Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Tuesday, May 28, 2013

KEPASTIAN KESELAMATAN

Pendahuluan

Orang-orang Kristen yang baru percaya maupun yang telah lama percaya memerlukan kepastian mengenai hidup baru yang mereka telah terima di dalam Kristus. Akibat munculnya berbagai angin pengajaran, orang-orang Kristen sering dilanda keraguan dan kekuatiran mengenai keputusan yang mereka telah mereka ambil untuk percaya kepada Kristus. Mereka sering mempertanyakan apa sebenarnya makna keputusan untuk percaya kepada Kristus di dalam kehidupan mereka. Apakah pengaruh dan akibat-akibatnya? Dapatkah keselamatan itu hilang atau menjadi batal? Apabila saya berbuat sesuatu dosa, apakah itu berarti bahwa saya belum selamat?


Tujuan pelajaran ini adalah:
1. Untuk memberikan kepastian mengenai akibat dari mempercayai Yesus Kristus.
2. Membahas janji-janji dalam Kitab Suci yang dapat memberikan kepastian mengenai apa yang orang percaya telah peroleh atau terima di dalam Kristus.
3. Memampukan orang percaya dalam mengatasi kebimbangan yang terkadang muncul mengenai jalan kelepasan dan kemenangan yang Allah telah sediakan bagi setiap orang percaya?

Aspek-Aspek Yang Membutuhkan Kepastian

Oleh karena kepastian terkait erat dengan kesadaran akan apa yang telah dimiliki orang percaya di dalam Kristus dan keberadaan mereka di dalam Kristus, maka bagian ini akan membahas mengenai aspek-aspek keselamatan yang telah Allah berikan kepada orang percaya. 

Kepastian Versus Jaminan

Ketika kita percaya kepada Yesus Kristus, terlepas dari apakah kita memahaminya atau tidak, jaminan kekal bagi mereka yang berada di dalam Kristus sudah merupakan suatu realita rohani yang pasti. Kepercayaan seseorang terhadap jaminan di dalam Kristus ini tidak dapat mengubah atau membatalkannya. Apabila kita telah sungguh-sungguh percaya kepada Kristus dan telah mengakui serta menerima karya-Nya untuk keselamatan kita, apapun dan bagaimanapun perasaan dan pikiran kita, jaminan itu sudah merupakan realita yang pasti.

Kepastian adalah realisasi dari jaminan tersebut. Ini merupakan wujud dari apa yang kita telah terima dan miliki di dalam Kristus, seperti kehidupan kekal, pengampunan dosa, pemeliharaan Allah bagi kita sebagai anak-anak-Nya. Kepastian ini terkait erat dengan pemahaman kita terhadap fakta-fakta dan pemberian keselamatan yang diterima melalui iman kepada Kristus. Ini merupakan doktrin yang amat sangat penting karena apabila dipahami secara benar akan mempengaruhi setiap aspek kehidupan orang percaya. Ini tidak hanya memberikan kepastian mengenai keselamatan melainkan juga memberikan kepastian mengenai pemeliharaan Allah bagi kehidupan orang percaya (Roma 8:32).

Apabila seseorang belum memiliki kepastian keselamatan, itu berarti kita harus mulai dengan terlebih dahulu menyampaikan Injil untuk memastikan bahwa mereka telah benar-benar percaya kepada Kristus. Sesudah itu barulah kita beralih kepada aspek-aspek kehidupan lainnya yang membutuhkan kepastian.

Alasan Mengapa Orang Tidak Memiliki Kepastian?

(1) Sering seseorang tidak memiliki kepastian karena ia tidak dapat mengingat atau menunjukkan kapan ia menerima Kristus. Akibatnya ia meragukan keselamatannya. Keselamatan memang memiliki waktu hal itu terjadi – saat peristiwa kelahiran baru terjadi. Untuk membantu orang yang dilanda keraguan ini, kita perlu menunjukkan kepadanya apakah ia sekarang benar-benar telah percaya kepada Kristus dan mengakui karya-Nya yang telah dikerjakan-Nya baginya.

(2) Sering seseorang tidak memiliki kepastian karena meragukan prosedur yang ia jalani ketika menerima Kristus. Bila ia telah menerima Kristus secara pribadi, ia ingin tahu apakah prosedurnya telah benar yakni dengan mengadakan pengakuan atau kesaksian di hadapan orang lain tentang imannya atau dengan mengucapkan sesuatu doa.

(3) Sering seseorang tak memiliki kepastian karena ia masih diperhadapkan dengan dosa-dosa tertentu yang terus menghantui kehidupannya. Ia ingin tahu apakah seorang yang telah benar-benar percaya masih harus menghadapi permasalahan ini. Problema sebenarnya yang dihadapinya adalah kurangnya pemahaman tentang sifat dosa, peperangan rohani, jalan kelepasan yang telah disediakan Allah, dan pentingnya bertumbuh menjadi dewasa di dalam Kristus.

