Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Tuesday, March 10, 2009

CURIGA

Renungan:
Edisi 08 Maret 2009

CURIGA
“Ia adalah seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa. Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang menyebabkan dengki, cidera, fitnah, curiga” (1 Timotius 6:4)

Kita curiga terhadap kehadiran orang lain karena kita tahu bahwa keberadaannya akan mengganggu perasaan kita.

Umumnya kita mencurigai orang lain karena kita sedang berpikir negatif dan berusaha memusuhi orang lain itu. Kecurigaan kita terhadap orang lain tidak dapat dilepaskan dari pengalaman buruk yang pernah kita alami.
Kecurigaan itu akan semakin kuat seiring dengan fakta-fakta yang mendukung pandangan negatif kita terhadap mereka.

Kecurigaan kita terhadap sikap orang lain juga selalu berkaitan erat dengan penilaian kita dalam berelasi dengan orang lain itu. Kecurigaan itu muncul karena perasaan kita terganggu oleh hal-hal ganjil yang kita lihat, kita baca, dan kita dengar. Keganjilan-keganjilan sikap yang ditimbulkan oleh orang lain di luar diri kita itulah yang seringkali memotivasi kecurigaan kita. Ketika kecurigaan itu didukung oleh fakta-fakta yang menguatkan, maka akan semakin kuat pula pandangan negatif kita, akibatnya kepercayaan kita terhadapnya pun hilang.

Kita tidak dapat menghindar dari sikap curiga terhadap orang lain yang berperilaku tidak menyenangkan. Itu adalah salah satu bentuk pertahanan diri kita agar bersikap hati-hati dalam berelasi dengan orang lain. Namun demikian, kecurigaan tidak selamanya membawa dampak positif. Selain akan menambah retaknya komunikasi dan interaksi sosial kita dengan orang lain, kecurigaan menghambat peran kesaksian kita kepada dunia. Ketika kita mulai curiga terhadap sikap orang lain, sebenarnya kita tidak sedang berpikir untuk mengubah sikap mereka atau memenangkan mereka bagi Injil, tetapi justru sebaliknya kita sedang menghakiminya.

Jadi bolehkah kita curiga terhadap sikap orang lain? Jawabannya tergantung pada apakah hal itu menguntungkan kita atau justru merugikan kita? Apakah kecurigaan itu akan membawa perubahan hidup atas orang yang sedang kita curigai? Jika tidak, seyogyanya kita tetap menaruh kasih pada semua orang dan bersikap tulus dalam bertindak agar kita terhindar dari rasa curiga dan dicurigai.


Pembelajaran Iman Jemaat
Pikiran Yang Diubahkan
Ayat Bacaan: Filipi 4:8

Kita adalah hasil dari pikiran kita. Kita tidak “mendapatkan” sukses tetapi “menjadi” sukses. Hal yang mengejutkan, kita seringkali tidak menarik apa yang kita inginkan, tetapi menarik hal-hal yang berkenaan dengan siapakah diri kita. Kita tidak dapat menyangkal bahwa kemiskinan dapat terjadi pada seseorang atau sekelompok masyarakat karena mereka tidak memiliki keinginan untuk memperbaiki perilaku hidupnya. James Allen mengatakan: “Sebagian besar dari kita berkeinginan memperbaiki keadaan sekitarnya, tetapi tidak berkeinginan memperbaiki dirinya sendiri – dan karenanya kita tetap terkungkung.”

Kita tidak akan pernah bisa mengubah dunia jika kita tidak mengubah pikiran kita dan memproses kegagalan dengan cara yang paling efisien. Kesejahteraan dan kebahagiaan tidak bisa terjadi bila pribadi yang lama masih terkurung dalam cara lama. Secara tidak sadar kita selalu menjadi penyebab dari ketidaksejahteraan diri sendiri. Dengan mengubah cara berpikir kita, maka hidup kita bisa diubahkan.


Melalui tema “pikiran adalah ahli tenun” yang menciptakan karakter dan keadaan sekitarnya, As a Man Thinketh James Allen mengeksplorasi secara mendalam gagasan utamanya, bahwa hasrat dan keinginan telah disabotasi oleh kehadiran pikiran yang tidak sesuai dengan hasrat, sehingga kita selalu dihadapkan pada pertanyaan: “Mengapa saya tidak bisa membuat diri saya melakukan ini atau mencapai itu?”

Wayne Dyer mengungkapkan bahwa kita bisa menciptakan cara berpikir penghasil keajaiban dengan cara: (i) Menahan diri untuk tidak menghakimi / memberi penilaian terhadap orang lain. (“Penilaian kita tidak bisa menentukan diri orang lain, tetapi penilaian kita bisa menentukan siapa kita”). (ii) Mengembangkan intuisi. (iii) Memahami bahwa rencana dapat membentuk realitas hidup kita. (iv) Membiarkan alam memenuhi kebutuhan kita. Yang paling penting dalam hal ini adalah tidak berambisi untuk mendapatkan sesuatu dari apa yang kita kerjakan, sebab ambisi bisa mematahkan kesuksesan. Kita tidak bisa memaksakan terjadinya keajaiban, melainkan membiarkan keajaiban mengalir melewati diri kita saat kita sedang konsentrasi penuh pada apa yang kita kerjakan, bukan pada apa yang akan dihasilkan. Artinya, memiliki rencana masa depan, tetapi tidak membiarkan rencana itu mempengaruhi pekerjaan kita sekarang ini.

Sejalan dengan itu Susan Jeffers, memberikan arahan kepada kita tentang bagaimana kita dapat mengembangkan cara berpikir kita pada hal-hal yang mungkin dengan cara berpikir positif. Dalam hal ini bukan berarti kita harus menghindar dari realitas. Dengan berpikir positif reaksi kita terhadap realitas yang sedang kita hadapi akan jauh berbeda. Dengan melatih terus menerus cara berpikir positif ini, kita akan semakin dekat dengan bagaimana hal-hal seharusnya itu harus terjadi, tidak sebagaimana yang kita rasakan sebelumnya.
___________________________________________________________________________


Refleksi Minggu Ini:
Saat kita merasa kehadiran orang lain mengganggu kita, sebenarnya jiwa kita sedang bermasalah.


Self Purpose:
Sudahkah Anda menyadari bahwa kehadiran Anda di tengah-tengah orang lain itu sangat bermanfaat bagi eksistensi Anda sebagai orang Kristen?

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment