K A T A P E
N G A N T A R.
Tujuan tulisan ini adalah untuk meluruskan tafsir tentang ‘BERKAT’ yang
sudah lama diselewengkan telalu
jauh. Sedemikian jauhnya penyelewengan
itu,
sampai-sampai tidak sedikit
pembicara / penginjil / pendeta mengalihkan tujuan
Kekristenan yang sejati ke arah Kekristenan yang materialistik,
perdukunan,
persundalan yang sangat-sangat menyakitkan hati Allah. Dan entah berapa juta
orang Kristen telah mengikuti ‘ajaran’ sesat tersebut.
Saya ambil contoh yang sederhana saja.
Tuhan Yesus berkata, orang kaya itu mudah
masuk sorga atau sulit masuk
sorga. Kalau sulit, sulitnya
bagaimana? Lalu,
pertanyaannya, jadi ajaran yang menganjurkan orang menjadi kaya itu,
mengajar
orang masuk sorga atau
sebaliknya, mengajak orang masuk neraka?
Dalam tulisan ini saya akan mengajak Anda untuk melihat apa arti
‘BERKAT’
yang sesungguhnya; dan apa arti
‘HIDUP YANG BERKELIMPAHAN’
yang dengan jelas diungkapkan
dalam Alkitab.
I.
Di dalam Alkitab, bila saja kita mau membaca dengan lebih cermat, kita
akan melihat bahwa ‘Berkat’ yang dimaksud Tuhan bukanlah berkat badaniah. Tapi mengapa justru sekarang ini sebagian
terbesar orang Kristen salah menafsirkannya?
Mengapa kehidupan rohani seseorang itu selalu dikaitkan dengan besar
kecilnya berkat badani / duniawi yang diperolehnya? Sampai timbul kalimat yang mengatakan ‘Bila
rohaninya kuat, berkat (badaninya) melimpah’.
Kalimat yang sangat menyesatkan ini banyak dianut orang Kristen. Apa sebab hal ini terjadi?
Kita baca dalam Matius 6 : 19 - 20, Janganlah kamu mengumpulkan harta
di bumi; di bumi ngengat dan
karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi
kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya
dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Ayat ayat yang sedang kita bahas ini
sebenarnya tidak berdiri sendiri, tapi merupakan bagian dari ayat-ayat sebelum
dan sesudahnya. Dalam bagian ini
sebenarnya Yesus sedang mengajar kita untuk menaikkan doa yang berkenan di
hadapan Allah. Lebih tepatnya dari ayat
5 sampai dengan 34. Jadi sebenarnya
Yesus hendak berkata, kalau kita berdoa itu, janganlah meminta hal-hal yang
badaniah, duniawi. Sebab hal-hal ini
fana. Tapi mintalah hal-hal yang rohani,
yang kekal hukumnya.
Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada ayat 21. Perhatikan kalimat yang sederhana ini. Di sini Yesus ingin menunjukkan, apa
sebenarnya yang kita cari, apa yang
menjadikan kerinduan hati kita.
Dalam hidup ini, sebenarnya manusia hanya memiliki dua pilihan, satu
memilih yang kekal (rohani, kebenaran) atau memilih yang fana (badaniah). Bila seseorang memilih yang badani (harta
dunia), maka ke manapun ia pergi, pasti yang dipikir hanyalah uang dan
sebagainya yang bersifat daging, dan hal ini tidak memungkinkan ia melihat yang
rohani. Paulus mengatakan Karena keinginan daging adalah maut, tetapi
keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera.
Sebab keinginan daging adalah
perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal
ini memang tidak mungkin baginya. Mereka yang hidup dalam daging, tidak
mungkin berkenan kepada Allah Roma 8 : 6 - 8. Ayat ini jelas-jelas mengungkapkan bahwa keinginan memuaskan daging itu
tidak berkenan, bahkan berlawanan dengan kehendak Allah.
Hai kamu, orang-orang yang tidak setia!
Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan
dengan Allah? Jadi barang siapa hendak
menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah Yakobus 4 : 4.
Dalam ayat ini lebih tegas lagi mengatakan bahwa pada saat kita hendak /
ingin menjadi sahabat dunia, kita sudah menjadikan diri kita musuh Allah. Dalam hal ini kita tahu bahwa bukan Yesus
yang memusuhi kita, namun kita yang menjadikan diri kita musuh Allah. Kita yang memusuhi Allah, karena kita telah
mengkhianatiNya!
Jadi kita tahu sekarang bahwa pada saat kita berdoa minta ‘Berkat Badani’ itu, hukumnya najis!
Kalau demikian, ‘Berkat’ itu
apa? Ternyata tidak ada kamus yang
menerangkan bahwa ‘Berkat’ itu
adalah uang / kekayaan yang ada kaitannya dengan harta dunia / badani ini. Itu semua hanyalah tafsir manusia yang belum
diterangi hatinya, alias buta.
Saya ajak Anda melihat apa kata Yesus tentang ‘Berkat’ itu. Kita baca
pembicaraaan antara Yesus dengan murid-muridnya setelah Ia berbicara dengan
perempuan Samaria di tepi perigi Yakub. Yohanes 4 : 31 - 34, Sementara itu murid-muridnya mengajak Dia,
katanya : ‘Rabi, makanlah.’ Akan tetapi
Ia berkata : ‘Padaku ada makanan yang
tidak kamu kenal.’ Maka murid-murid
itu berkata seorang kepada yang lain : ‘Adakah
orang yang telah membawa sesuatu kepadaNya untuk di makan?’ Kata Yesus kepada mereka : ‘MakananKu ialah melakukan kehendak Dia
yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaanNya.’ Dalam terjemahan lama, istilahnya bukan hanya
‘PadaKu
ada makanan . . .’, tapi ‘PadaKu ada rejeki yang tidak kamu kenal yang
sedang Aku makan’, atau dengan kata lain ‘Aku ini sedang dapat rejeki
nomplok’ atau dengan kata lain lagi ‘Aku sedang mendapat berkat’. Dasar manusia, yang tidak mau mengerti
ke-Allah-an Yesus, selalu saja menterjemahkannya sebagai yang badaniah, ‘Siapa
yang memberi Dia makan (badani)?’ Lalu
Yesus memberikan difinisi berkat itu, dengan mengatakan bahwa ‘Berkat’ itu adalah ‘melakukan kehendak Tuhan dan
menyelesaikan pekerjaanNya’.
Di sinipun tetap saja orang Kristen menterjemahkannya terlalu dangkal,
kalau tidak boleh dikatakan salah kaprah.
Arti ‘melakukan kehendak dan
menyelesaikan pekerjaanNya’ itu harus aktip dalam segala kegiatan
Gereja! Coba pikir lebih dalam, bukankah
arti kalimat itu sederhana saja, yaitu ‘menjadi
orang yang sesuai dengan kehendak Allah sampai mati’? Jadi tidak harus menjadi Pendeta, Penginjil
dan sebagainya itu.
Masalahnya sekarang, mengapa orang menafsir ‘Berkat’ itu selalu ke arah yang salah? Karena kelanjutan ayat dalam Matius 6 yang
saya kutip di atas tidak pernah diperhatikan.
Mata adalah pelita tubuh. Jika
matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh
tubuhmu. Jadi jika terang yang ada
padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu ayat 22. Ayat ini masih bagian dari ayat-ayat di atas! Yesus ingin mengatakan bahwa pandangan mata
seseorang itu sangat erat hubungannya dengan apa yang ada di dalam hatinya!
Saya beri contoh. Pada suatu
hari saya bersama istri dan anak saya berjalan-jalan di super market. Saya bertemu dengan seorang teman yang sudah
lama tidak bertemu. Pada saat dia
melihat anak saya, dia berkata bahwa anak saya itu persis / mirip saya. Kemudian, tidak lama setelah itu saya bertemu
seorang teman lain, yang juga lama tidak bertemu. Pada saat ia melihat anak saya, dia
mengatakan hal yang lain, dia bilang anak saya itu persis ibunya! Lha mana yang benar? Apa anak saya itu dapat berubah muka??? Kemudian saya sadari, bahwa masing-masing
orang itu mempunyai ‘kesukaannya’ sendiri sendiri. Ada orang yang tertarik pada hidung orang,
yang lain senang bentuk mata orang lain, yang lain lagi tertariknya pada bentuk
muka orang. Yang tertarik pada hidung,
manakala ia melihat seseorang, yang dilihat hidungnya dahulu, sedang yang lain
melihat matanya, bentuk mukanya dan sebagainya.
Dari sinilah kita tahu bahwa pandangan mata itu tergantung dari apa yang
ada ‘di hati manusia’. Inilah yang
dimaksud Tuhan, ada orang yang tertarik pada harta dunia / hal-hal badani, tapi
tidak semua orang begitu, nyatanya ada orang yang tidak tertarik begituan,
mereka justru lebih tertarik pada yang rohani.
Lalu tentunya Anda tahu mana yang terang dan mana yang gelap.
Lalu kalau Tuhan berkata ‘Jadi jika terang yang ada padamu gelap,
betapa gelapnya kegelapan itu’.
Itu mempunyai arti, karena Allah ingin memperkenalkan diriNya sebagai
Allah yang Roh kepada kita, maka dengan terpaksa Ia harus menyatakanNya dengan
cara badaniah, menjadi manusia Yesus dahulu, karena kita adalah orang yang
badaniah. Namun Ia berharap supaya manusia dapat ‘menembus badaniahNya’ dan
masuk ke dalam diriNya yang adalah Roh.
Tapi bila kemudian manusia terus saja terpaku pada, dan bahkan selalu
mengharapkan yang badaniah itu, maka terang itu justru akan menjadi kegelapan
yang amat sangat. Jadi berkat badaniah
cenderung menjadikan manusia hidup dalam kegelapan. Dalam bagian ke dua nanti akan lebih jelas.
Sebab itu kami tidak lagi menilai seseorang jugapun menurut ukuran
manusia. Dan jika kami pernah menilai
Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilainya demikian. II
Korintus 5 : 16. Di
sini Paulus menjelaskan bahwa menilai kerohanian manusia itu tidak dilihat dari
penampilan badaniahnya. Paulus pernah
menilai Yesus sebagai manusia / penampilan luar. Namun setelah ia mengenal siapa yang ada
‘dibalik’ kemanusiaan Yesus, ia memandang dan mengharap ‘apa yang ada di
balikNya’ itu.
Lama sekali saya merenung, siapakah yang mula-mula menafsirkan ‘Berkat’
itu adalah hal-hal badaniah? Pada suatu
saat saya dapat gambaran, bahwa orang Kristen dapat mempunyai prinsip itu pasti
karena mendengar dari / diajar orang lain.
Lha yang mengajar itu siapa? Ya
pasti pengkhotbah. Lha pengkhotbah itu
siapa? Ya pasti orang yang menamakan /
mengangkat dirinya sebagai Pendeta, Penginjil, Hamba Tuhan yang diurapi dan
sebagainya, orang-orang yang dianggap ‘orang besar yang dipakai Tuhan’,
tentunya. Pertanyaannya sekarang, kalau
orang itu dipakai Tuhan, apakah ajarannya justru membawa orang lain salah
menilai ke-Allah-an manusia Yesus?
Akhirnya saya dapat jawaban yang sangat jelas tertulis dalam Alkitab.
Saya ajak Anda melihat I Yohanes 4 : 1, ‘Saudara-saudaraku yang kekasih,
janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka
berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke
seluruh dunia.’ Di sini kita
diperingatkan akan adanya banyak nabi palsu bermunculan dan menyebar di seluruh
bumi. Satu hal menarik di sini adalah
bahwa justru karena itu kita harus menguji setiap orang yang mengaku dirinya
Pendeta / Penginjil yang ‘dipakai Tuhan’, ‘dipenuhi Roh Allah’, dan
sebagainya. Dengan kata lain, kita dilarang keras menerima ajaran-ajaran
manusia begitu saja. Tapi
kenyataannya orang Kristen menerima apa saja dan dari mana saja, tanpa ‘menguji
/ menghakimi’ dari mana ‘roh’ si pengkhotbah itu. Ini semua akibat kebanyakan pendeta melarang
umatnya ‘menghakimi’ Hamba Tuhan. Itu
tipu semuanya. Mereka melarang Anda ‘menghakimi’ orang karena sebenarnya merekalah
yang takut ‘terhakimi’ akhirnya.
Mengapa? Karena mereka juga
adalah penipu, pemalsu firman Tuhan, penyesat dan penjual Injil!!
Pada waktu saya masih kecil, sekitar tahun 1957, bahasa ‘menghakimi /
melawan Hamba Tuhan’ sudah merupakan bahasa yang paling saya benci. Soalnya, pada saat itu saya masih duduk di
SMP. ‘Gembala Sidang Gereja’ saya itu
adalah pendeta perusak rumah tangga anggota Gerejanya. Sedemikian rusaknya
sehingga seluruh kota, baik yang Kristen maupun yang bukan, tahu semua siapa
dia. Dalam Gereja saya itu ada seorang
Majelis yang sangat berpegang pada kebenaran.
Setiap kali ia dengar perbuatan pendetanya, dia merasa, sebagai seorang
Majelis, wajib menegur. Namun ternyata
di antara anggota Majelis itu ada yang mengkhianatinya. Jadi selalu, sebelum para Majelis menegurnya, pasti dalam khotbahnya si pendeta
itu selalu mengambil ayat-ayat tertentu untuk mengancam / mengutuk orang yang
mau ‘menghakimi / melawan’ dirinya.
Sayang sekali kalau para Majelis itu tidak mengerti Alkitab, sehingga
mereka ketakutan dan batal menegur pendetanya.
Akhirnya Majelis, yang tahu kebenaran dan berani itu meletakkan
jabatannya karena merasa tidak dapat mempertanggung-jawabkan kedudukannya,
sebagaia Majelis, di hadapan Tuhan.
Walau saat itu saya masih kecil, saya dapat melihat betapa busuknya
pendeta itu! Saya selalu berpikir,
apakah Kekristenan itu seperti ini?
Namun kini saya dapat mengerti bahwa siapapun juga orangnya, kita berhak
dan bahkan berkewajiban untuk menghakimi, menegur, bahkan kalau perlu melawan
yang tidak benar. Yesus telah
meninggalkan suatu contoh bagi kita. Ia berani menghakimi dan melawan pimpinan
agamaNya! Mari saya ajak anda
melihat dasar Alkitabnya.
Paulus, sebagai seorang Rasul Tuhan yang benar, tidak takut dihakimi,
sebaliknya justru ia ‘menantang’ supaya orang lain meghakimi dirinya, bahkan di
hadapan Tuhan. ‘Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini. Karena itu kami tidak tawar hati. Tetapi kami
menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan
firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan
kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan
oleh semua orang di hadapan Allah’ II Korintus 4 : 1 - 2. Orang yang benar-benar menjadi Hamba Tuhan
tidak pernah takut dihakimi manusia!
Sebaliknya hamba Tuhan yang licik, pemalsu firman Allah pasti takut
dihakimi, karena takut kelihatan kebobrokannya.
Mengapa, dalam hati, mereka takut dihakimi? Karena mereka hanya ‘tahu’ kebenaran, tapi
mereka tidak ada di dalam kebenaran itu. Kata Yesus dalam Matius 7 : 1 - 5
berbunyi, ‘Janganlah kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai
untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur,
akan diukurkan kepadamu. Mengapakah
engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di matamu tidak
engkau ketahui? Bagaimanakah engkau
dapat berkata kepada saudaramu : Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari
matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok
dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar
itu dari mata saudaramu.’ Matius 7 : 1 - 5.
Yang pertama sekali harus kita perhatikan adalah bahwa hardikan Yesus ini sangat jelas dan tegas
ditujukan kepada ‘orang munafik’, orang yang ada di luar kebenaran Allah. Dengan kata lain Yesus berkata, ‘Hai orang
munafik, karena engkau ada di luar kebenaran, jangan menghakimi orang lain’!!! Rupanya para pendeta itu menyadari bahwa
dirinya munafik, di luar kebenaran, jadi mereka ‘dengan rasa rendah hati
mentaati perintah Tuhan’ itu, ‘tidak (berani) menghakimi orang lain’! Karena bila mereka sampai berani menghakimi
orang lain, merekapun akan terbongkar belangnya! Itu yang mereka sadari betul!
Lalu Yesus dengan jelas berkata, ‘keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka
engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata
saudaramu’. Artinya ‘bertobatlah’
dahulu, sehingga Anda hidup dalam kebenaran.
Bila Anda sudah hidup dalam kebenaran, barulah Anda dapat ‘menghakimi’
orang lain dan memberinya jalan keluar!
Coba pikir, dapatkah orang buta mengatakan orang lain itu buta? Hanya orang yang telah diterangi hatinya oleh
Terang Firman Allah yang dapat melihat dengan jelas dan berani menyatakan
kegelapan yang ada dalam diri orang lain!
Jadi jelaslah kesimpulannya, Hanya
orang munafik yang tidak berkenan menghakimi orang lain! Kita juga tahu
sekarang, orang ‘buta’ tidak dapat
membedakan yang benar dan yang salah,
akibatnya mereka mengikuti ajaran apa saja dan terombang-ambing oleh
ajaran-ajaran dan gerakan-gerakan yang silih berganti tanpa landasan kebenaran
Firman Allah, jadi sesat. Orang yang
‘hanya tahu kebenaran’ tidak mempunyai nyali mengatakan yang benar itu benar
dan yang salah itu salah, karena mereka masih di luar kebenaran itu. Orang yang diajar (menjadi murid) manusia
berani nekat mengatakan yang benar itu salah, karena kefanatikannya telah
menjadikan mereka tidak masuk ke dalam Kebenaran yang sejati. Tapi orang yang ada di dalam Kebenaran, ia
berani mengatakan (menghakimi) yang benar itu benar dan yang salah itu
salah. Ia tidak pernah takut pada
manusia, karena ia berada di dalam Terang Firman Allah! Bukankah Yesus menyatakan bahwa Dialah
Kebenaran itu!?
Kembali ke I Yohanes 4 : 2, ‘Demikianlah
kita mengenal Roh Allah : setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah
datang sebagai manusia, berasal dari Allah.’ Artinya orang itu tidak menilai Kristus
menurut ukuran manusia (yang hanya dimintai hal-hal badaniah), tapi menurut
ukuran Allah (yang kepadanya kita mengabdikan diri). Jadi untuk membedakan yang palsu dan yang
benar, kita dapat melihat dari bagaimana sikap seseorang. Bila orang itu memperlakukan Yesus tidak
sebagai manusia, namun sebagai Allah, orang
itu (roh orang itu) dari Allah, Pendeta / Penginjil yang benar-benar dari
Allah!
Ayat berikut, ‘dan setiap roh,
yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang
dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di
dalam dunia.’ Ayat ini kebalikan
ayat sebelumnya. Dalam ayat ini ada hal
yang menarik. Dikatakan bahwa roh antikristus itu sudah ada di dalam dunia
sejak zaman Gereja mula-mula. Roh itu
ada di dalam diri orang-orang Kristen yang tidak memperlakukan Yesus sebagai
Allah. Benih dan buah orang semacam ini
adalah ‘Mereka berasal dari dunia; sebab itu mereka berbicara tentang hal-hal
duniawi dan dunia mendengarkan mereka.’ Ayat 5. Ini jelas bicara tentang nabi
palsu dengan pengikut-pengikutnya yang menyukai ajaran-ajarannya!
‘Berbicara tentang hal-hal duniawi’ dapat
berarti mengenai ‘berkat-berkat badaniah’ dan juga dapat berarti penekanan /
menganggap mutlak pada ‘upacara-upacara / ritual / cara beribadah badaniah’ /
bagian luar yang dilihat oleh kasat mata, di bawah nanti akan saya buktikan.
Namun bagi kita yang benar-benar ada di dalam Kebenaran Allah, ayat 4
mengatakan, ‘Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan
nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar daripada roh
yang ada di dalam dunia.’
Maksudnya, kita tidak akan terpengaruh, tidak tergoncangkan oleh
pemberitaan injil palsu mereka. Dan
tidak pernah akan menjadi pengikut / murid mereka! Bahkan kita berani mengatakan bahwa mereka
itu sesat! Saya dapatkan hukum ini,
barangsiapa tidak berani mengatakan yang sesat itu sesat, dia pasti tergolong
pesesat itu juga!
Ayat 6, ‘Kami berasal dari Allah : barangsiapa mengenal Allah, ia mendengarkan
kami; barangsiapa tidak berasal dari Allah, ia tidak mendengarkan kami. Itulah tandanya Roh kebenaran dan roh yang
menyesatkan.’ Orang yang
mengenal Allah menggantungkan kehidupan rohaninya hanya pada Alkitab saja. Sedang orang yang tidak mengenal Allah,
diombang-ambingkan oleh ajaran-ajaran yang menyesatkan! Camkanlah hal ini.
Saya ajak lagi Anda berkeliling ke ayat-ayat dalam Surat Paulus kepada
Sidang di Kolose pasal 2 : 6, ‘Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam
Dia.’ Dalam ayat ini Paulus
‘menghimbau’, bila ada orang telah benar-benar menerima Yesus sebagai Allah,
hendaklah ia tidak keluar lagi dari ‘dalam Yesus’ dan masuk kembali ke dalam
‘kedagingannya’.
Ayat berikut, ‘Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan
dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah
diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.’ Bilamana seseorang tetap hidup di dalam
Dia, maka dengan sendirinya imannya akan semakin masuk dalam ke arah Dia, dan
kehidupan rohaninya akan terbangun di atasNya.
Inilah kehidupan Kekristenan yang tidak akan pernah tergoyahkan dengan
ajaran-ajaran yang bukan dari Allah.
Ayat 8, ‘Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya
yang kosong dan palsu menurut ajaran
turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.’ Sekali lagi Alkitab menyatakan bahwa tidak
semua pengkhotbah itu mengajarkan Firman Tuhan yang murni! Memang mereka mengutip ayat-ayat dalam
Alkitab, namun uraiannya itu hanya filsafat, palsu dan tidak jarang yang masih sangat berbau
ajaran-ajaran turun-temurun, yang didasarkan di atas peraturan Taurat / Kitab
Perjanjian lama.
Salah satu contoh yang jelas adalah adanya ‘minyak urapan’ yang sering
dipakai dalam Kekristenan, untuk melindungi kita. Coba pikir baik-baik, setelah Yesus ada di
dalam kita, apakah kita masih memerlukan hal-hal seperti itu? Siapa yang melindungi kita, Yesus yang ada di
dalam atau ‘minyak urapan’ yang hanya benda mati itu? Bukankah ini namanya perdukunan berkedok Kristus. Lagi-lagi penghujatan!
Itu sebabnya ayat selanjutnya mengatakan dengan tegas, ‘Sebab
dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allah-an, dan kamu
telah dipenuhi di dalam Dia. Dialah
kepala semua pemerintah dan penguasa.’
Anda dapat melihat ungkapan ini?
Ayat di bawah nanti akan menerangkan lebih jelas. Di sini yang dimaksud dengan ‘Dialah kepala semua pemerintah dan
penguasa’ adalah bahwa Dia telah mengalahkan kuasa Iblis dan dunia
ini! Bahkan bagi kita yang benar-benar
ada di dalam Dia, kuasa daging itu tidak ada apa-apanya, enteng-enteng saja. ‘Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan
penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenanganNya atas
mereka.’ Ayat 15.
‘Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh
manusia, tetapi
dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan tubuh yang berdosa, karena
dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut
dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah
membangkitkan Dia dari orang mati.’ Ayat
11 - 12. Rupanya
‘sunat’ dalam Perjanjian Lama adalah lambang dari ‘menanggalkan sisfat-sifat
kedagingan’ manusia. Jadi dalam ayat ini
Paulus ingin menerangkan bahwa ‘menanggalkan kedagingan’ manusia tidak dapat /
mungkin dilakukan dengan kekuatan
manusia sendiri yang memang kodratnya kedagingan. ‘Sebab keinginan daging adalah perseteruan
terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak
mungkin baginya.’ Roma 8 : 7. Untuk dapat menanggalkan ‘kedagingan’
manusia, manusia memerlukan Allah yang menjelma menjadi manusia Yesus. (Mengenai istilah ‘Baptisan’; ‘Dikuburkan’
dan ‘Dibangkitkan’, sebaiknya Anda membaca juga tulisan lain berjudul ‘Berkat
Tak Ternilai Yang kita Peroleh dari Baptisan Air dan Perjamuan Kudus’).
Ayat 18 - 19, ‘Janganlah kamu biarkan kemenanganmu
digagalkan oleh orang yang pura-pura merendahkan diri dan beribadah kepada malaikat, serta berkanjang pada penglihatan-penglihatan
dan tanpa alasan membesar-besarkan diri oleh pikirannya yang duniawai, sedang
ia tidak berpegang teguh kepada Kepala, dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang
dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan
ilahinya.’ Saya sangat mengharap
Anda mencamkan benar-benar arti ayat ini. ‘Berkanjang’ artinya ‘memaksakan’.
‘Berkanjang pada penglihatan-penglihatan’, dalam terjemahan lain
mengatakan ‘memaksakan orang percaya pada
penglihatan yang tidak pernah mereka lihat’! Inilah yang sedang berjangkit dalam
Kekristenan, semua orang mengaku melihat penglihatan, tapi tidak pernah ada
saksinya. Tapi ternyata tidak sedikit
orang Kristen justru percaya dengan tipuan-tipuan semacam itu. Bagi saya itu semua hanyalah ‘cerita
nenek-tua’.
Kedua, orang yang mengaku melihat penglihatan itu dengan liciknya
selalu membesar-besarkan apa yang tidak pernah mereka lihat. Dasar ‘orang buta menuntun
orang buta’, semua orang percaya dan bahkan kagum dan menjadikan sang pelihat /
penenung itu rasulnya.
Pada zaman nabi Yehezkiel Tuhan pernah berpesan, ‘Hai anak manusia, bernubuatlah melawan nabi-nabi Israel, bernubuatlah
dan katakanlah kepada mereka yang bernubuat sesuka hatinya saja : Dengarlah
firman Tuhan! Beginilah firman Tuhan
Allah : Celakalah nabi-nabi yang bebal yang mengikuti bisikan hatinya sendiri
dan yang tidak melihat sesuatu penglihatan.
Seperti anjing hutan di tengah-tengah reruntuhan, begitulah nabi-nabimu,
hai Israel.’ Yehezkiel 13 : 2 - 4.
‘Penglihatan mereka menipu dan
tenungan mereka adalah bohong; mereka berkata : Demikian firman Tuhan, padahal
Tuhan tidak mengutus mereka, dan mereka menanti firman itu digenapiNya. Bukankah penglihatan tipuan yang kamu lihat
dan tenungan bohong yang kamu katakan : Demikianlah firman Tuhan, padahal Aku
tidak bicara? Sebab itu, beginilah
firman Tuhan Allah, oleh karena kamu mengatakan kata-kata dusta dan melihat
perkara-perkara bohong, maka Aku akan menjadi lawanmu, demikianlah firman Tuhan
Allah. Aku akan mengacungkan tanganKu
melawan nabi-nabi yang melihat perkara-perkara yang menipu dan mengucapkan
tenungan-tenungan bohong; mereka tidak termasukperkumpulan umatKu dan tidak
akan tercatat dalam daftar kaum Israel, dan tidak akan masuk lagi di tanah
Israel; dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah Tuhan Allah. Oleh karena, ya sungguh karena mereka
menyesatkan umatKu dengan mengatakan : Damai sejahtera!, padahal sama sekali
tidak ada damai,’ Yehezkiel
13 : 6 - 10A.
Celakanya tidak ada orang yang memperhatikan nubuatan Yeremia yang
jauh-jauh hari telah menyatakan bagaimana sikap orang Kristen yang tidak mau
mencari kebenaran itu, Lintasilah
jalan-jalan Yerusalem, lihatlah baik-baik dan camkanlah! Periksalah di tanah-tanah lapangnya, apakah
kamu dapat menemui seseorang, apakah ada yang melakukan keadilan dan mencari
kebenaran, maka Aku mau mengampuni kota itu. Yeremia
5 : 1. Di sini
seakan-akan Tuhan ‘menantang’, cobalah Anda mengamati Gereja-gereja sekarang
ini, adakah seseorang di dalamnya yang melakukan
keadilan dan mencari kebenaran?
Ungkapan ini cenderung mengatakan bahwa tidak bakalan Anda menemukan
seorangpun yang mencari kebenaran di dalamnya!
Ayat-ayat berikut menyatakan bahwa dari bawahan (umat rendahan) sampai
kepada pimpinannya memang tidak ada yang mencari kebenaran. Lalu
aku berpikir : Itu hanya orang-orang
kecil; mereka adalah orang-orang bodoh, sebab mereka tidak mengetahui jalan
Tuhan hukum Allah mereka ayat
4. Dan orang-orang besar yang mengetahui jalan Tuhan
dan hukum Allahpun telah mematahkan kuk,
dan telah memutuskan tali-tali pengikat! ayat 5.
Dan yang lebih parah lagi ayat 30 - 31 menyatakan kebobrokan ‘umat
Allah’, Kedahsyatan dan kengerian terjadi di negeeri ini (Gereja) : Para nabi
bernubuat palsu dan para imam mengajar dengan sewenang-wenang, dan umatKu
menyukai yang demikian! Tetapi apakah
yang akan kamu perbuat, apabila datang kesudahannya? S atu nubuatan yang tidak pernah diperhatikan
oleh orang Kristen! Perhatikanlah
kalimat terakhir, apakah yang harus Anda lakukan bila masa-masa seperti itu
benar-benar terjadi? Larilah / jauhkanlah diri Anda dari
nabi-nabi dan imam-iman yang seperti itu!
Telitilah pasal 6 kitab Yeremia ini.
Ketiga, apa akibatnya? Karena
mereka tidak berada di dalam Kristus, yang adalah Kepala Gereja, mereka tidak
lagi mengerti apa arti Gereja sebagai tubuh Kristus, yang seharusnya merupakan
suatu kesatuan yang diikat oleh kasih Allah, sebaliknya mereka telah
menghancurkan tubuh Kristus, Gereja yang ada dengan cara memporak-porandakan
tubuh Ktistus itu dengan ajaran-ajaran sesat mereka seperti yang dikatakan nabi
Yehezkiel tadi! Ingat merekalah
serigala-serigala, anjing-anjing yang telah saya singgung di atas.
Apa yang saya uraikan di atas adalah untuk masuk ke dalam pembuktian
tentang ‘penekanan upacara / ritual badaniah’ di atas. Kita baca ayat 20 - 23, ‘Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus dan bebas dari
roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan,
seolah-olah kamu masih hidup di dunia : jangan jamah ini, jangan kecap itu,
jangan sentuh ini; semuanya itu hanya mengenai barang yang binasa oleh
pemakaian dan hanya menurut perintah-perintah dan ajaran-ajaran manusia. Peraturan-peraturan ini, walaupun nampaknya
penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri, seperti merendahkan diri, menyiksa
diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi.’ Camkanlah isi ayat-ayat di atas tadi.
Camkan juga pasal 3 : 1 - 4, ‘Karena
itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di
atas (yang rohani), di mana Kristus
ada, duduk di sebelah kanan Allah.
Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi (badaniah).
Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di
dalam Allah. Apabila Kristus, yang
adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamupun akan menyatakan diri bersama
dengan Dia dalam kemuliaan’!
Tidakkah Anda melihat dengan jelas sekarang, bahwa orang yang berdoa
meminta hal-hal yang memuaskan tubuh itu haram hukumnya? Dan dari sini juga kita melihat bahwa orang
yang doanya meminta hal seperti itu, jelas tidak / belum menerima Yesus!
II.
Kini kita lihat apa arti ‘Hidup
Berkelimpahan’ yang sebenarnya. Kita
lihat ayat-ayat Yohanes 10.
Ayat 1- 3A, Aku berkata kepadamu
: Sesungguhnya siapa yang masuk ke dalam
kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat tembok, ia
adalah seorang pencuri dan seorang perampok; tetapi siapa yang masuk melalui
pintu, ia adalah gembala domba. Untuk
dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia
memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar’.
Dari ayat di atas kita lihat ada tiga ‘kelompok’. Satu, kelompok ‘yang masuk ke dalam kandang
tidak melalui pintu’. Dua, ‘yang masuk
melalui pintu’, nanti Anda akan tahu mereka adalah gembala, pintu itu sendiri
dan penjaga. Dan yang ketiga, tentunya
‘kawanan domba’.
Kita juga baca istilah ‘domba-domba mendengar suaranya’. Di sini kita harus mengerti bahwa ‘mendengar
suaranya’ bukan sekedar mendengar tanpa pengenalan, bukan hanya suaranya saja
yang dikenal, tapi juga sifat-sifatnya.
Jadi arti sesungguhnya adalah ‘domba-domba itu mengenali suara / sifat
gembalanya’.
Lalu kita baca juga ‘ia memanggil domba-dombanya masing-masing
menurut namanya’. Sering kita menganggap bahwa ‘memanggil
namanya’ diartikan sebagai memanggil, Markus, Yohanes, Martha dan
sebagainya. Itu salah. Di negara lain, orang memelihara domba tidak
hanya 10 atau 20 ekor, namun ratusan.
Bagaimana gembala dapat memberi nama sebanyak itu? Ada kebiasaan orang memberi nama hewan itu
menurut sifat-sifatnya. Misalnya saya
punya anjing hitam, tidak nanti saya beri nama si Putih, bukan? Hitam, ya si Hitam; gemuk ya si Gendut. Itu kalau satu, kalau banyak? Ya si Hitam Malas; si Gendut galak. Dan sebagainya. Jadi arti kalimat dalam ayat itu adalah bahwa
‘gembala itu mengenal sifat setiap dombanya’.
Yang terakhir kita baca ‘menuntunnya ke luar’.
Selama domba itu ada di dalam kandang, mereka akan selalu terlindungi
dari bahaya apapun juga. Namun bila
mereka dituntun ke luar, maka bahaya selalu mengintainya. Apalagi bila mereka dibawa ke rumput yang
hijau dan di air yang tenang. Karena di
situ jugalah binatang pemangsa mengintai untuk memangsanya. Jadi artinya, domba itu tidak selalu
‘terlindung’, namun lebih sering dibawa ke udara terbuka yang banyak bahayanya.
Jadi artinya, ada dua kelompok yang sangat mempengaruhi kelompok ke
tiga. Kelompok ‘gembala’ itu dikenal dan
mengenal kelompok domba. Dan dialah yang
menggembalakan domba-dombanya (membawa keluar dan masuk ke kandang).
‘Jika semua dombanya telah
dibawanya ke luar,
ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya’ ayat 4.
Arti ‘domba-domba itu mengikuti
dia’ mempunyai arti yang dalam sekali.
Di sini bukan sekedar mengikutinya ke kanan atau ke kiri, namun
‘mempunyai sifat-sifat yang sama’ dengan gembalanya. Misalnya seorang ibu yang cerewet mempunyai
seorang putri yang cerewet, maka orang akan berkata bahwa putrinya itu ‘mengikuti’
sifat ibunya. Seorang ayah yang lemah
lembut punya anak laki-laki lemah-lembut, maka orang akan berkata bahwa anak
laki-laki itu seperti (mengikuti sifat-sifat) ayahnya. Hal itu dapat terjadi karena putra / putri
itu ‘mengenal sifat-sifat’ orang tuanya sedemikian rupa sehingga sifat-sifat
itu ‘nempel / melekat’ pada dirinya.
Bukankah hidup orang-tua menjadi contoh bagi anak-anaknya?
Jadi arti ayat 4 ini adalah, bahwa pada saat domba-domba itu dalam alam
terbuka yang penuh dengan bahaya, mereka akan menunjukkan sifat-sifat yang sama
dengan gembalanya yang telah memberinya contoh (berjalan di depan mereka). Orang-orang Kristen yang benar-benar adalah
anak Allah (domba Allah), mereka pasti mengenal sifat-sifat Gembalanya,
sehingga pada saat mereka dalam setuasi bagaimanapun juga, mereka akan
mengeluarkan sikap yang sama dengan sikap Gembalanya. Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa kita
ini benar-benar dombaNya bila kita tidak mengenal sifat-sifatNya? Itu sebabnya Kekristenan itu tidak sekedar percaya,
diimani dan sebagainya. Tetapi
pengenalannya akan diriNya sebagai Gembala yang menentukan.
Contoh, pada saat Yesus dipukuli, diludahi dan bahkan disalib, apakah
Ia mengutuk, membalas? Bagaimana dengan
Anda? Bila Anda adalah dombaNya, pasti
reaksinya sama dengan Dia. Bila tidak
sama??? Itulah sebabnya Allah harus
menjadi manusia, untuk memberi contoh / anak sulung bagi manusia yang ingin
hidup benar.
‘Tetapi seorang asing pasti
tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang asing
tidak mereka kenal’.
Ayat 5. Domba yang mengenal betul
suara / sifat Gembalanya, pasti dapat membedakan suara / sifat ‘orang asing’ /
‘orang-orang asing’ yang tidak masuk dari pintu. Dan mereka tidak akan mendengar /
menurutinya.
Maka kata Yesus sekali lagi :
‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
Akulah pintu ke domba-domba itu.’
Ayat 7. Saudara, bila kita
memperhatikan cara Yesus bertutur, sangat indah sekali. Ia selalu menerangkan sesuatunya dengan halus
dan selangkah demi selangkah, sehingga bila kita mau sedikit memperhatikan
saja, kita akan mengerti tanpa harus belajar dari manusia. Perhatikan baik-baik, pada mulanya Ia berkata
‘siapa
yang masuk melalui pintu’. Di sini kesannya jelas, ada dua ‘oknum’, satu
seseorang dan satunya lagi pintu. Namun
dalam ayat 7 ini Ia berkata bahwa Dialah
pintu itu.
Lalu siapa ‘seseorang itu’?
Jawabnya sangat jelas bahwa Dialah Gembala domba. Lha sekarang, siapa Gembala itu? Dalam ayat 11 dengan tegas Dia berkata
‘Akulah Gembala yang baik. Gembala yang
baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya’.
Dengan perkataan lain, Yesus itu
adalah Gembala yang baik dan juga Pintu menuju domba-domba. Arti kalimat ini sangat penting sekali. Di sini sebenarnya Yesus ingin mengatakan
bahwa ‘allah’ yang tidak turun ke dunia
sebagai ‘manusia’ itu bukan Allah yang menyelamatkan, namun ia adalah Iblis
yang datang khusus untuk membinasakan manusia. (Yang melompat tembok). Bila kita perhatikan,
ternyata di dalam dunia ini tidak ada agama yang ‘allahnya’ turun menjadi
manusia kecuali Allah kita.
Kedua, Allah yang menjadi manusia itu juga ‘harus’ menyerahkan nyawaNya
untuk mati bagi pengampunan dosa manusia yang mau menjadi dombaNya. Karena tanpa darah Yesus tidak seorangpun
selamat. Itu sebabnya Dia berkata ‘Akulah
Gembala yang baik, yang menyerahkan nyawanya bagi domba-dombaNya’.
Lalu siapa ‘Penjaga-pintu’
itu. Sulit bagi saya untuk
menerangkannya. Namun saya yakin bahwa
yang dimaksud ‘Penjaga-pintu’ itu adalah Roh Kudus. Apa sebab?
Karena Dialah yang seakan-akan dapat membawa Allah kepada manusia. Yang saya maksud, yang menjadikan /
membukakan hati manusia untuk dapat mengenal siapa Dia yang
sebenar-benarnya. Bila Anda perpegang
pada teori Allah Tri Tunggal, ya ini gambarannya! Gembala (Allah Bapa), Pintu (Allah Anak) dan
Penjaga-pintu (Roh Kudus).
‘Semua orang yang datang
sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba tidak mendengarkan
mereka’ ayat 8. Terjemahannya di sini memang
kurang akurat. Yang dimaksud ‘sebelum’
sebenarnya adalah di ‘luar’. Ini
menunjuk arti kalimat dalam ayat di atas ‘siapa
yang masuk ke dalam kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan
memanjat tembok’. Namun di sini
artinya jadi luas. Bila pada ayat 1, seolah-oleh hanya ‘seorang’ saja, yaitu
Iblis. Namun di sini ada istilah ‘semua
orang’, artinya siapa saja, manusia yang ‘masuk’ menjadi Kristen namun tidak
menerima Yesus, dia adalah juga pencuri dan perampok.
Kita tahu sekarang, bahwa tidak semua orang Kristen itu adalah domba
Allah! Sekalipun saya ini disebut-sebut
sebagai ‘orang yang sangat dipakai Tuhan’, misalnya, namun bila saya belum /
tidak pernah menerima Yesus sebagai Allah saya, saya sama sekali bukan domba
Allah, tapi ‘pencuri / perampok’ yang kerjanya merusak Gereja / Jemaat Allah. Lihat saja zaman ini, di mana Gereja terus
menerus pecah. Ini semua adalah
pekerjaan ‘orang yang masuk dengan melompat tembok’ itu!
Kita lihat Matius 7 : 15, ‘Waspadalah
terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba,
tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas’, dan Matius 10 : 16, ‘Lihatlah, Aku mengutus kamu seperti domba
ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan
tulus seperti merpati.’ Dan lagi
Kisah Para Rasul 20 : 29 - 30, ‘Aku tahu,
bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke
tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul
beberapa orang, yang dengan ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid
dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka.’ Dan Paulus menggunakan istilah yang lebih
hina lagi, ‘Hati-hatilah terhadap anjing-anjing, hati-hatilah terhadap pekerja-pekerja yang
jahat, hati-hatilah terhadap penyunat-penyunat yang palsu.’ Filipi
3 : 2. (Maksud
Paulus di sini adalah penginjil-penginjil yang menekankan perbuatan luar /
badaniah dan tidak pernah menyentuh yang ada di dalam manusia).
Dari ayat-ayat tersebut di atas dapat diambil kesimpulan. Bahwa yang disebut ‘serigala’ adalah orang-orang
yang belum / tidak menerima Yesus sebagai Allah bagi dirinya, tetapi mereka itu
adalah orang-orang Kristen. Bahkan
betapa banyaknya orang yang mengaku-aku dirinya hamba Tuhan, yang mengajarkan
hal-hal yang badaniah. Jumlah mereka
tidak sedikit, bahkan banyak sekali.
Bahkan bila kita kaitkan dengan Matius 24 : 24 - 25 yang mengatakan, ‘Sebab
Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan
tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin,
mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.
Camkanlah, Aku sudah mengatakannya terlebih dahulu kepadamu.’ Jadi perhatikan baik-baik hal ini. Mereka itu adalah pendeta / penginjil yang
tersohor dan bahkan mungkin berkaliber dunia tentunya! Anda simak saja Lukas 6 : 26, ‘Celakalah
kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang
mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.’ Ini juga bicara tentang yang tersohor. Pengikut mereka jauh lebih banyak dibanding
dengan yang ‘yang mengenal suaraNya’!
‘Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu : ‘Tuhan, Tuhan,
bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan
mengusir setan demi namaMu, dan
mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga?
Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata :
Aku tidak pernah mekenal kamu! Enyahlah
dari padaKu , kamu sekalian pembuat kejahatan. Matius
7 : 22 - 23. Yang
ini bicara tentang si tukang bernubuat dan ‘pendeta / Penginjil’ besar
tentunya!
Itu sebabnya Yesus berkata ‘Jika semua dombanya telah dibawanya ke
luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena
mereka mengenal suaranya. Tetapi seorang
asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara
orang asing tidak mereka kenal’.
Di sini kita lihat pentingnya kita mengenal pribadi Allah secara
pribadi, bukan sekedar karena kata orang lain!
Itu sebabnya pengenalan pada Allah yang menjadikan kita peka terhadap
hal-hal yang bukan dari Dia!
‘Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia
akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.’ Ayat 9. Ini
kebalikan dari ayat sebelumnya. Kalau di
atas tadi adalah Iblis dan orang yang tidak menerima Yesus tapi jadi
Kristen. Di sini adalah di samping
Gembala, Allah sendiri yang masuk melalui pintu, menjadi Anak Manusia, juga
‘manusia berdosa’ yang menerima Yesus sebagai Allahnya (masuk melalui Pintu),
mereka akan selamat, menjadi dombaNya.
Dikatakan ‘yang masuk dan keluar’, artinya yang hidupnya senantiasa ada
di dalam Yesus, merekalah domba-domba sejati Allah’. Dan mereka akan mendapat ‘makanan rohani’
langsung dari Dia sendiri dan tidak dari manusia! Sayangnya sekarang ini kebanyakan orang
Kristen justru selalu mencari makan dari ‘manusia serigala’ yang berkeliaran di
dunia Kekristenan di seluruh dunia.
Kini tiba di bagian yang terpenting dalam bagian ini. Ayat 10A, ‘Pencuri datang hanya untuk
mencuri dan membunuh dan membinasakan;’.
Seperti yang telah saya uraikan di atas, sekali lagi Tuhan
mengatakan bahwa tujuan utama baik Iblis maupun orang-orang yang mengaku
dirinya Kristen, tokoh-tokoh Gereja, dan orang-orang yang diangkat manusia atau
bahkan mengangkat dirinya sendiri sebagai Pendeta dan Penginjil dan sebagainya
namun yang tidak ada Yesus di dalam dirinya, adalah memecah belah /
menghancurkan Gereja untuk ‘membinasakan’ kehidupan rohani orang lain. Walau tidak mereka sadari! Lihat saja gembong perpecahan Gereja itu
pasti tokoh-tokohnya yang mengaku ahli theologia!
Ayat 10B, ‘Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam
segala kelimpahan.’ Ayat yang
begitu indah dan ajaib, telah diselewengkan oleh serigala / anjing-anjing
penyesat itu. Terkutuklah mereka itu
semua!
Dalam ayat ini Yesus dengan
jelas mengatakan ‘tujuan utama kedatanganNya’ ke dalam dunia ini! Yaitu memberi
manusia ‘hidup yang berkelimpahan’.
Sebelum kita membahas tentang apa ‘Hidup’
itu, kita bicara dulu apa arti ‘Berkelimpahan’.
Penyesat-penyesat selalu menterjemahkan ‘Berkelimpahan’ ini adalah limpahnya ‘harta dunia’. Betulkah?
Coba kita pikir dahulu baik-baik, bila ‘berkelimpahan’ itu diartikan
uang berlimpah, rumah, mobil dan sebagainya yang bersifat badaniah. Pertanyaannya, apakah Iblis tidak sanggup
memberikan yang begituan pada kita?
Tentu dapat! Jika demikian, apa
kehebatan Yesus pada saat Ia berkata ‘Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup,
dan mempunyainya dalam segala kelimpahan’? Bukankah Iblis bisa memberikannya juga?
Bukankah ini berarti orang Kristen menganggap bahwa kemampuan Yesus
hanya sekedar sama dengan Iblis?
Penghujatan itu namanya! Apakah
Yesus mengorbankan nyawaNya di Golgota itu hanya sekedar untuk memberikan
hal-hal badani manusia, pemuas hawa nafsu manusia??? Jika demikian, tidakkah sia-sia
pengorbananNya yang begitu besar? Ketahuilah bahwa pengorbananNya itu hanya
untuk satu tujuan, yaitu supaya manusia diselamatkan jiwanya!
Kedua, apa kata Yesus tentang orang kaya. Orang kaya itu susah masuk sorga, atau mudah
masuk sorga? Kalau susah, sesusah
apa? ‘Yesus
berkata pada murid-muridNya : ‘Aku
berkata padamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke
dalam Kerajaan Sorga. Sekali lagi Aku
berkata kepadamu, lebih mudah seekor
unta masuk melalui lobang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan
Allah’ Matius 19 : 23 -
24. Jadi kalau orang kaya
itu sulit masuk sorga, lha yang ingin menjadi kaya itu mempersulit atau
mempermudah hidupnya? Dari sini saja
sudah seharusnya orang Kristen tahu bahwa bila ada ajaran yang menganjurkan
mereka jadi kaya itu, berarti mengajak mereka
masuk neraka! Namun sangat
menakjubkan ajaran itu, sebab orang Kristen berduyun-duyun mengikuti ajaran
itu! Itu gobloknya orang yang tidak
‘mengenal suara Gembalanya’.
Jadi, demi Allah yang hidup, istilah ‘Berkelimpahan’ dilarang keras diterjemahkan sebagai berlimpahnya harta
duniawi / badani, hukumnya haram!!!
Sekarang kita lihat apa arti ‘Hidup’
di atas tadi. Kita lihat dahulu Yohanes
1 : 1 - 3, ‘Pada mulanya adalah Firman;
Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman
itu adalah Allah. Ia pada mulanya
bersama-sama dengan Allah. Segaala
sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak suatupun yang telah jadi dari
segala yang telah dijadikan. Di sini
istilah ‘Firman itu adalah Allah’ yang paling saya sukai. Dan dalam ayat 14 A, menyatakan ‘Firman
itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita,’. Jadi kembali di atas yang mengatakan bahwa
yang datang melalui pintu itu adalah Gembala yang baik! Siapa Dia?
Dialah Allah semesta alam yang menjadi Yesus, Anak Manusia.
‘Di dalam Dia ada hidup’ Yohanes 1 : 4.
Perhatikan istilah di sini, ini artinya ‘di luar’ Dia tidak ada ‘Hidup’! Pertanyaan saya, ‘Hidup’ di sini sama tidak dengan ‘Hidup’ dalam Yohanes 10 : 10 di atas? Tentu jawabnya, Sama! Jadi kesimpulannya, Allah yang menjadi manusia Yesus itu datang dengan
satu-satunya tujuan, memberikan ‘hidup’, yang ada di dalamNya, pada manusia. Hidup
ini tidak mungkin diperoleh dari siapapun juga!
Lalu apa ‘Hidup’ itu? Kalimat berikut dengan jelas mengatakan ‘dan
hidup itu adalah terang manusia’!
Jadi hidup di sini bukan bernafasnya manusia seperti hewan
bernafas! Salah besar!
Hidup yang ingin Tuhan berikan itu adalah terang manusia.
Sebelum saya menerangkan apa arti ‘Terang’,
saya ingin terlebih dahulu menerangkan apa arti ‘kegelapan’. Bagi saya kegelapan itu ada empat macam. Yang pertama, mata saya ini tajamnya seperti
mata elang muda, benda sekecil apapun dapat saya lihat dengan jelas dari jarak
jauh. Namun saya hidup waktu tengah
malam, tanpa lampu, tiada api, bintang bulanpun tidak. Dapatkah saya berlari-lari dalam keadaan
seperti itu? Tentu saja dapat. Tapi nabrak-nabrak, tersandung-sandung dan
masuk parit. Artinya, saya tidak mungkin
berjalan dengan benar dan tidak juga dapat melakukan sesuatunya dengan
benar. Inilah kegelapan yang pertama.
Kedua, waktunya siang hari bolong, tidak ada awan dititikpun, langit
biru cerah, tapi mata saya buta total.
Akibatnya, ya sama. Hidup dalam
gelap juga. Kegelapan kedua. Yang
ketiga, inilah keadaan manusia sebelum ada Yesus. Sudah buta total, hidup dalam dunia kegelapan
tengah malam itu.
Yang keempat, yang paling menyedihkan dan mengerikan. Dunia telah dijadikan terang oleh
kelahiranNya, fajar telah tiba. Namun
manusia menolaknya, mereka lebih suka hidup dalam kegelapan hatinya!
Bayangkan, setelah manusia jatuh dalam dosa, maka ia menjadi manusia
yang (hatinya) hidup dalam gelap. Dan
setelah ia ‘tercampak’ keluar dari taman (terang Allah), ia hidup dalam
kegelapan dunia. Itu sebabnya manusia
tidak pernah dapat melakukan sesuatunya dalam kebenaran! Tidak dapat membedakan mana yang benar dan
yang salah!
Namun, karena demikian besar Allah mengasihi manusia, Ia rela turun ke
dunia menjadi Anak Manusia. Supaya
dengan demikian, baranagsiapa mau menerima Dia, mereka akan mendapatkan ‘terang’
yang memang ingin Dia berikan pada manusia.
Supaya mereka dapat membedakan mana yang benar dan yang salah. Tidak itu saja, mereka bahkan dapat melakukan
yang benar dan tidak lagi melakukan yang tidak benar.
Karena pada saat Yesus lahir di dunia ini, Ia telah menjadikan
kegelapaan dunia ini menjadi dunia yang terang.
Namun sebelum manusia itu menerimaNya sebagai Allahnya, ia tetap masih
buta, masih dalam kegelapan. Tetapi
begitu manusia itu menerimaNya sebagai Allah, di dalam dirinya ada terang
itu. Itu sebabnya ayat beriktu
mengatakan ‘Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak
menguasainya’. Di sini Anda
harus sadar bahwa yang dimaksud ‘kegelapan’ itu adalah hati manusia. Mana yang lebih gelap, yang di luar
manusia? Atau yang di dalam hati
manusia? Jadi bila terang itu telah
masuk ke dalam hati manusia, maka kuasa kegelapan / dosa sudah tidak lagi
menguasai manusia yang bersangkutan. Ia
bebas dari berbuat dosa, sebaliknya ia senantiasa melakukan kehendak Allah,
hidup dalam terangNya. Hidup yang
seperti inilah yang ingin Tuhan berikan pada manusia! Namun sayang, sayang sekali, manusia menolak
terang itu karena mereka ingin tetap hidup dalam ‘dunianya yang gelap’,
(dibutakan oleh) yang materialistik.
Inilah kegelapan keempat yang saya maksud di atas!
Akibat lain dari masuknya ‘terang ke dalam kegelapan’ adalah bahwa mata
hati / rohani orang yang bersangkutan itu menjadi ‘melek’, ia dapat memisahkan
yang benar dari yang tidak benar. Bukan
saja terhadap dirinya, melainkan juga yang ada di sikitarnya. Inilah yang telah saya singgung dalam bagian
I di atas, mampu menghakimi yang salah!
Sekarang kita lihat apa arti ‘Berkelimpahan’. Bila untuk mengerti apa arti terang, kita
melihat dahulu apa arti gelap. Di sini
saya juga ingin Anda melihat dahulu apa arti ‘miskin’. Kita baca Yohanes 1 : 10, ‘Ia
telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan olehNya, tetapi dunia tidak
mengenalNya.’ Ini adalah kemiskinan
pertama. Contoh singkat saja, bila Anda
sudah seusia sekarang ini, dan hidup bersama orang-tua Anda, namun Anda tidak
mengenal mereka, apa itu tidak disebut ‘Anda miskin’? Bila saya tanya Anda anak siapa, lalu Anda
tidak tahu. Setelah saya bawa Ibu Anda
di hadapan Anda, Anda tetap saja tidak mengenalnya, apa itu bukannya
kemiskinan? Manusia diciptakan oleh
Allah, namun mereka tidak mengenal siapa Penciptanya. Apa itu tidak menyedihkan?
Yang lebih menyedihkan lagi adalah ‘Ia datang kepada milik kepunyaanNya, tetapi
orang-orang kepunyaanNya itu, tidak menerimaNya’. Ayat 11. Bayangkan, bila misalnya Anda adalah
orang-tua seorang gadis. Pada suatu saat
anak gadis Anda menikah, lalu diboyong suaminya. Sehari, dua hari. Seminggu, dua minggu. Sebulan, dua bulan. Mereka tidak pernah menghubungi Anda. Tentunya Anda kangen dan ingin tahu keadaan
putri dan menantu Anda, bukan?! Pada
saat Anda tiba di rumah mereka, mengetuk pintu, terdengar suara putri Anda
‘Siapa?’. Anda menjawab ‘Ini Papa dan
Mamah, Nak.’ Lalu Anda mendengar suara
dari balik pintu itu yang mengatakan ‘Pergilah, aku sudah bukan anak Papa Mama
lagi. Aku tidak mau kenal kalian
lagi! Pergilah, jangan ikut campur
dengan kehidupan kami lagi!’ Bagaimana
perasaan Anda? Itulah kemiskinan yang
paling miskin! Coba lihat Yesus
dilahirkan di kalangan umat pilihanNya, orang Israel. Ia melayani umatNya dengan kasih yang tulus,
namun apa balasan mereka? Menyalibkan
Dia!
Coba lihat orang Kristen sekarang ini.
Mereka mengakui Yesus sebagai Allahnya, namun apa yang mereka perbuat
bagi Dia? Sebenarnya mereka itu telah
menolakNya sebagai Allah dalam hidup mereka.
Lihat saja mereka hanya mau, bahkan menuntut berkatnya, namun menolak
diriNya sebagai Allah. Mereka tetap
seperti orang yang makan roti di bukit itu.
Mereka ingin menjadikan Yesus raja, namun Yesus menolaknya. Mengapa?
Karena mereka mau menjadikan Yesus raja badaniah, yang menjamin
berkat-berkat badaniah. Itu sebabnya,
pagi harinya Yesus berkata : ‘Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya engkau mencari
Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah
makan roti itu dan kamu kenyang.’ Yohanes 6 : 26. Dapatkah Anda mengerti arti
ayat ini? Orang Kristenlah yang telah
menurunkan derajat Yesus serendah gunung Kawi dan dukun-dukun! Itulah kemiskinan orang Kristen tanpa Yesus
di dalamnya. Inilah yang saya maksud
dengan ‘kegelapan ke empat’. Terang itu
telah datang, namun manusia yang katanya mengenal terang itu, tidak pernah mau
keluar dari kegelapan hatinya. Ia
menolak masuknya terang itu!
Lalu apa itu ‘berkelimpahan’.
Kita baca ayat berikut, ‘Tetapi semua orang yang menerimaNya
diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam
namaNya.’ Bagi saya inilah
‘berkat yang berkelimpahan itu’! Pada
umumnya orang menterjemahkannya sebagai ‘barang siapa menerima Yesus, ia
menjadi anak Allah dan masuk sorga’.
Terjemahan yang terlalu naif kalau tidak boleh dikatakan salah
besar! Ada dua arti penting dalam ayat
ini.
Pertama, supaya lebih jelas, saya akan memberi contoh lagi. Misalnya pada suatu saat saya dipanggil oleh
seorang raja. Dan ia mengangkat saya
jadi anaknya, semua surat identitas lama saya dibakar dan mendapat yang baru,
yang dengan jelas menyatakan bahwa saya ini anaknya. Kita lihat bagaimana sikap saya kemudian.
Sikap pertama, setelah saya diangkat itu, saya berkata pada ‘bapak’
baru saya, ‘Kalau benar sekarang ini saya menjadi anak Bapak, tentunya saya
dapat masuk ke dalam rumah Bapak. Bahkan
masuk ke kamar pribadi Bapak. Saya juga
dapat menikmati kekayaan Bapak.’ Dan
sebagainya. Lalu sejak itu saya jadi
anak raja, menggunakan kuasanya, hartanya dan semuanya untuk menikmati hidup
ini. Bahkan saya berani menggunakan nama
Bapak saya itu untuk mengumpulkan dana dari rakyat untuk kepentingan pribadi
saya. Ke mana-mana mengaku anak raja, untuk
menakut-nakuti rakyatnya sedemikian rupa, sehingga mereka lebih takut pada saya
daripada Bapak saya yang katanya penuh kasih itu! Itu sikap pertama. Inilah sikap sebagian terbesar Pendeta /
Penginjil terhadap umat Allah!
Mengerikan!
Mengapa hal itu dapat terjadi?
Karena orang Kristen itu pada buta!
Coba pikir, kedudukan / martabat ‘anak’ dengan ‘hamba’ itu, mana lebih
tinggi? Sudah entah berapa abad
Kekristenan itu diselewengkan oleh
orang-orang yang menyebut dirinya ‘hamba Allah’. Coba kita urut ceritanya. Bila hari ini saya menerima Yesus sebagai
Allah, maka saat ini juga saya jadi ‘anak Allah’, bukan?! Dalam perjalanan Kekristenan, yang kita
‘anut’, kalau ‘anak’ yang sungguh-sungguh melayani Bapanya, ia akan jadi
‘hambaNya / Pendeta / Penginjil’. Nah
lho, kalau dari ‘anak’ menjadi ‘hamba’ ini namanya ‘diangkat’ atau ‘diturunkan’
pangkat / derajatnya? Aneh bukan!?
Yang lebih aneh lagi, setelah ‘diturunkan menjadi hamba’, bagaimana ia
dapat merasa kekuasaannya melebihi ‘si anak’?
Sedemikian rupa ‘keyakinannya’ itu, sampai-sampai bukannya ‘hamba’ yang
takut pada ‘anak majikan’, tapi sebaliknya.
Bukan ‘anak’ yang memerintah ‘hamba’, tapi ‘hamba’ yang menguasai,
bahakan menginjik-injak ‘anak majikan’.
Pada suatu hari, sedang saya berkunjung ke kantor teman, datanglah
seorang wanita, teman sahabat saya itu.
Dalam percakapan yang panjang lebar itu, akhirnya kami berbicara tentang
‘Perpuluhan’. Si wanita itu berkisah
katanya, pada suatu saat, perpuluhannya telah terkumpul empat juta rupiah. Ia bingung, mau diapakan, mau dikemanakan dana
itu. Mau diserahkan pada Gerejanya,
‘Hamba Bapaknya’ sudah naik BMW. Di
samping itu katanya di depan rumahnya ada sebuah Gereja kecil, yang kalau
sedang kebaktian, dan hujan, Pengkhotbahnya pasti terguyur air dari
langit. Bagaimana sekarang. Akhirnya dia mengambil keputusan untuk
‘tanya’ pada Bapanya di sorga. Dan ia
minta tanda begini, kalau beaya perbaikan atap di Gereja kecil itu kurang dari
empat juta rupiah, berarti Bapanya ingin supaya perpuluhan itu diberikan pada
Gereja tersebut. Ternyata, waktu
ditanyakan, beayanya hanya tiga juga lebih rupiah. Maka dengan senangnya ia melakukan kehendak
Bapanya dengan menyerahkan dana tersebut.
Tapi tidak lama kemudian, hal itu rupanya diketahui ‘hamba’ Bapanya. Dia
berkhotbah menyindirnya (hal begini sudah menjadi rahasia umum dalam
Kekristenan!) dengan mengatakan, ‘Jangan sekali-kali Saudara-saudara mengatur
uang Tuhan. Uang tuhan itu yang ngatur
hambaNya.’ Dan sebagainya sehingga
menjadikan wanita itu menjadi takut.
Cepat-cepat ia pulang, tambungan anaknya juga dibongkar, dipaksakan
untuk mendapat uang empat juta rupiah, dan langsung ‘distorkan’ pada hamba
Bapanya. Mendengar cerita itu saya
langsung mengatakan bahwa ia ini bukan bodoh, tapi goblok! Sudah jelas-jelas melakukan kehendak Bapanya,
kok takut digertak oleh hambaNya? Anda
dapat melihat kebodohan orang Kristen sekarang?
Yang menyedihkan kalau justru Anda juga termasuk golongan yang seperti
ini!
Ketahuilah dan camkanlah baik-baik, yang namanya hamba itu tidak punya
hak apa-apa. Dia hanya ‘berkuajiban
melayani’ anak-anak majikannya. Dan
sekali-kali tidak menguasai anak-anak majikannya juga tidak berkatnya! Namanya saja hamba, apa alasannya kalau dia
mau menguasai???
Sikap kedua. Pada saat saya
sadar siapa saya ini, koq sampai raja itu sudi mengangkat saya jadi
anaknya. Lalu saya berkata pada Bapak
baru saya itu, ‘Pak, kalau memang Bapak benar-benar mengangkat saya jadi anak
Bapak. Berikanlah tugas pada saya,
supaya saya dapat melakukan pekerjaan Bapak dan menyelesaikannya, bukan sebagai
pegawai yang menuntut upah, melainkan sebagai tanda terimakasih saya pada
Bapak’.
Dari kedua sikap itu, sikap mana yang dapat disebut sebagai
‘anak’? Tentunya Anda dapat menilainya
dengan bijak.
Arti kedua dari ‘diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak
Allah’. Kembali pada contoh di
atas. Ternyata maksud raja itu
mengangkat saya jadi anaknya, karena rasa kasihnya pada saya. Ia tahu saya ini adalah orang yang tidak
dapat berbuat apa-apa karena ketidak mampuan saya, saya akan mati di dalam
ketidak mampuan saya. Setelah saya
diangkat, saya mengerti akan kasihnya, lalu saya minta untuk dapat
melayaninya. Tapi karena saya bodoh
bahkan idiot, maka tidak mungkin saya melakukan kehendaknya. Kebetulan, ceritanya,
raja itu dapat ‘mentransfer / memasukkan’ ilmunya ke dalam diri saya. Melihat hati saya yang tulus itu, maka ia
pasti memasukkan segala kemampuannya (‘memasukkan rohnya’) ke dalam diri saya. Sehingga pada saat saya menunaikan tugas
saya, orang semua akan melihat bahwa cara hidup saya, perilaku saya itu persis
dengan sifat-sifat bapak baru saya itu.
Itu sebabnya hanya di dalam Kekristenan ada istilah ‘Roh Allah tinggal di dalam manusia dan manusia di dalam Roh Allah!’
Begitu juga dengan kita. Bila
kita menerimaNya sebagai Allah, maka dengan cara Ia masuk ke dalam diri kita,
Ia mengubah sifat-sifat badaniah kita menjadi rohani, sehingga kita menjadi
anak Allah yang mampu menjadi seperti Dia (mengikutiNya dari belakang). Ayat berikutnya lebih jelas mengatakan, orang-orang
yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani
oleh keinginan seorang laki-laki,
melainkan dari Allah. Jadi dengan jelas firman Tuhan
mengatakan bahwa Kekristenan itu terjadi / lahir bukan dari kekuatan /
kemampuan / hikmat manusia melainkan dari Roh Allah. Itu sebabnya sadarlah bahwa tidak seorang
manusiapun yang dapat membuat dirinya
menjadi Kristen, apalagi membuat orang lain jadi Kristen!
Nah, yang tidak dapat dilakukan oleh manusia itulah yang ingin
dilakukan oleh Allah supaya manusia mendapat ‘hidup yang berkelimpahan’
itu! Paulus juga menyatakan hal yang
sama, Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan Hukum Taurat karena tak berdaya
oleh daging, telah dilakukan oleh Allah.
Dengan jalan mengutus AnakNya sendiri dalam daging, .
. .. Roma
8 : 3a.
Jadi jelas sudah bahwa dengan kekuatan manusia sendiri (darah dan
daging) manusia tidak mungkin hidup benar.
Bukan pula karena kehendak manusia, maka manusia dapat hidup benar. Semuanya itu hanya semata anugerah dari
Allah.
Sebagai ayat-ayat penutup, saya ajak Anda merenungkan Galatia 5 : 16 -
18, Maksudku ialah : hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging. Sebab
keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan
dengan keinginan daging -- karena keduanya bertentangan -- sehingga kamu setiap
kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki.
Dari ayat ini sudah kelihatan jelas bahwa kepuasan badaniah itu
bertentangan dengan kehendak Allah. Dengan kata lain, keinginan menjadi kaya
(badaniah) itu jelas-jelas berlawanan dengan kehendak Roh Allah. Dan manusia harus memilih salah satunya,
tidak dapat memiliki kedua-duanya.
Kata Yesus dalam Matius 6 : 24, Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada
dua tuan. Karena jika demikian ia akan
membenci yang seorang dan memngasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang
seorang dan tidak mengindahkan yang lain.
Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon. Dari sini kita tahu benar bahwa istilah
‘Berkat’ sama sekali tidak diboleh diterjemahkan sebagai berkat badani /
Mamon. Dan manusia hanya diperkenankan
memilih satu di antara dua!
Akhirnya kita lihat bahwa
yang disebut ‘hidup berkelimpahan’ itu adalah, bahwa manusia yang badaniah ini,
yang dahulunya hidup menurut daging, telah dijadikan manusia badaniah yang
hidup menurut Roh Allah.
Saya harap Anda tidak sekali-kali menjadikan
tulisan ini sejajar, apalagi lebih tinggi dari Alkitab, serta menjadikannya
pegangan kehidupan Kekristenan Anda.
Ingat, hanya Alkitab yang menjadi pegangan Anda!
22 Oktober 1996.
0 comments:
Post a Comment