(4) Alasan utama dibalik ketidakpastian ini adalah kekeliruan pengertian doktrin dan ketidak percayaan terhadap karya Kristus bagi kita. Hal ini juga terkait dengan kekurangpahamannya akan Firman dan ajaran Kitab Suci tentang manusia, dosa, ketidakmampuan manusia untuk memperoleh dan memelihara keselamatan, kekudusan Allah yang sempurna, dan kesempurnaan karya Kristus yang telah selesai dikerjakan-Nya di atas salib.

(5) Seseorang sering tak memiliki kepastian karena ia telah menerima pengajaran yang keliru bahwa seseorang melihat dan menyelidiki dirinya sendiri dan perbuatan-perbuatannya sebagai bukti utama mengenai keselamatan. Inilah permasalahan yang hangat dibicarakan pada masa kini.

Robert Lightner menulis: “Mereka yang berpendapat bahwa seorang berdosa harus menjadikan Kristus sebagai Tuhan atas kehidupannya, atau paling tidak, berjanji mau melakukan hal ini untuk dapat diselamatkan, menjadikan kepastian keselamatan itu bergantung kepada penyerahan hidup.” MacArthur menyatakan hal ini sebagai satu-satunya jalan bagi seorang percaya untuk mendapatkan kepastian keselamatan. “Kepastian yang sejati dengan sendirinya muncul dengan melihat kuasa Roh Kudus yang bekerja dalam kehidupan seseorang, bukannya karena mendasarkannya kepada sesuatu pengalaman khusus.” Robert Lightner, Sin, The Savior, and Salvation, Thomas Nelson, Nashville, 1991, hal. 246 mengutip John MacArthur, The Gospel According to Jesus, hal. 23.


Dasar-Dasar Kepastian

Firman Allah adalah kesaksian dari Allah kepada orang percaya (1 Yoh. 5:11-13). Dalam teks Yunani menambahkan article di depan kata “kehidupan”. Ini menunjukkan bahwa keselamatan dalam Kristus bukan sekedar pemberian kehidupan belaka melainkan merupakan “kehidupan” itu sendiri yang dikaruniakan kepada seseorang yang beriman kepada Kristus.

Pernyataan yang jelas dalam Kitab Suci adalah bahwa seseorang yang percaya kepada Kristus dan mengakui karya-Nya di kayu salib sebagai jalan kelepasan dosa menerima:
(1) Kehidupan kekal (Yoh. 3:36; 1 Yoh. 5:11-13).
(2) Pengampunan dosa (Kis.10:43 ; Kol. 2:13).
(3) Kelepasan dari hukuman kekal (Yoh. 5:24; Rm. 8:1).
(4) Pembenaran Allah (Rm. 5:1; lih. 4:4-6; 4:25).
(5) Keselamatan (Ef. 2:8-9).
(6) Kedudukan sebagai Anak Allah melalui Iman (Yoh. 1:12; Rm. 8:14-17).

John Calvin memperingatkan akan bahayanya memandang kepada diri kita sendiri, yaitu kepada perbuatan-perbuatan kita bahkan kepada buah Roh untuk mendapatkan kepastian keselamatan kita. Memandang kepada diri sendiri hanya akan membawa keraguan dan akan mengalihkan fokus perhatian kita dari karya penyelamatan yang telah dikerjakan Kristus bagi kita. Karena itu Calvin tak setuju dengan ajakan untuk menyelidiki diri sendiri dan menganggapnya sebagai dogma yang berbahaya. Charles Bell, Calvin and Scottish Theology: The Doctrine of Assurance, Handsel, Edinburg, 1985, hal. 28.

Berbeda dengan kutipan komentar MacArthur, kepastian keselamatan ini tidak diperoleh dengan berpegang kepada sesuatu pengalaman tertentu, melainkan dengan mendasarkannya kepada kesaksian Firman Allah itu sendiri.

Earl Radmacher menulis: “Banyak pendeta sering mengemukakan bahwa dasar untuk mengetahui bahwa saya adalah seorang Kristen bukanlah pada apa yang saya kerjakan atau perbuat melainkan pada apa yang dikatakan oleh Firman Allah mengenai apa yang Kristus telah kerjakan dan terus kerjakan bagi orang percaya (Yohanes 1:12; 1 Yohanes 5:13). Saya tahu pasti bahwa saya telah menjadi milik Kristus karena saya telah percaya kepada Yesus Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat pribadi saya dan Penebus saya dari kebinasaan kekal. Bukanlah bukti-bukti dalam kehidupan saya yang menjadi dasar saya mengetahui hal ini, melainkan Firman Allah. Allah telah mengatakannya dan itu cukup bagi saya. Saya sungguh kuatir terhadap banyak orang masa kini, yang karena melihat minimnya pertumbuhan dan ketiadaan sifat-sifat Kristen dalam kehidupan sehingga berusaha mengubah Injil dengan menambahkan sesuatu kepada Injil itu”. Earl Radmacher, The Grace Evangelical Society News, Vol. 10, No. 3, May-June 1995, hal. 1.

