PERASAAN MENGASIHI

“Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran” (1 Yohanes 3:18)

Beberapa orang mengatakan bahwa kasih itu suatu tindakan, bukan perasaan. Tetapi perasaan adalah bagian dari kasih dan pengampunan. Jika kita tidak merasa mengasihi seseorang yang telah melukai hati kita, kita tetap bisa bertindak mengasihi, tetapi kita tentu memakai topeng.
Memang kita mungkin saja bisa melakukan satu perbuatan kasih. Tetapi kita lebih baik belajar menunggu di hadapan Allah dan membiarkan Dia memberi kita kasih yang sesungguhnya. Ketika seorang anak kecil menyakiti anak kecil lainnya, orang tua berkata, “Minta maaf padanya”. Hal itu memenuhi apa yang tertulis di dalam Taurat, tetapi tidak memenuhi apa yang tersirat di dalamnya. Allah menghendaki kita untuk memiliki kasih sejati, bukan kasih yang tidak tulus, kasih yang dangkal.
Ketika orang menyerang kita dan melukai kita, dalam beberapa hal mereka biasanya merasa terancam. Mengampuni orang lain lebih mudah bila kita dapat mengerti bahwa ada alasan mengapa mereka menyerang kita. Jikalau kita mengetahui bahwa mereka memerlukan sesuatu, lebih mudah bagi kita untuk menegaskan kembali kasih kita dan memberikan penghiburan kepada mereka. Bila seseorang memperlakukan kita dengan cara yang tidak sepatutnya, maka kita berdoa, “Tuhan, berilah saya kasih yang Engkau ingin saya punyai untuk orang ini sekarang juga”. Tuhan memberi kita kasih itu, dan kita bisa merasakannya.
Jikalau kita tidak benar-benar mengasihi atau memaafkan seseorang, ia akan mengetahui hal itu dari sikap kita, atau dari nada suara kita. Ketulusan dalam pengampunanlah yang harus kita usahakan untuk dimiliki, bukan kepalsuan. Jadi, mengasihi orang lain dengan jujur harus melibatkan perasaan kita kepadanya. Jika perasaan kita tidak tercemar, maka kita dapat mengasihi dengan sukacita.