Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Monday, January 3, 2011

Keberagaman dalam Kesatuan

KEBERAGAMAN adalah suatu hal yang sangat unik yang perlu dijaga dan dikembangkan dalam sebuah komunitas. Keberagaman bukanlah suatu hal yang negatif, hingga harus ditekan dan dihilangkan agar hanya menjadi satu ragam. Beragam, yang dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai bermacam-macam, berwarna-warni dan ramai ini menggambarkan suatu kekayaan dalam sebuah kesatuan yang perlu dijaga dan tentunya juga dikembangkan.


Berbicara tentang sebuah keberagaman—dalam dalam kitab Perjanjian Baru (PB), Paulus seringkali menggambarkannya dengan sebuah analogi “tubuh” manusia. Dan, lebih dari tiga puluh kali, Paulus memakai kata “tubuh” (soma: Yun), untuk menggambarkan sebuah gereja yang memiliki keunikan yang beragam—dalam surat-surat kepada jemaat-jemaat yang dikasihinya.
“Tubuh”—sebuah kesatuan yang terdiri dari berbagai macam organ yang memiliki keunikan dan fungsi khusus ini, dipakai oleh Paulus untuk menggambarkan kesatuan dalam sebuah gereja yang terdiri dari berbagai macam orang dengan warna-warni perbedaan, karakter dan karunia yang mereka miliki. Minimal ada dua hal penting yang dapat dipelajari dari gambaran Paulus tentang tubuh, khususnya dalam I Korintus 12; Roma 12 dan Efesus 4.

1) Tidak ada seorang pun yang dapat berfungsi secara efektif hanya seorang diri.
Manusia memang diciptakan sempurna – segambar dan serupa dengan penciptanya, yang dilengkapi dengan beragam “potensi ilahi”. Akan tetapi, hal ini tidak menunjukkan manusia dapat melakukan segala hal yang dia kehendaki. Sebab manusia diciptakan dalam suatu kemajemukan dan heterogenitas dengan berbagai macam kekhususan yang dimiliki. Karena itulah, kekhususan tersebut akan dapat saling melengkapi jikalau keseluruhanya dipadu-padankan menjadi satu bagian yang utuh dalam sebuah komunitas yang solid.

2) Tidak satu pun dari anggota itu boleh merasa bahwa ia lebih penting daripada anggota yang lain.
Di sini yang ingin ditekankan Paulus adalah kerendahan hati dari setiap anggota tubuh, agar tidak merasa diri paling dibutuhkan, paling bisa, paling baik, paling jago, dan paling segalanya. Kerendahan hati dibutuhkan agar kepelbagaian itu dapat dipadukan menjadi satu kekuatan yang utuh demi progresivitas pelayanan bagi kemuliaan Tuhan. Bukan malah arogansi dan kebanggan berlebih atas diri (narsis) setiap pribadi yang ditonjolkan.

Manusia sebagai makhluk sosial, yang memiliki natur tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain, sudah seharusnya sadar kalau dirinya bukanlah Tuhan – yang dapat selalu independen dan otonom tanpa perlu bergantung dan membutuhkan jasa dari siapa dan apa yang ada di sekilingnya. Dengan kesadaran seperti ini, kita sebagai manusia, tentunya akan semakin tahu dan mengerti bahwa “aku bukanlah apa-apa tanpa orang di sekeliling-ku”. Karena itu sikap menghargai dan mensyukuri keberadan orang di sekeliling kita adalah sikap awal untuk menjalin suatu hubungan saling membutuhkan, saling interdependen satu sama lain.
Akhirnya, kiranya tujuan dan maksud surat Paulus dalam melukiskan gereja sebagai satu tubuh dapat menjadi nyata, tidak hanya dalam konteks surat tersebut ditulis, tapi juga saat ini, kini, di mana kita pun turut menjadi bagian dalam satu tubuh yang saling melengkapi itu.Slawi

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment