Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Monday, January 3, 2011

Menyapa Tuhan Dalam Keheningan


Dalam kota besar seperti di Jakarta ini, mencari tempat yang nyaman, sepi dan hening, sepertinya sulit sekali. Karena itulah banyak warga kota, di akhir pekan selalu melancong ke daerah pinggiran mencari apa yang dinamakan hening, sejuk dan sepi tadi, meskipun hal itu tak selalu ia temui. Kebutuhan akan tempat sepi dan hening ini umumnya didasarkan pada keinginan untuk mencari sesuatu yang berbeda dari rutinitas yang telah dilalui yang mengakibatkan berbagai tekanan-tekanan jiwa dan mental itu – disamping berbagai tujuan lain, termasuk memenuhi kebutuhan akan kehening dalam hubungannya dengan praksis spiritualitas.

Kebutuhan akan tempat hening ini ternyata tak hanya menjadi konsumsi masyarakat kota. Jauh di ujung sana, dalam masyarakat Jawa yang masih memegang teguh budayanya, yang notabene tinggal didaerah pedesaan bahkan daerah gunung itu, suasana hening, sunyi, dan sepi ternyata masih sangat dibutuhkan sebagai bagian dari hal yang mendukung praktik ritual “keagamaannya”. Dalam budaya Jawa sendiri, terdapat satu ritual yang dinamakan “olah roso” (olah rasa dalam artian positif)” yang bertujuan mengasah sensitifitas diri, dalam hubungannya dengan situasi dan keadaan sosial yang sedang dihadapinya. Secara umum aktifitas tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. 1), ritual tersebut diawali dengan melihat ke dalam diri sendiri, menilik kesejatian diri dengan menanyakan pertanyaan yang sangat mendasar tentang siapa diriku; 2) Mengamati, refleksi kedalam dengan meningkatkan kesadaran diri sendiri. membersihkan diri dari segala salah dan dosa dengan berkata jujur, mengaku salah, sekaligus mohon pengampunan dan ketentraman jiwa; 3) Melepaskan diri dari pikiran atau perasaan yang berubah-ubah (dinamis), membebaskan diri dari segala pikiran dan keinginan duniawi, sehingga diri dapat menemui kesejatiannya yang murni dan asli, yang mengakibatkan manusia dapat manunggal dengan Sang Ilahi. Dalam hal ini, tempat sepi, sunyi, dan hening menjadi satu hal utama agar khidmat itu boleh didapat. Meskipun pada dasarnya suasanan hening itu sendiri dapat diciptakan. Bagaimana dengan Kristen? Apakah orang Kristen juga membutuhkan tempat hening dalam menjalankan ritual keagamannya?

....Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. (Matius 6:6).
Pernyataan Ini adalah pernyataan Tuhan Yesus tatkala memberikan respon kontras terhadap model doa orang farisi yang seringkali narsis itu. Pernyataan tersebut memang tidak mempersoalkan tempat sebagai satu hal yang utama, namun secara tersirat dapat kita lihat bahwa ternyata tempat sepi adalah tempat yang menjadi rujukan Tuhan Yesus dalam hubungannya dengan berdoa, dan tentunya hal ini merupakan hal yang tak kalah pentingnya. Menyapa Tuhan dalam keheningan ternyata adalah satu hal yang dianjurkan oleh Tuhan. Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari keheningan, diantaranya adalah: 1) Dalam keheningan kita akan lebih berkonsentrasi, dan penuh khidmat dalam menjalankan praksis spiritualitas; 2) Dalam keheningan kita dapat lebih leluasa menyampaikan segala uneg-uneg kita, persoalan kita dan puji sembah kita kepada Allah, tanpa ada gangguan yang berarti; 3) Dalam keheningan kita dapat mengevaluasi diri, menangisi diri, bahkan menertawai diri pun dimungkinkan; 4) Dalam keheningan kita juga bisa merasakan indahnya “manunggal” (persekutuan) yang erat dengan Tuhan – bukan sebagai akibat dari ekstase diri dan usaha memvisualisasi Allah, tapi lebih kepada merasakan anugrah dan kasih sayang Allah dalam hadirat-Nya yang agung itu.Slawi

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment