manusia dapat ‘menembus badaniahNya’ dan masuk ke dalam diriNya yang adalah Roh.  Tapi bila kemudian manusia terus saja terpaku pada, dan bahkan selalu mengharapkan yang badaniah itu, maka terang itu justru akan menjadi kegelapan yang amat sangat.  Jadi berkat badaniah cenderung menjadikan manusia hidup dalam kegelapan.  Dalam bagian ke dua nanti akan lebih jelas.

Sebab itu kami tidak lagi menilai seseorang jugapun menurut ukuran manusia.  Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilainya demikian.  II Korintus 5 : 16.  Di sini Paulus menjelaskan bahwa menilai kerohanian manusia itu tidak dilihat dari penampilan badaniahnya.  Paulus pernah menilai Yesus sebagai manusia / penampilan luar.  Namun setelah ia mengenal siapa yang ada ‘dibalik’ kemanusiaan Yesus, ia memandang dan mengharap ‘apa yang ada di balikNya’ itu.

Lama sekali saya merenung, siapakah yang mula-mula menafsirkan ‘Berkat’ itu adalah hal-hal badaniah?  Pada suatu saat saya dapat gambaran, bahwa orang Kristen dapat mempunyai prinsip itu pasti karena mendengar dari / diajar orang lain.  Lha yang mengajar itu siapa?  Ya pasti pengkhotbah.  Lha pengkhotbah itu siapa?  Ya pasti orang yang menamakan / mengangkat dirinya sebagai Pendeta, Penginjil, Hamba Tuhan yang diurapi dan sebagainya, orang-orang yang dianggap ‘orang besar yang dipakai Tuhan’, tentunya.  Pertanyaannya sekarang, kalau orang itu dipakai Tuhan, apakah ajarannya justru membawa orang lain salah menilai ke-Allah-an manusia Yesus?  Akhirnya saya dapat jawaban yang sangat jelas tertulis dalam Alkitab.

Saya ajak Anda melihat I Yohanes 4 : 1, ‘Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia.  Di sini kita diperingatkan akan adanya banyak nabi palsu bermunculan dan menyebar di seluruh bumi.  Satu hal menarik di sini adalah bahwa justru karena itu kita harus menguji setiap orang yang mengaku dirinya Pendeta / Penginjil yang ‘dipakai Tuhan’, ‘dipenuhi Roh Allah’, dan sebagainya.  Dengan kata lain, kita dilarang keras menerima ajaran-ajaran manusia begitu saja.  Tapi kenyataannya orang Kristen menerima apa saja dan dari mana saja, tanpa ‘menguji / menghakimi’ dari mana ‘roh’ si pengkhotbah itu.  Ini semua akibat kebanyakan pendeta melarang umatnya ‘menghakimi’ Hamba Tuhan.  Itu tipu semuanya.  Mereka melarang Anda ‘menghakimi’ orang karena sebenarnya merekalah yang takut ‘terhakimi’ akhirnya.  Mengapa?  Karena mereka juga adalah penipu, pemalsu firman Tuhan, penyesat dan penjual Injil!!

Pada waktu saya masih kecil, sekitar tahun 1957, bahasa ‘menghakimi / melawan Hamba Tuhan’ sudah merupakan bahasa yang paling saya benci.  Soalnya, pada saat itu saya masih duduk di SMP.  ‘Gembala Sidang Gereja’ saya itu adalah pendeta perusak rumah tangga anggota Gerejanya. Sedemikian rusaknya sehingga seluruh kota, baik yang Kristen maupun yang bukan, tahu semua siapa dia.  Dalam Gereja saya itu ada seorang Majelis yang sangat berpegang pada kebenaran.  Setiap kali ia dengar perbuatan pendetanya, dia merasa, sebagai seorang Majelis, wajib menegur.  Namun ternyata di antara anggota Majelis itu ada yang mengkhianatinya.  Jadi selalu, sebelum para Majelis  menegurnya, pasti dalam khotbahnya si pendeta itu selalu mengambil ayat-ayat tertentu untuk mengancam / mengutuk orang yang mau ‘menghakimi / melawan’ dirinya.  Sayang sekali kalau para Majelis itu tidak mengerti Alkitab, sehingga mereka ketakutan dan batal menegur pendetanya.  Akhirnya Majelis, yang tahu kebenaran dan berani itu meletakkan jabatannya karena merasa tidak dapat mempertanggung-jawabkan kedudukannya, sebagaia Majelis, di hadapan Tuhan.  Walau saat itu saya masih kecil, saya dapat melihat betapa busuknya pendeta itu!  Saya selalu berpikir, apakah Kekristenan itu seperti ini?  Namun kini saya dapat mengerti bahwa siapapun juga orangnya, kita berhak dan bahkan berkewajiban untuk menghakimi, menegur, bahkan kalau perlu melawan yang tidak benar.  Yesus telah meninggalkan suatu contoh bagi kita.  Ia berani menghakimi dan melawan pimpinan agamaNya!  Mari saya ajak anda melihat dasar Alkitabnya.

Paulus, sebagai seorang Rasul Tuhan yang benar, tidak takut dihakimi, sebaliknya justru ia ‘menantang’ supaya orang lain meghakimi dirinya, bahkan di hadapan Tuhan.  ‘Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini.  Karena itu kami tidak tawar hati.  Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan;  kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah.  Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah II Korintus 4 : 1 - 2.  Orang yang benar-benar menjadi Hamba Tuhan tidak pernah takut dihakimi manusia!  Sebaliknya hamba Tuhan yang licik, pemalsu firman Allah pasti takut dihakimi, karena takut kelihatan kebobrokannya.

Mengapa, dalam hati, mereka takut dihakimi?  Karena mereka hanya ‘tahu’ kebenaran, tapi mereka tidak ada di dalam kebenaran itu. Kata Yesus dalam Matius 7 : 1 - 5 berbunyi, Janganlah kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.  Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.  Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di matamu tidak engkau ketahui?  Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu : Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu.  Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.’  Matius 7 : 1 - 5.

Yang pertama sekali harus kita perhatikan adalah bahwa hardikan Yesus ini sangat jelas dan tegas ditujukan kepada ‘orang munafik’, orang yang ada di luar kebenaran Allah.  Dengan kata lain Yesus berkata, ‘Hai orang munafik, karena engkau ada di luar kebenaran, jangan menghakimi orang lain’!!!  Rupanya para pendeta itu menyadari bahwa dirinya munafik, di luar kebenaran, jadi mereka ‘dengan rasa rendah hati mentaati perintah Tuhan’ itu, ‘tidak (berani) menghakimi orang lain’!  Karena bila mereka sampai berani menghakimi orang lain, merekapun akan terbongkar belangnya!  Itu yang mereka sadari betul!

Lalu Yesus dengan jelas berkata, ‘keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu’.  Artinya ‘bertobatlah’ dahulu, sehingga Anda hidup dalam kebenaran.  Bila Anda sudah hidup dalam kebenaran, barulah Anda dapat ‘menghakimi’ orang lain dan memberinya jalan keluar!  Coba pikir, dapatkah orang buta mengatakan orang lain itu buta?  Hanya orang yang telah diterangi hatinya oleh Terang Firman Allah yang dapat melihat dengan jelas dan berani menyatakan kegelapan yang ada dalam diri orang lain!

Jadi jelaslah kesimpulannya, Hanya orang munafik yang tidak berkenan menghakimi orang lain! Kita juga tahu sekarang, orang ‘buta’ tidak dapat membedakan yang benar dan yang salah,   akibatnya mereka mengikuti ajaran apa saja dan terombang-ambing oleh ajaran-ajaran dan gerakan-gerakan yang silih berganti tanpa landasan kebenaran Firman Allah, jadi sesat.  Orang yang ‘hanya tahu kebenaran’ tidak mempunyai nyali mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah, karena mereka masih di luar kebenaran itu.  Orang yang diajar (menjadi murid) manusia berani nekat mengatakan yang benar itu salah, karena kefanatikannya telah menjadikan mereka tidak masuk ke dalam Kebenaran yang sejati.  Tapi orang yang ada di dalam Kebenaran, ia berani mengatakan (menghakimi) yang benar itu benar dan yang salah itu salah.  Ia tidak pernah takut pada manusia, karena ia berada di dalam Terang Firman Allah!  Bukankah Yesus menyatakan bahwa Dialah Kebenaran itu!?

Kembali ke I Yohanes 4 : 2, ‘Demikianlah kita mengenal Roh Allah : setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah.’  Artinya orang itu tidak menilai Kristus menurut ukuran manusia (yang hanya dimintai hal-hal badaniah), tapi menurut ukuran Allah (yang kepadanya kita mengabdikan diri).  Jadi untuk membedakan yang palsu dan yang benar, kita dapat melihat dari bagaimana sikap seseorang.  Bila orang itu memperlakukan Yesus tidak sebagai manusia, namun sebagai Allah,  orang itu (roh orang itu) dari Allah, Pendeta / Penginjil yang benar-benar dari Allah!

Ayat berikut, ‘dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah.  Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia.’   Ayat ini kebalikan ayat sebelumnya.  Dalam ayat ini ada hal yang menarik. Dikatakan bahwa roh antikristus itu sudah ada di dalam dunia sejak zaman Gereja mula-mula.  Roh itu ada di dalam diri orang-orang Kristen yang tidak memperlakukan Yesus sebagai Allah.  Benih dan buah orang semacam ini adalah ‘Mereka berasal dari dunia; sebab itu mereka berbicara tentang hal-hal duniawi dan dunia mendengarkan mereka.’   Ayat 5.  Ini jelas bicara tentang nabi palsu dengan pengikut-pengikutnya yang menyukai ajaran-ajarannya! 

‘Berbicara tentang hal-hal duniawi’ dapat berarti mengenai ‘berkat-berkat badaniah’ dan juga dapat berarti penekanan / menganggap mutlak pada ‘upacara-upacara / ritual / cara beribadah badaniah’ / bagian luar yang dilihat oleh kasat mata, di bawah nanti akan saya buktikan.

Namun bagi kita yang benar-benar ada di dalam Kebenaran Allah, ayat 4 mengatakan, ‘Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar daripada roh yang ada di dalam dunia.’  Maksudnya, kita tidak akan terpengaruh, tidak tergoncangkan oleh pemberitaan injil palsu mereka.  Dan tidak pernah akan menjadi pengikut / murid mereka!  Bahkan kita berani mengatakan bahwa mereka itu sesat!  Saya dapatkan hukum ini, barangsiapa tidak berani mengatakan yang sesat itu sesat, dia pasti tergolong pesesat itu juga!

Ayat 6, ‘Kami berasal dari Allah : barangsiapa mengenal Allah, ia mendengarkan kami; barangsiapa tidak berasal dari Allah, ia tidak mendengarkan kami.  Itulah tandanya Roh kebenaran dan roh yang menyesatkan.’  Orang yang mengenal Allah menggantungkan kehidupan rohaninya hanya pada Alkitab saja.  Sedang orang yang tidak mengenal Allah, diombang-ambingkan oleh ajaran-ajaran yang menyesatkan!  Camkanlah hal ini.

Saya ajak lagi Anda berkeliling ke ayat-ayat dalam Surat Paulus kepada Sidang di Kolose pasal 2 : 6, ‘Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita.  Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia.’  Dalam ayat ini Paulus ‘menghimbau’, bila ada orang telah benar-benar menerima Yesus sebagai Allah, hendaklah ia tidak keluar lagi dari ‘dalam Yesus’ dan masuk kembali ke dalam ‘kedagingannya’.

Ayat berikut, Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.  Bilamana seseorang tetap hidup di dalam Dia, maka dengan sendirinya imannya akan semakin masuk dalam ke arah Dia, dan kehidupan rohaninya akan terbangun di atasNya.  Inilah kehidupan Kekristenan yang tidak akan pernah tergoyahkan dengan ajaran-ajaran yang bukan dari Allah. 

Ayat 8, ‘Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan  palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.’  Sekali lagi Alkitab menyatakan bahwa tidak semua pengkhotbah itu mengajarkan Firman Tuhan yang murni!  Memang mereka mengutip ayat-ayat dalam Alkitab, namun uraiannya itu hanya filsafat, palsu dan  tidak jarang yang masih sangat berbau ajaran-ajaran turun-temurun, yang didasarkan di atas peraturan Taurat / Kitab Perjanjian lama. 

Salah satu contoh yang jelas adalah adanya ‘minyak urapan’ yang sering dipakai dalam Kekristenan, untuk melindungi kita.  Coba pikir baik-baik, setelah Yesus ada di dalam kita, apakah kita masih memerlukan hal-hal seperti itu?  Siapa yang melindungi kita, Yesus yang ada di dalam atau ‘minyak urapan’ yang hanya benda mati itu?  Bukankah ini namanya perdukunan berkedok Kristus.  Lagi-lagi penghujatan!

Itu sebabnya ayat selanjutnya mengatakan dengan tegas, ‘Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allah-an, dan kamu telah dipenuhi di dalam Dia.  Dialah kepala semua pemerintah dan penguasa.’  Anda dapat melihat ungkapan ini?  Ayat di bawah nanti akan menerangkan lebih jelas.  Di sini yang dimaksud dengan ‘Dialah kepala semua pemerintah dan penguasa’ adalah bahwa Dia telah mengalahkan kuasa Iblis dan dunia ini!  Bahkan bagi kita yang benar-benar ada di dalam Dia, kuasa daging itu tidak ada apa-apanya, enteng-enteng saja.  ‘Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenanganNya atas mereka.’  Ayat 15. 


‘Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.’  Ayat 11 - 12.   Rupanya ‘sunat’ dalam Perjanjian Lama adalah lambang dari ‘menanggalkan sisfat-sifat kedagingan’ manusia.  Jadi dalam ayat ini Paulus ingin menerangkan bahwa ‘menanggalkan kedagingan’ manusia tidak dapat / mungkin dilakukan dengan kekuatan  manusia sendiri yang memang kodratnya kedagingan.  ‘Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya.’  Roma 8 : 7. Untuk dapat menanggalkan ‘kedagingan’ manusia, manusia memerlukan Allah yang menjelma menjadi manusia Yesus.  (Mengenai istilah ‘Baptisan’; ‘Dikuburkan’ dan ‘Dibangkitkan’, sebaiknya Anda membaca juga tulisan lain berjudul ‘Berkat Tak Ternilai Yang kita Peroleh dari Baptisan Air dan Perjamuan Kudus’).

Ayat 18 - 19, Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh orang yang pura-pura merendahkan diri dan beribadah kepada malaikat, serta berkanjang pada penglihatan-penglihatan dan tanpa alasan membesar-besarkan diri oleh pikirannya yang duniawai, sedang ia tidak berpegang teguh kepada Kepala, dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya.’  Saya sangat mengharap Anda mencamkan benar-benar arti ayat ini.  ‘Berkanjang’ artinya ‘memaksakan’.  ‘Berkanjang pada penglihatan-penglihatan’, dalam terjemahan lain mengatakan ‘memaksakan orang percaya pada penglihatan yang tidak pernah mereka lihat’!  Inilah yang sedang berjangkit dalam Kekristenan, semua orang mengaku melihat penglihatan, tapi tidak pernah ada saksinya.  Tapi ternyata tidak sedikit orang Kristen justru percaya dengan tipuan-tipuan semacam itu.  Bagi saya itu semua hanyalah ‘cerita nenek-tua’.

Kedua, orang yang mengaku melihat penglihatan itu dengan liciknya selalu membesar-besarkan apa yang tidak pernah mereka lihat.  Dasar ‘orang buta menuntun orang buta’, semua orang percaya dan bahkan kagum dan menjadikan sang pelihat / penenung itu rasulnya.

Pada zaman nabi Yehezkiel Tuhan pernah berpesan, ‘Hai anak manusia, bernubuatlah melawan nabi-nabi Israel, bernubuatlah dan katakanlah kepada mereka yang bernubuat sesuka hatinya saja : Dengarlah firman Tuhan!  Beginilah firman Tuhan Allah : Celakalah nabi-nabi yang bebal yang mengikuti bisikan hatinya sendiri dan yang tidak melihat sesuatu penglihatan.  Seperti anjing hutan di tengah-tengah reruntuhan, begitulah nabi-nabimu, hai Israel.’  Yehezkiel 13 : 2 - 4.

‘Penglihatan mereka menipu dan tenungan mereka adalah bohong; mereka berkata : Demikian firman Tuhan, padahal Tuhan tidak mengutus mereka, dan mereka menanti firman itu digenapiNya.  Bukankah penglihatan tipuan yang kamu lihat dan tenungan bohong yang kamu katakan : Demikianlah firman Tuhan, padahal Aku tidak bicara?  Sebab itu, beginilah firman Tuhan Allah, oleh karena kamu mengatakan kata-kata dusta dan melihat perkara-perkara bohong, maka Aku akan menjadi lawanmu, demikianlah firman Tuhan Allah.  Aku akan mengacungkan tanganKu melawan nabi-nabi yang melihat perkara-perkara yang menipu dan mengucapkan tenungan-tenungan bohong; mereka tidak termasukperkumpulan umatKu dan tidak akan tercatat dalam daftar kaum Israel, dan tidak akan masuk lagi di tanah Israel; dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah Tuhan Allah.  Oleh karena, ya sungguh karena mereka menyesatkan umatKu dengan mengatakan : Damai sejahtera!, padahal sama sekali tidak ada damai,’ Yehezkiel 13 : 6 - 10A.

Celakanya tidak ada orang yang memperhatikan nubuatan Yeremia yang jauh-jauh hari telah menyatakan bagaimana sikap orang Kristen yang tidak mau mencari kebenaran itu,  Lintasilah jalan-jalan Yerusalem, lihatlah baik-baik dan camkanlah!  Periksalah di tanah-tanah lapangnya, apakah kamu dapat menemui seseorang, apakah ada yang melakukan keadilan dan mencari kebenaran, maka Aku mau mengampuni kota itu.  Yeremia 5 : 1.   Di sini seakan-akan Tuhan ‘menantang’, cobalah Anda mengamati Gereja-gereja sekarang ini, adakah seseorang di dalamnya yang melakukan keadilan dan mencari kebenaran?  Ungkapan ini cenderung mengatakan bahwa tidak bakalan Anda menemukan seorangpun yang mencari kebenaran di dalamnya!  Ayat-ayat berikut menyatakan bahwa dari bawahan (umat rendahan) sampai kepada pimpinannya memang tidak ada yang mencari kebenaran.  Lalu aku berpikir : Itu hanya orang-orang kecil; mereka adalah orang-orang bodoh, sebab mereka tidak mengetahui jalan Tuhan hukum Allah mereka ayat 4.  Dan  orang-orang besar yang mengetahui jalan Tuhan dan hukum Allahpun telah mematahkan kuk,  dan telah memutuskan tali-tali pengikat!  ayat 5.

Dan yang lebih parah lagi ayat 30 - 31 menyatakan kebobrokan ‘umat Allah’, Kedahsyatan dan kengerian terjadi di negeeri ini (Gereja) : Para nabi bernubuat palsu dan para imam mengajar dengan sewenang-wenang, dan umatKu menyukai yang demikian!  Tetapi apakah yang akan kamu perbuat, apabila datang kesudahannya?  S atu nubuatan yang tidak pernah diperhatikan oleh orang Kristen!  Perhatikanlah kalimat terakhir, apakah yang harus Anda lakukan bila masa-masa seperti itu benar-benar terjadi?  Larilah / jauhkanlah diri Anda dari nabi-nabi dan imam-iman yang seperti itu!  Telitilah pasal 6 kitab Yeremia ini.

Ketiga, apa akibatnya?  Karena mereka tidak berada di dalam Kristus, yang adalah Kepala Gereja, mereka tidak lagi mengerti apa arti Gereja sebagai tubuh Kristus, yang seharusnya merupakan suatu kesatuan yang diikat oleh kasih Allah, sebaliknya mereka telah menghancurkan tubuh Kristus, Gereja yang ada dengan cara memporak-porandakan tubuh Ktistus itu dengan ajaran-ajaran sesat mereka seperti yang dikatakan nabi Yehezkiel tadi!  Ingat merekalah serigala-serigala, anjing-anjing yang telah saya singgung di atas.

Apa yang saya uraikan di atas adalah untuk masuk ke dalam pembuktian tentang ‘penekanan upacara / ritual badaniah’ di atas.  Kita baca ayat 20 - 23, ‘Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus dan bebas dari roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup di dunia : jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini; semuanya itu hanya mengenai barang yang binasa oleh pemakaian dan hanya menurut perintah-perintah dan ajaran-ajaran manusia.  Peraturan-peraturan ini, walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri, seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi.’  Camkanlah isi ayat-ayat di atas tadi.

Camkan juga pasal 3 : 1 - 4, ‘Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas (yang rohani), di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah.  Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi (badaniah).  Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.  Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamupun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan’!

Tidakkah Anda melihat dengan jelas sekarang, bahwa orang yang berdoa meminta hal-hal yang memuaskan tubuh itu haram hukumnya?  Dan dari sini juga kita melihat bahwa orang yang doanya meminta hal seperti itu, jelas tidak / belum menerima Yesus!





II.


Kini kita lihat apa arti ‘Hidup Berkelimpahan’ yang sebenarnya.  Kita lihat ayat-ayat Yohanes 10.

Ayat 1- 3A, Aku berkata kepadamu : Sesungguhnya siapa yang masuk ke dalam kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat tembok, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok; tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba.  Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar’.

Dari ayat di atas kita lihat ada tiga ‘kelompok’.  Satu, kelompok ‘yang masuk ke dalam kandang tidak melalui pintu’.  Dua, ‘yang masuk melalui pintu’, nanti Anda akan tahu mereka adalah gembala, pintu itu sendiri dan penjaga.  Dan yang ketiga, tentunya ‘kawanan domba’.
Kita juga baca istilah ‘domba-domba mendengar suaranya’.  Di sini kita harus mengerti bahwa ‘mendengar suaranya’ bukan sekedar mendengar tanpa pengenalan, bukan hanya suaranya saja yang dikenal, tapi juga sifat-sifatnya.  Jadi arti sesungguhnya adalah ‘domba-domba itu mengenali suara / sifat gembalanya’. 

Lalu kita baca juga ‘ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya’.  Sering kita menganggap bahwa ‘memanggil namanya’ diartikan sebagai memanggil, Markus, Yohanes, Martha dan sebagainya.  Itu salah.  Di negara lain, orang memelihara domba tidak hanya 10 atau 20 ekor, namun ratusan.  Bagaimana gembala dapat memberi nama sebanyak itu?  Ada kebiasaan orang memberi nama hewan itu menurut sifat-sifatnya.  Misalnya saya punya anjing hitam, tidak nanti saya beri nama si Putih, bukan?  Hitam, ya si Hitam; gemuk ya si Gendut.  Itu kalau satu, kalau banyak?  Ya si Hitam Malas; si Gendut galak.  Dan sebagainya.  Jadi arti kalimat dalam ayat itu adalah bahwa ‘gembala itu mengenal sifat setiap dombanya’.

Yang terakhir kita baca ‘menuntunnya ke luar’.  Selama domba itu ada di dalam kandang, mereka akan selalu terlindungi dari bahaya apapun juga.  Namun bila mereka dituntun ke luar, maka bahaya selalu mengintainya.  Apalagi bila mereka dibawa ke rumput yang hijau dan di air yang tenang.  Karena di situ jugalah binatang pemangsa mengintai untuk memangsanya.  Jadi artinya, domba itu tidak selalu ‘terlindung’, namun lebih sering dibawa ke udara terbuka yang banyak bahayanya.

Jadi artinya, ada dua kelompok yang sangat mempengaruhi kelompok ke tiga.  Kelompok ‘gembala’ itu dikenal dan mengenal kelompok domba.  Dan dialah yang menggembalakan domba-dombanya (membawa keluar dan masuk ke kandang).

‘Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya ayat 4.  


Arti ‘domba-domba itu mengikuti dia’ mempunyai arti yang dalam sekali.  Di sini bukan sekedar mengikutinya ke kanan atau ke kiri, namun ‘mempunyai sifat-sifat yang sama’ dengan gembalanya.  Misalnya seorang ibu yang cerewet mempunyai seorang putri yang cerewet, maka orang akan berkata bahwa putrinya itu ‘mengikuti’ sifat ibunya.  Seorang ayah yang lemah lembut punya anak laki-laki lemah-lembut, maka orang akan berkata bahwa anak laki-laki itu seperti (mengikuti sifat-sifat) ayahnya.  Hal itu dapat terjadi karena putra / putri itu ‘mengenal sifat-sifat’ orang tuanya sedemikian rupa sehingga sifat-sifat itu ‘nempel / melekat’ pada dirinya.  Bukankah hidup orang-tua menjadi contoh bagi anak-anaknya?

Jadi arti ayat 4 ini adalah, bahwa pada saat domba-domba itu dalam alam terbuka yang penuh dengan bahaya, mereka akan menunjukkan sifat-sifat yang sama dengan gembalanya yang telah memberinya contoh (berjalan di depan mereka).  Orang-orang Kristen yang benar-benar adalah anak Allah (domba Allah), mereka pasti mengenal sifat-sifat Gembalanya, sehingga pada saat mereka dalam setuasi bagaimanapun juga, mereka akan mengeluarkan sikap yang sama dengan sikap Gembalanya.  Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa kita ini benar-benar dombaNya bila kita tidak mengenal sifat-sifatNya?  Itu sebabnya Kekristenan itu tidak sekedar percaya, diimani dan sebagainya.  Tetapi pengenalannya akan diriNya sebagai Gembala yang menentukan.

Contoh, pada saat Yesus dipukuli, diludahi dan bahkan disalib, apakah Ia mengutuk, membalas?  Bagaimana dengan Anda?  Bila Anda adalah dombaNya, pasti reaksinya sama dengan Dia.  Bila tidak sama???  Itulah sebabnya Allah harus menjadi manusia, untuk memberi contoh / anak sulung bagi manusia yang ingin hidup benar.

‘Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang asing tidak mereka kenal’.  Ayat 5.  Domba yang mengenal betul suara / sifat Gembalanya, pasti dapat membedakan suara / sifat ‘orang asing’ / ‘orang-orang asing’ yang tidak masuk dari pintu.  Dan mereka tidak akan mendengar / menurutinya.

Maka kata Yesus sekali lagi : ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu.’  Ayat 7.   Saudara, bila kita memperhatikan cara Yesus bertutur, sangat indah sekali.  Ia selalu menerangkan sesuatunya dengan halus dan selangkah demi selangkah, sehingga bila kita mau sedikit memperhatikan saja, kita akan mengerti tanpa harus belajar dari manusia.  Perhatikan baik-baik, pada mulanya Ia berkata ‘siapa yang masuk melalui pintu’.  Di sini kesannya jelas, ada dua ‘oknum’, satu seseorang dan satunya lagi pintu.  Namun dalam ayat 7 ini Ia berkata bahwa Dialah pintu itu.

Lalu siapa ‘seseorang itu’?  Jawabnya sangat jelas bahwa Dialah Gembala domba.  Lha sekarang, siapa Gembala itu?  Dalam ayat 11 dengan tegas Dia berkata ‘Akulah Gembala yang baik.  Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya’.

 Dengan perkataan lain, Yesus itu adalah Gembala yang baik dan juga Pintu menuju domba-domba.  Arti kalimat ini sangat penting sekali.  Di sini sebenarnya Yesus ingin mengatakan bahwa ‘allah’ yang tidak turun ke dunia sebagai ‘manusia’ itu bukan Allah yang menyelamatkan, namun ia adalah Iblis yang datang khusus untuk membinasakan manusia.  (Yang melompat tembok). Bila kita perhatikan, ternyata di dalam dunia ini tidak ada agama yang ‘allahnya’ turun menjadi manusia kecuali Allah kita. 

Kedua, Allah yang menjadi manusia itu juga ‘harus’ menyerahkan nyawaNya untuk mati bagi pengampunan dosa manusia yang mau menjadi dombaNya.  Karena tanpa darah Yesus tidak seorangpun selamat.  Itu sebabnya Dia berkata ‘Akulah Gembala yang baik, yang menyerahkan nyawanya bagi domba-dombaNya’.

Lalu siapa ‘Penjaga-pintu’ itu.  Sulit bagi saya untuk menerangkannya.  Namun saya yakin bahwa yang dimaksud ‘Penjaga-pintu’ itu adalah Roh Kudus.  Apa sebab?  Karena Dialah yang seakan-akan dapat membawa Allah kepada manusia.  Yang saya maksud, yang menjadikan / membukakan hati manusia untuk dapat mengenal siapa Dia yang sebenar-benarnya.  Bila Anda perpegang pada teori Allah Tri Tunggal, ya ini gambarannya!  Gembala (Allah Bapa), Pintu (Allah Anak) dan Penjaga-pintu (Roh Kudus).

‘Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba tidak mendengarkan mereka’ ayat 8.  Terjemahannya di sini memang kurang akurat.  Yang dimaksud ‘sebelum’ sebenarnya adalah di ‘luar’.  Ini menunjuk arti kalimat dalam ayat di atas ‘siapa yang masuk ke dalam kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat tembok’.  Namun di sini artinya jadi luas. Bila pada ayat 1, seolah-oleh hanya ‘seorang’ saja, yaitu Iblis.  Namun di sini ada istilah ‘semua orang’, artinya siapa saja, manusia yang ‘masuk’ menjadi Kristen namun tidak menerima Yesus, dia adalah juga pencuri dan perampok.

Kita tahu sekarang, bahwa tidak semua orang Kristen itu adalah domba Allah!  Sekalipun saya ini disebut-sebut sebagai ‘orang yang sangat dipakai Tuhan’, misalnya, namun bila saya belum / tidak pernah menerima Yesus sebagai Allah saya, saya sama sekali bukan domba Allah, tapi ‘pencuri / perampok’ yang kerjanya merusak Gereja / Jemaat Allah.  Lihat saja zaman ini, di mana Gereja terus menerus pecah.  Ini semua adalah pekerjaan ‘orang yang masuk dengan melompat tembok’ itu!

Kita lihat Matius 7 : 15, ‘Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas’, dan Matius 10 : 16, ‘Lihatlah, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.’  Dan lagi Kisah Para Rasul 20 : 29 - 30, ‘Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu.  Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka.’  Dan Paulus menggunakan istilah yang lebih hina lagi, ‘Hati-hatilah  terhadap anjing-anjing, hati-hatilah terhadap pekerja-pekerja yang jahat, hati-hatilah terhadap penyunat-penyunat yang palsu.’  Filipi 3 : 2.  (Maksud Paulus di sini adalah penginjil-penginjil yang menekankan perbuatan luar / badaniah dan tidak pernah menyentuh yang ada di dalam manusia). 

Dari ayat-ayat tersebut di atas dapat diambil kesimpulan.  Bahwa yang disebut ‘serigala’ adalah orang-orang yang belum / tidak menerima Yesus sebagai Allah bagi dirinya, tetapi mereka itu adalah orang-orang Kristen.  Bahkan betapa banyaknya orang yang mengaku-aku dirinya hamba Tuhan, yang mengajarkan hal-hal yang badaniah.  Jumlah mereka tidak sedikit, bahkan banyak sekali.  Bahkan bila kita kaitkan dengan Matius 24 : 24 - 25 yang mengatakan, ‘Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.  Camkanlah, Aku sudah mengatakannya terlebih dahulu kepadamu.’  Jadi perhatikan baik-baik hal ini.  Mereka itu adalah pendeta / penginjil yang tersohor dan bahkan mungkin berkaliber dunia tentunya!  Anda simak saja Lukas 6 : 26, ‘Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.’  Ini juga bicara tentang yang tersohor.  Pengikut mereka jauh lebih banyak dibanding dengan yang ‘yang mengenal suaraNya’!

‘Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu : ‘Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu,  dan mengusir setan demi namaMu,  dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga?  Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata : Aku tidak pernah mekenal kamu!  Enyahlah dari padaKu , kamu sekalian pembuat kejahatan.  Matius 7 : 22 - 23.  Yang ini bicara tentang si tukang bernubuat dan ‘pendeta / Penginjil’ besar tentunya!

Itu sebabnya Yesus berkata ‘Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya.  Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang asing tidak mereka kenal’.  Di sini kita lihat pentingnya kita mengenal pribadi Allah secara pribadi, bukan sekedar karena kata orang lain!  Itu sebabnya pengenalan pada Allah yang menjadikan kita peka terhadap hal-hal yang bukan dari Dia!

‘Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.’  Ayat 9.  Ini kebalikan dari ayat sebelumnya.  Kalau di atas tadi adalah Iblis dan orang yang tidak menerima Yesus tapi jadi Kristen.  Di sini adalah di samping Gembala, Allah sendiri yang masuk melalui pintu, menjadi Anak Manusia, juga ‘manusia berdosa’ yang menerima Yesus sebagai Allahnya (masuk melalui Pintu), mereka akan selamat, menjadi dombaNya.  Dikatakan ‘yang masuk dan keluar’, artinya yang hidupnya senantiasa ada di dalam Yesus, merekalah domba-domba sejati Allah’.  Dan mereka akan mendapat ‘makanan rohani’ langsung dari Dia sendiri dan tidak dari manusia!  Sayangnya sekarang ini kebanyakan orang Kristen justru selalu mencari makan dari ‘manusia serigala’ yang berkeliaran di dunia Kekristenan di seluruh dunia.

Kini tiba di bagian yang terpenting dalam bagian ini.  Ayat 10A, ‘Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;’.  Seperti yang telah saya uraikan di atas, sekali lagi Tuhan mengatakan bahwa tujuan utama baik Iblis maupun orang-orang yang mengaku dirinya Kristen, tokoh-tokoh Gereja, dan orang-orang yang diangkat manusia atau bahkan mengangkat dirinya sendiri sebagai Pendeta dan Penginjil dan sebagainya namun yang tidak ada Yesus di dalam dirinya, adalah memecah belah / menghancurkan Gereja untuk ‘membinasakan’ kehidupan rohani orang lain.  Walau tidak mereka sadari!  Lihat saja gembong perpecahan Gereja itu pasti tokoh-tokohnya yang mengaku ahli theologia!
Ayat 10B, ‘Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.’  Ayat yang begitu indah dan ajaib, telah diselewengkan oleh serigala / anjing-anjing penyesat itu.  Terkutuklah mereka itu semua!

Dalam ayat ini Yesus dengan jelas mengatakan ‘tujuan utama kedatanganNya’ ke dalam dunia ini!  Yaitu memberi manusia ‘hidup yang berkelimpahan’.  Sebelum kita membahas tentang apa ‘Hidup’ itu, kita bicara dulu apa arti ‘Berkelimpahan’.

Penyesat-penyesat selalu menterjemahkan ‘Berkelimpahan’ ini adalah limpahnya ‘harta dunia’.  Betulkah?  Coba kita pikir dahulu baik-baik, bila ‘berkelimpahan’ itu diartikan uang berlimpah, rumah, mobil dan sebagainya yang bersifat badaniah.  Pertanyaannya, apakah Iblis tidak sanggup memberikan yang begituan pada kita?  Tentu dapat!  Jika demikian, apa kehebatan Yesus pada saat Ia berkata ‘Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan’?  Bukankah Iblis bisa memberikannya  juga?  Bukankah ini berarti orang Kristen menganggap bahwa kemampuan Yesus hanya sekedar sama dengan Iblis?  Penghujatan itu namanya!  Apakah Yesus mengorbankan nyawaNya di Golgota itu hanya sekedar untuk memberikan hal-hal badani manusia, pemuas hawa nafsu manusia???  Jika demikian, tidakkah sia-sia pengorbananNya yang begitu besar?  Ketahuilah bahwa pengorbananNya itu hanya untuk satu tujuan, yaitu supaya manusia diselamatkan jiwanya!

Kedua, apa kata Yesus tentang orang kaya.  Orang kaya itu susah masuk sorga, atau mudah masuk sorga?  Kalau susah, sesusah apa?  ‘Yesus berkata pada murid-muridNya : ‘Aku berkata padamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga.  Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah Matius 19 : 23 - 24.  Jadi kalau orang kaya itu sulit masuk sorga, lha yang ingin menjadi kaya itu mempersulit atau mempermudah hidupnya?  Dari sini saja sudah seharusnya orang Kristen tahu bahwa bila ada ajaran yang menganjurkan mereka jadi kaya itu, berarti mengajak mereka  masuk neraka!  Namun sangat menakjubkan ajaran itu, sebab orang Kristen berduyun-duyun mengikuti ajaran itu!  Itu gobloknya orang yang tidak ‘mengenal suara Gembalanya’.

Jadi, demi Allah yang hidup, istilah ‘Berkelimpahan’ dilarang keras diterjemahkan sebagai berlimpahnya harta duniawi / badani, hukumnya haram!!!

Sekarang kita lihat apa arti ‘Hidup’ di atas tadi.  Kita lihat dahulu Yohanes 1 : 1 - 3, ‘Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.  Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah.  Segaala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.  Di sini istilah ‘Firman itu adalah Allah’ yang paling saya sukai.  Dan dalam ayat 14 A, menyatakan ‘Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita,’.  Jadi kembali di atas yang mengatakan bahwa yang datang melalui pintu itu adalah Gembala yang baik!  Siapa Dia?  Dialah Allah semesta alam yang menjadi Yesus, Anak Manusia.

‘Di dalam Dia ada hidup’ Yohanes 1 : 4.  Perhatikan istilah di sini, ini artinya ‘di luar’ Dia tidak ada ‘Hidup’!  Pertanyaan saya, ‘Hidup’ di sini sama tidak dengan ‘Hidup’ dalam Yohanes 10 : 10 di atas?  Tentu jawabnya, Sama!  Jadi kesimpulannya, Allah yang menjadi manusia Yesus itu datang dengan satu-satunya tujuan, memberikan ‘hidup’, yang ada di dalamNya, pada manusia.  Hidup ini tidak mungkin diperoleh dari siapapun juga!

Lalu apa ‘Hidup’ itu?  Kalimat berikut dengan jelas mengatakan ‘dan hidup itu adalah terang manusia’!  Jadi hidup di sini bukan bernafasnya manusia seperti hewan bernafas!  Salah besar!  Hidup yang ingin Tuhan berikan itu adalah terang manusia.

Sebelum saya menerangkan apa arti ‘Terang’, saya ingin terlebih dahulu menerangkan apa arti ‘kegelapan’.  Bagi saya kegelapan itu ada empat macam.  Yang pertama, mata saya ini tajamnya seperti mata elang muda, benda sekecil apapun dapat saya lihat dengan jelas dari jarak jauh.  Namun saya hidup waktu tengah malam, tanpa lampu, tiada api, bintang bulanpun tidak.  Dapatkah saya berlari-lari dalam keadaan seperti itu?  Tentu saja dapat.  Tapi nabrak-nabrak, tersandung-sandung dan masuk parit.  Artinya, saya tidak mungkin berjalan dengan benar dan tidak juga dapat melakukan sesuatunya dengan benar.  Inilah kegelapan yang pertama.

Kedua, waktunya siang hari bolong, tidak ada awan dititikpun, langit biru cerah, tapi mata saya buta total.  Akibatnya, ya sama.  Hidup dalam gelap juga.  Kegelapan kedua. Yang ketiga, inilah keadaan manusia sebelum ada Yesus.  Sudah buta total, hidup dalam dunia kegelapan tengah malam itu.

Yang keempat, yang paling menyedihkan dan mengerikan.  Dunia telah dijadikan terang oleh kelahiranNya, fajar telah tiba.  Namun manusia menolaknya, mereka lebih suka hidup dalam kegelapan hatinya!

Bayangkan, setelah manusia jatuh dalam dosa, maka ia menjadi manusia yang (hatinya) hidup dalam gelap.  Dan setelah ia ‘tercampak’ keluar dari taman (terang Allah), ia hidup dalam kegelapan dunia.  Itu sebabnya manusia tidak pernah dapat melakukan sesuatunya dalam kebenaran!  Tidak dapat membedakan mana yang benar dan yang salah!

Namun, karena demikian besar Allah mengasihi manusia, Ia rela turun ke dunia menjadi Anak Manusia.  Supaya dengan demikian, baranagsiapa mau menerima Dia, mereka akan mendapatkan ‘terang’ yang memang ingin Dia berikan pada manusia.  Supaya mereka dapat membedakan mana yang benar dan yang salah.  Tidak itu saja, mereka bahkan dapat melakukan yang benar dan tidak lagi melakukan yang tidak benar. 

Karena pada saat Yesus lahir di dunia ini, Ia telah menjadikan kegelapaan dunia ini menjadi dunia yang terang.  Namun sebelum manusia itu menerimaNya sebagai Allahnya, ia tetap masih buta, masih dalam kegelapan.  Tetapi begitu manusia itu menerimaNya sebagai Allah, di dalam dirinya ada terang itu.  Itu sebabnya ayat beriktu mengatakan ‘Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya’.  Di sini Anda harus sadar bahwa yang dimaksud ‘kegelapan’ itu adalah hati manusia.  Mana yang lebih gelap, yang di luar manusia?  Atau yang di dalam hati manusia?  Jadi bila terang itu telah masuk ke dalam hati manusia, maka kuasa kegelapan / dosa sudah tidak lagi menguasai manusia yang bersangkutan.  Ia bebas dari berbuat dosa, sebaliknya ia senantiasa melakukan kehendak Allah, hidup dalam terangNya.  Hidup yang seperti inilah yang ingin Tuhan berikan pada manusia!  Namun sayang, sayang sekali, manusia menolak terang itu karena mereka ingin tetap hidup dalam ‘dunianya yang gelap’, (dibutakan oleh) yang materialistik.  Inilah kegelapan keempat yang saya maksud di atas!

Akibat lain dari masuknya ‘terang ke dalam kegelapan’ adalah bahwa mata hati / rohani orang yang bersangkutan itu menjadi ‘melek’, ia dapat memisahkan yang benar dari yang tidak benar.  Bukan saja terhadap dirinya, melainkan juga yang ada di sikitarnya.  Inilah yang telah saya singgung dalam bagian I di atas, mampu menghakimi yang salah!

Sekarang kita lihat apa arti ‘Berkelimpahan’.  Bila untuk mengerti apa arti terang, kita melihat dahulu apa arti gelap.  Di sini saya juga ingin Anda melihat dahulu apa arti ‘miskin’.  Kita baca Yohanes 1 : 10,  ‘Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan olehNya, tetapi dunia tidak mengenalNya.’  Ini adalah kemiskinan pertama.  Contoh singkat saja, bila Anda sudah seusia sekarang ini, dan hidup bersama orang-tua Anda, namun Anda tidak mengenal mereka, apa itu tidak disebut ‘Anda miskin’?  Bila saya tanya Anda anak siapa, lalu Anda tidak tahu.  Setelah saya bawa Ibu Anda di hadapan Anda, Anda tetap saja tidak mengenalnya, apa itu bukannya kemiskinan?  Manusia diciptakan oleh Allah, namun mereka tidak mengenal siapa Penciptanya.  Apa itu tidak menyedihkan?

Yang lebih menyedihkan lagi adalah ‘Ia datang kepada milik kepunyaanNya, tetapi orang-orang kepunyaanNya itu, tidak menerimaNya’.  Ayat 11.  Bayangkan, bila misalnya Anda adalah orang-tua seorang gadis.  Pada suatu saat anak gadis Anda menikah, lalu diboyong suaminya.  Sehari, dua hari.  Seminggu, dua minggu.  Sebulan, dua bulan.  Mereka tidak pernah menghubungi Anda.  Tentunya Anda kangen dan ingin tahu keadaan putri dan menantu Anda, bukan?!  Pada saat Anda tiba di rumah mereka, mengetuk pintu, terdengar suara putri Anda ‘Siapa?’.  Anda menjawab ‘Ini Papa dan Mamah, Nak.’  Lalu Anda mendengar suara dari balik pintu itu yang mengatakan ‘Pergilah, aku sudah bukan anak Papa Mama lagi.  Aku tidak mau kenal kalian lagi!  Pergilah, jangan ikut campur dengan kehidupan kami lagi!’  Bagaimana perasaan Anda?  Itulah kemiskinan yang paling miskin!  Coba lihat Yesus dilahirkan di kalangan umat pilihanNya, orang Israel.  Ia melayani umatNya dengan kasih yang tulus, namun apa balasan mereka?  Menyalibkan Dia!

Coba lihat orang Kristen sekarang ini.  Mereka mengakui Yesus sebagai Allahnya, namun apa yang mereka perbuat bagi Dia?  Sebenarnya mereka itu telah menolakNya sebagai Allah dalam hidup mereka.  Lihat saja mereka hanya mau, bahkan menuntut berkatnya, namun menolak diriNya sebagai Allah.  Mereka tetap seperti orang yang makan roti di bukit itu.  Mereka ingin menjadikan Yesus raja, namun Yesus menolaknya.  Mengapa?  Karena mereka mau menjadikan Yesus raja badaniah, yang menjamin berkat-berkat badaniah.  Itu sebabnya, pagi harinya Yesus berkata : ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.’  Yohanes 6 : 26.  Dapatkah Anda mengerti arti ayat ini?  Orang Kristenlah yang telah menurunkan derajat Yesus serendah gunung Kawi dan dukun-dukun!  Itulah kemiskinan orang Kristen tanpa Yesus di dalamnya.  Inilah yang saya maksud dengan ‘kegelapan ke empat’.  Terang itu telah datang, namun manusia yang katanya mengenal terang itu, tidak pernah mau keluar dari kegelapan hatinya.  Ia menolak masuknya terang itu!
Lalu apa itu ‘berkelimpahan’.  Kita baca ayat berikut, ‘Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya.’  Bagi saya inilah ‘berkat yang berkelimpahan itu’!  Pada umumnya orang menterjemahkannya sebagai ‘barang siapa menerima Yesus, ia menjadi anak Allah dan masuk sorga’.  Terjemahan yang terlalu naif kalau tidak boleh dikatakan salah besar!  Ada dua arti penting dalam ayat ini.

Pertama, supaya lebih jelas, saya akan memberi contoh lagi.  Misalnya pada suatu saat saya dipanggil oleh seorang raja.  Dan ia mengangkat saya jadi anaknya, semua surat identitas lama saya dibakar dan mendapat yang baru, yang dengan jelas menyatakan bahwa saya ini anaknya.  Kita lihat bagaimana sikap saya kemudian.

Sikap pertama, setelah saya diangkat itu, saya berkata pada ‘bapak’ baru saya, ‘Kalau benar sekarang ini saya menjadi anak Bapak, tentunya saya dapat masuk ke dalam rumah Bapak.  Bahkan masuk ke kamar pribadi Bapak.  Saya juga dapat menikmati kekayaan Bapak.’  Dan sebagainya.  Lalu sejak itu saya jadi anak raja, menggunakan kuasanya, hartanya dan semuanya untuk menikmati hidup ini.  Bahkan saya berani menggunakan nama Bapak saya itu untuk mengumpulkan dana dari rakyat untuk kepentingan pribadi saya.  Ke mana-mana mengaku anak raja, untuk menakut-nakuti rakyatnya sedemikian rupa, sehingga mereka lebih takut pada saya daripada Bapak saya yang katanya penuh kasih itu!  Itu sikap pertama.  Inilah sikap sebagian terbesar Pendeta / Penginjil terhadap umat Allah!  Mengerikan!

Mengapa hal itu dapat terjadi?  Karena orang Kristen itu pada buta!  Coba pikir, kedudukan / martabat ‘anak’ dengan ‘hamba’ itu, mana lebih tinggi?  Sudah entah berapa abad Kekristenan itu  diselewengkan oleh orang-orang yang menyebut dirinya ‘hamba Allah’.  Coba kita urut ceritanya.  Bila hari ini saya menerima Yesus sebagai Allah, maka saat ini juga saya jadi ‘anak Allah’, bukan?!  Dalam perjalanan Kekristenan, yang kita ‘anut’, kalau ‘anak’ yang sungguh-sungguh melayani Bapanya, ia akan jadi ‘hambaNya / Pendeta / Penginjil’.  Nah lho, kalau dari ‘anak’ menjadi ‘hamba’ ini namanya ‘diangkat’ atau ‘diturunkan’ pangkat / derajatnya?  Aneh bukan!?

Yang lebih aneh lagi, setelah ‘diturunkan menjadi hamba’, bagaimana ia dapat merasa kekuasaannya melebihi ‘si anak’?  Sedemikian rupa ‘keyakinannya’ itu, sampai-sampai bukannya ‘hamba’ yang takut pada ‘anak majikan’, tapi sebaliknya.  Bukan ‘anak’ yang memerintah ‘hamba’, tapi ‘hamba’ yang menguasai, bahakan menginjik-injak ‘anak majikan’.

Pada suatu hari, sedang saya berkunjung ke kantor teman, datanglah seorang wanita, teman sahabat saya itu.  Dalam percakapan yang panjang lebar itu, akhirnya kami berbicara tentang ‘Perpuluhan’.  Si wanita itu berkisah katanya, pada suatu saat, perpuluhannya telah terkumpul empat juta rupiah.  Ia bingung, mau diapakan, mau dikemanakan dana itu.  Mau diserahkan pada Gerejanya, ‘Hamba Bapaknya’ sudah naik BMW.  Di samping itu katanya di depan rumahnya ada sebuah Gereja kecil, yang kalau sedang kebaktian, dan hujan, Pengkhotbahnya pasti terguyur air dari langit.  Bagaimana sekarang.  Akhirnya dia mengambil keputusan untuk ‘tanya’ pada Bapanya di sorga.  Dan ia minta tanda begini, kalau beaya perbaikan atap di Gereja kecil itu kurang dari empat juta rupiah, berarti Bapanya ingin supaya perpuluhan itu diberikan pada Gereja tersebut.  Ternyata, waktu ditanyakan, beayanya hanya tiga juga lebih rupiah.  Maka dengan senangnya ia melakukan kehendak Bapanya dengan menyerahkan dana tersebut. 

Tapi tidak lama kemudian, hal itu rupanya diketahui ‘hamba’ Bapanya.  Dia  berkhotbah menyindirnya (hal begini sudah menjadi rahasia umum dalam Kekristenan!) dengan mengatakan, ‘Jangan sekali-kali Saudara-saudara mengatur uang Tuhan.  Uang tuhan itu yang ngatur hambaNya.’  Dan sebagainya sehingga menjadikan wanita itu menjadi takut.  Cepat-cepat ia pulang, tambungan anaknya juga dibongkar, dipaksakan untuk mendapat uang empat juta rupiah, dan langsung ‘distorkan’ pada hamba Bapanya.  Mendengar cerita itu saya langsung mengatakan bahwa ia ini bukan bodoh, tapi goblok!  Sudah jelas-jelas melakukan kehendak Bapanya, kok takut digertak oleh hambaNya?  Anda dapat melihat kebodohan orang Kristen sekarang?  Yang menyedihkan kalau justru Anda juga termasuk golongan yang seperti ini!

Ketahuilah dan camkanlah baik-baik, yang namanya hamba itu tidak punya hak apa-apa.  Dia hanya ‘berkuajiban melayani’ anak-anak majikannya.  Dan sekali-kali tidak menguasai anak-anak majikannya juga tidak berkatnya!  Namanya saja hamba, apa alasannya kalau dia mau menguasai???

Sikap kedua.  Pada saat saya sadar siapa saya ini, koq sampai raja itu sudi mengangkat saya jadi anaknya.  Lalu saya berkata pada Bapak baru saya itu, ‘Pak, kalau memang Bapak benar-benar mengangkat saya jadi anak Bapak.  Berikanlah tugas pada saya, supaya saya dapat melakukan pekerjaan Bapak dan menyelesaikannya, bukan sebagai pegawai yang menuntut upah, melainkan sebagai tanda terimakasih saya pada Bapak’.

Dari kedua sikap itu, sikap mana yang dapat disebut sebagai ‘anak’?  Tentunya Anda dapat menilainya dengan bijak.

Arti kedua dari ‘diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah’.  Kembali pada contoh di atas.  Ternyata maksud raja itu mengangkat saya jadi anaknya, karena rasa kasihnya pada saya.  Ia tahu saya ini adalah orang yang tidak dapat berbuat apa-apa karena ketidak mampuan saya, saya akan mati di dalam ketidak mampuan saya.  Setelah saya diangkat, saya mengerti akan kasihnya, lalu saya minta untuk dapat melayaninya.  Tapi karena saya bodoh bahkan idiot, maka tidak mungkin saya melakukan kehendaknya. Kebetulan, ceritanya, raja itu dapat ‘mentransfer / memasukkan’ ilmunya ke dalam diri saya.  Melihat hati saya yang tulus itu, maka ia pasti memasukkan segala kemampuannya (‘memasukkan rohnya’) ke dalam diri saya.  Sehingga pada saat saya menunaikan tugas saya, orang semua akan melihat bahwa cara hidup saya, perilaku saya itu persis dengan sifat-sifat bapak baru saya itu.  Itu sebabnya hanya di dalam Kekristenan ada istilah ‘Roh Allah tinggal di dalam manusia dan manusia di dalam Roh Allah!’

Begitu juga dengan kita.  Bila kita menerimaNya sebagai Allah, maka dengan cara Ia masuk ke dalam diri kita, Ia mengubah sifat-sifat badaniah kita menjadi rohani, sehingga kita menjadi anak Allah yang mampu menjadi seperti Dia (mengikutiNya dari belakang).  Ayat berikutnya lebih jelas mengatakan, orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.   Jadi dengan jelas firman Tuhan mengatakan bahwa Kekristenan itu terjadi / lahir bukan dari kekuatan / kemampuan / hikmat manusia melainkan dari Roh Allah.  Itu sebabnya sadarlah bahwa tidak seorang manusiapun yang  dapat membuat dirinya menjadi Kristen, apalagi membuat orang lain jadi Kristen!

Nah, yang tidak dapat dilakukan oleh manusia itulah yang ingin dilakukan oleh Allah supaya manusia mendapat ‘hidup yang berkelimpahan’ itu!  Paulus juga menyatakan hal yang sama, Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan Hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah.  Dengan jalan mengutus AnakNya sendiri dalam daging,     .     .     ..   Roma 8 : 3a.

Jadi jelas sudah bahwa dengan kekuatan manusia sendiri (darah dan daging) manusia tidak mungkin hidup benar.  Bukan pula karena kehendak manusia, maka manusia dapat hidup benar.  Semuanya itu hanya semata anugerah dari Allah. 

Sebagai ayat-ayat penutup, saya ajak Anda merenungkan Galatia 5 : 16 - 18, Maksudku ialah : hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging.  Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging -- karena keduanya bertentangan -- sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki.  Dari ayat ini sudah kelihatan jelas bahwa kepuasan badaniah itu bertentangan dengan kehendak Allah.  Dengan kata lain, keinginan menjadi kaya (badaniah) itu jelas-jelas berlawanan dengan kehendak Roh Allah.  Dan manusia harus memilih salah satunya, tidak dapat memiliki kedua-duanya.

Kata Yesus dalam Matius 6 : 24, Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan.  Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan memngasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain.  Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.  Dari sini kita tahu benar bahwa istilah ‘Berkat’ sama sekali tidak diboleh diterjemahkan sebagai berkat badani / Mamon.  Dan manusia hanya diperkenankan memilih satu di antara dua!

Akhirnya kita lihat bahwa yang disebut ‘hidup berkelimpahan’ itu adalah, bahwa manusia yang badaniah ini, yang dahulunya hidup menurut daging, telah dijadikan manusia badaniah yang hidup menurut Roh Allah.







Saya harap Anda tidak sekali-kali menjadikan tulisan ini sejajar, apalagi lebih tinggi dari Alkitab, serta menjadikannya pegangan kehidupan Kekristenan Anda.  Ingat, hanya Alkitab yang menjadi pegangan Anda!  

22 Oktober 1996.

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment