Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Monday, January 3, 2011

Menuju Kesempurnaan sejati


BAGI orang Jawa, khususnya penganut kejawen, kesempurnaan diri adalah satu hal yang wajib dikejar. Cara mengejarnya, tak lain dan tak bukan adalah, hanya dengan manunggal dengan si empunya kesempurnaan itu sendiri. karena itulah orang Jawa dituntut untuk sadar mengerti sangkan paraning diri (asal-usulnya) dan terus menerus mengolah rasa, mengatur jiwa agar dapat manunggal dengan Gustinya yang adalah kesejatiannya itu. Demikian juga dengan penganut ajaran Hindu. Para penganut hindu umumnya mengakui bahwa dirinya adalah bagian dari pecahan sang khalik. Segala makhluk di dunia, termasuk manusia terdapat unsur ilahi, meskipun dengan kualitas takaran berbeda. Di dalam diri manusia sendiri terdapat unsur ilahi yang dinamakan adman, yang merupakan bagian dari Brahman, sumber atau pokok keilahian itu. Dengan demikian, untuk menuju kesempurnaan, mak adman yang selama ini telah di penjara oleh tubuh jasmani manusia itu harus dikembalikan atau menyatu dengan brahman sebagai sumber ilahinya.

Berbeda dengan orang kristen. Kesempurnaan bagi orang kristen merupakan satu hal yang nun jauh disana. Karena memang tak mungkin akan dapat diraih olehnya, walaupun dengan usaha sekeras apa pun. Bayangkan saja, selain mewarisi oleh-oleh dosa dari adam, orang kristen juga masih memiliki unsur dosa yang lain, yakni dosa aktual. Dengan keadaan seperti ini, mana mungkin orang kristen dapat menuju kesempurnaan. Sedangkan yang diamksud kesempurnaan sendiri adalah, bersih dari segala dosa, baik dosa asal (warisan) maupun dosa aktual (yang dilakukan semasa hidup).

Menuju kesempurnaan tidak akan mungkin dicapai oleh manusia dengan hanya perbuatan baik. Walaupun usaha ini sendiri diasumsikan dapat menutup kesalahan dan segala dosa yang telah diperbuat sebelumnya, yang menjadi pertanyaan adalah akan sampai kapan? Mungkinkah kesempurnaan itu dicapai sampai batas akhir hidupnya? Kalau tidak bagaimana caranya menuju kesempurnaan itu.

Dalam surat Filipi 3:9, Paulus pernah menyinggung persoalan ini. Secara tersirat Dia mengatakan bahwa jalan yang benar menuju kesempurnaan bukan berdasarkan pada kekuatan diri. Kesempurnaan hanya terletak pada Dia (Kristus) sang empunya kesempurnaan dan bukan pada diri, yang mengerti kebenaran taurat. Kristuslah kesempurnaan sejati, tidak ada jalan menuju Dia kalau bukan karena belas kasihan dan pilihan-Nya.

Sadar akan keterbatasan diri adalah langkah awal yang positif menuju kesempuraan. Dengan sadar akan keterbatasan diri, berarti juga sadar akan kecacatan dan segala dosa yang dilakukan. Dengan kesadaran akan melimpahnya dosa, otomatis kita juga disadarkan pula dengan kebutuhan mendasar akan penolong yang dapat menghantarkan kita pada kesempurnaan tadi. Dan Kristus adalah satu-satunya penolong yang mengantarkan kita menuju kesempurnaan yang sejati. Mengapa satu-satunya, sebab kesempurnaan sejati adalah Dia sendiri. Karena itu, meresponi kesempurnaan oleh kasih karunia yang telah kristus anugrahkan adalah tindak lanjut yang harus dikerjakan dengan sebaik mungkin.

Kesempurnaan merupakan suatu pemberian yang kita terima, dan waktu kita semakin meyakini dan menghayatinya, maka akan bertambahlah kesempurnaan kita. Dalam artian, saya tidak hanya memiliki kesempurnaan, tapi saya juga bertumbuh didalamnya kesempurnaan itu.Slawi

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment