Menjadi pelayan Tuhan adalah satu hal yang sangat positif, apalagi kalau itu didasarkan pada panggilan Tuhan dan kerelaan hati melayani. Kalau dasar sudah jelas, pasti sejahtera hati pun akan segera mengikuti. Dalam kondisi seperti ini, waktu yang terbatas, kelelahan tubuh, banyaknya pekerjaan yang sangat menyibukkan, bukan menjadi halangan. Apalagi hanya soal penghargaan, itu bukanlah persoalan besar. Namun sangat disayangkan, banyak pelayan Tuhan ternyata kesulitan mencapai keadaan seperti ini, Karena menyangka Tuhan tak adil terhadapnya, yang sudah lama berjerih payah melayani-Nya, namun tak ada “balasan” yang segera dapat dirasakan dari-Nya.
Tak hanya di masa kini, jauh sebelumnya, dalam Alkitab pun ternyata juga pernah ada seorang pelayan Tuhan yang pernah mengalami – tak dapat menikmati apa yang dijalani. Dialah Asaf, seorang pelayan Tuhan yang hebat di masanya. Dalam kitab Perjanjian Lama (PL), Asaf disebutkan sebagai orang yang sangat berpengaruh dalam pelayanan, misalnya: 1) Kepala orang lewi; 2)Penyayi utama, ketika tabut dibawa ke Yerusalem (Taw 15:17,19); 3)Daud mengangkatnya sebagai kepala paduan suara dalam kebaktian (Taw 16:4,5). Kalau melihat bagaimana besarnya peranan Asaf dalam pelayanan dan bagaimana keseriusannya dalam melayani, kok bisa ya, Asaf tak menikmati apa yang dikerjakannya.
Dalam Mazmur yang ditulisnya, Mazmur 73, tersirat bagaimana Asaf kecewa dengan Tuhan, bahkan dalam ayatnya yang ke-13 Asaf menunjukkan kekecewaanya dengan mengatakan bahwa apa yang dia kerjakan selama ini (mempertahankan hati bersih dan membasuh tangan tanda tak bersalah) ternyata sia-sia belaka. Bagaimana tidak kecewa, Asaf yang sudah melayani Tuhan sekian lama, tapi hidupnya seolah tak diperhitungkan Tuhan. Justru orang-orang fasik dan pembual-pembual-lah yang sepertinya malah diberkati. “Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka, mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena Tulah...”(Mazmur 73:3-5). Untung saja Asaf kemudian tersadar. Kecemburuannya terhadap orang fasik, kesalahpengertiannya tentang Tuhan ternyata tak beralasan. Dibalik itu semua, rupanya Tuhan menyimpan maksud tersembunyi yang tidak ia ketahui sebelumnya yakni, untuk menghukum orang fasik dengan jalan membiarkannya dalam keberdosaan (18). Hingga akhirnya Asaf pun dapat mengerti dan meyakini bahwa Tangan Tuhan tetap mmbimbing dia, dan dekat dengan Tuhan adalah kesukaannya. (21-28)
Contoh dari Asaf adalah contoh yag masih tetap relevan sampai saat ini. Walaupun tak sepenuhnya sama, persoalan yang dijalani Asaf pun banyak dihadapi oleh pelayan Tuhan masa kini. Meskipun memandang berkat Tuhan dalam artian berwujud seperti yang dilakukan Asaf adalah tindakan yang kurang pas, jikalau dibandingkan dengan anugrah dan kesempatan yang Tuhan berikan kepadanya, namun itu adalah satu hal yang sangat wajar, karena Asaf juga sama seperti yang lain yang juga membutuhkan itu. Masakan Tuhan tidak mengerti keadaan hambanya yang miskin, hidupnya seperti terbuang dan kena kutuk itu (Mazmur 73:14).
Meskipun demikian, orientasi pelayanan tentunya juga tak bisa melulu didasarkan pada materi, sebab itu bukanlah hal utama. Sama seperti dalam cerita Asaf diatas, meskipun Tuhan sepertinya tidak adil terhadapnya, toh nyatanya Tuhan tak seperti apa yang Asaf lihat dan mengerti. Dibalik apa yang Tuhan sedang kerjakan, ternyata tersimpan maksud agung yang tersembunyi. Dan inilah yang perlu terus dicari dan dimengerti. Dengan mengerti bahwa ada kontribusi ilahi dalam setiap hal yang terjadi, niscaya sejahtera itu pun dapat segera diraih. Sebab tak kan ada lagi prasangka dan kecewa terhadap Dia. Bukankah rancangan Tuhan adalah rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan?Slawi
Monday, January 3, 2011
Sejahtera melayani Tuhan?
Related Posts :
Posted by
GKII "Bukit Shalom" Ubud
at
8:28 AM
Labels: http://www.blogger.com/img/blank.gif











0 comments:
Post a Comment