Memahami karya Kristus secara benar sangatlah penting dalam memperoleh kepastian. Tentu saja hal ini harus didasarkan pada pernyataan atau kesaksian Kitab Suci, namun tekanan harus diberikan kepada pemahaman tentang kesempurnaan karya Kristus yang telah selesai dan apa yang dicapai melalui kematian-Nya.

Ada dua aspek penting yang terlihat jelas di sini:
• Keselamatan itu diperoleh bukan melalui hasil pekerjaan atau usaha kita (Rm 4:1-7 lih. Ef. 2:8-9; Ti. 3:5-7).
• Keselamatan adalah pemberian Allah yang diperoleh hanya melalui pribadi dan karya Kristus (1 Yoh. 5:5-12;Kis. 4:12; Flp. 3:8-9).

Prinsip-prinsip Beroleh Kepastian  

Prinsip 1: Kita harus mendasarkan kepastian kita kepada fakta-fakta yang dinyatakan dalam Kitab Suci, bukan kepada perasaan-perasaan kita. Iman kita dan kepastian kita harus diletakkan di atas janji-janji yang pasti dalam Alkitab, bukan pada perasaan-perasaan kita. Urutan yang diajarkan dalam Alkitab adalah: FAKTA-FAKTA — IMAN — PERASAAN. Perasaan adalah penanggap jiwa atau hati. Perasaan ini merupakan akibat dari pemahaman kita terhadap Kitab Suci, namun tak dapat dijadikan patokan kepercayaan kita maupun status keselamatan kita. Ini mengantar kita kepada point berikutnya.

Prinsip 2: Kita harus mendasarkan kepastian kita kepada fakta-fakta yang dinyatakan dalam Kitab Suci, bukan kepada usaha-usaha atau perbuatan-perbuatan kita. Perbuatan-perbuatan atau perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan kita karena kasih karunia Allah ini dapat mengkonfirmasikan tentang realita kehidupan kita dengan Allah. Namun kita harus berhati-hati agar tindak menjadikan landasan subjektif sebagai dasar kepastian, karena bila persekutuan orang percaya dengan Tuhan menjadi terganggu akibat sesuatu dosa yang diperbuatnya, ia bisa saja kelihatan atau bertingkah seperti orang yang tidak percaya, terlebih bila keadaan ini berlangsung agak lama (1 Kor. 3:1-4).

Apabila kita menjadikan perbuatan atau ketaatan sebagai bukti atau dasar keselamatan maka kita akan diperhadapkan pada dilema ini: Apabila kita hidup dalam ketaatan sekarang (andaikata ini menjadi bukti atau dasar keselamatan), bisa saja keadaan ini berubah. Karena andaikata kita kemudian hidup dalam ketidaktaatan, maka ini akan membuktikan (berdasarkan dasar pemikiran tadi) bahwa kita sekarang tidak lagi sebagai orang Kristen yang sejati meskipun bisa saja kita akan kembali hidup dalam ketaatan.

Ketaatan sekarang ini tak dapat dijadikan sebagai bukti kesejatian iman kekristenan kita, karena bila itu yang dijadikan pegangan atau landasan maka kita tidak akan pernah memiliki kepastian mengenai keselamatan kita. Perbuatan seseorang pasca-keselamatan tak bisa dijadikan dasar untuk kepastian keselamatan.

Kitab Suci memperingatkan kita tentang bahayanya mendasarkan kepastian atau hubungan seseorang dengan Allah kepada perbuatan orang itu. Sebagai contoh, perhatikan Matius 7:13-23. Nabi-nabi palsu biasanya datang dengan berbulu domba. Pasti mereka akan kelihatan orang baik, bukan? Mereka akan tampak sebagai ‘orang-orang Kristen yang patut diteladani’ atau tiang-tiang jemaat. Buah di sini menunjukkan perilaku mereka bukan ajaran mereka —lihat Mat. 12:31-37. Namun Kitab Suci menegaskan bahwa mereka tidak pernah percaya kepada Kristus; mereka tidak memiliki hubungan yang sejati dengan Dia (ay. 23).

Sebaliknya ternyata mereka hanya mempercayai diri mereka sendiri (ay. 22). Perbuatan mereka tampak baik. Bahkan mereka pun menganggap diri mereka memiliki hubungan yang benar dengan Allah. Namun mereka pun telah tertipu. Mereka tidak memahami bahwa kepastian keselamatan itu tak dapat didasarkan kepada perbuatan. Rich Christianson, The Grace Evangelical Society News, Vol. 9, No. 1, January-February 1994, hal. 4.

Perilaku Kristen tak boleh dijadikan dasar bagi kepastian keselamatan, melainkan kepastian keselamatan itu harus didasarkan kepada karya dan kesempurnaan Kristus Sang Juruselamat dan kehidupan baru yang telah diperolehnya di dalam Kristus itu harus menjadi dasar dari perilaku kehidupan Kristen sehari-hari (Kol. 3:1-4). Sebagaimana ditunjukkan dalam 1 Yohanes 1:6-7, perilaku dan kehidupan seperti Kristus adalah sebagai bukti persekutuan sejati dan juga membuktikan bahwa orang itu benar-benar berjalan dengan Tuhan dalam terang (1 Yoh. 1:6-7). Namun perilaku kehidupan Kristen tak membuktikan adanya hubungan yang sejati dengan Tuhan karena ketika seorang percaya hidup dalam dosa untuk suatu jangka waktu tertentu, akan tampak perbuatan-perbuatan daging, sehingga orang percaya itu akan kelihatan seperti orang yang tidak percaya.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Rasul Paulus membicarakan tentang keadaan ini ketika ia menyebut orang-orang Kristen karnal (dikuasai sifat kedagingan) sebagai “manusia duniawi” dalam 1 Korintus 3:3-4. Berjalan atau hidup seperti manusia duniawi sama dengan berjalan atau hidup seperti orang yang tidak mengenal Kristus. Rasul Paulus tidak mempersoalkan atau meragukan keselamatan mereka. Ia mengakui akan keselamatan mereka namun mereka ternyata hidup menurut daging dan bukan menurut Roh. Keadaan ini yang membuat mereka terlihat seperti orang-orang duniawi, yang belum mengalami kuasa penyelamatan Kristus meskipun sebenarnya mereka telah berada di dalam Kristus dan Roh Allah telah berdiam di dalam mereka (1 Kor. 1:2-9; 3:1: 6:19-20).

Terkadang ayat-ayat seperti 2 Korintus 13:5 digunakan untuk mendukung perlunya menyelidiki perbuatan-perbuatan kita untuk membuktikan keselamatan kita. Hal ini sungguh disesalkan karena cara seperti ini hanya menjadikan ayat ini sekedar ayat pembukti tanpa memperhatikan konteks, arti sebenarnya dan tujuan penulisan ayat ini sebagaimana dikemukakan Paulus dalam 2 Korintus 13:5 ).

MacArthur menjadi contoh tentang kasus ini. Ia menulis: “Keraguan terhadap keselamatan seseorang tidaklah salah sepanjang keraguan itu tidak dibiarkan terus menerus bercokol. Kitab Suci mengajak untuk menyelidiki diri kita. Keraguan harus dihadapi dan diselesaikan secara jujur dan secara alkitabiah.” Kemudian, setelah mengutip 2 Korintus 13:5, ia mengakhirinya dengan perkataan ini, “Nasihat ini banyak kali diabaikan —bahkan tak pernah digubris—dalam gereja masa kini.” John F. MacArthur, Jr., The Gospel According to Jesus, Zondervan, Grand Rapids, 1988, hal. 190. Namun pertanyaannya adalah apakah hal ini merupakan penafsiran yang tepat dari ayat ini? Apakah Paulus menyuruh orang-orang percaya menyelidiki diri mereka untuk mendapatkan kepastian keselamatan? Konteksnya tidak demikian!

Coba simak alasannya berikut ini: (1) Seperti halnya dalam 1 Korintus, Paulus tidak meragukan keselamatan mereka. Ia sama sekali yakin bahwa mereka telah diselamatkan dan hal ini nyata dalam ayat-ayat yang telah disebutkan di atas tadi. (2) Kalaupun Paulus menyuruh mereka menyelidiki diri untuk mendapatkan kepastian, ia tidak menyuruh mereka agar menyelidiki perbuatan-perbuatan untuk mendapatkan kepastian keselamatan. Menurut Kitab Suci, apabila ada sesuatu yang perlu diselidiki, maka hal itu adalah mengenai objek dari iman mereka. Apakah mereka telah benar-benar percaya kepada Kristus dan bukan kepada sesuatu sistim perbuatan? (3) Paulus tidak menyuruh mereka menyelidiki diri mereka sendiri melainkan menurut konteksnya dalam ayat 3-7, Paulus mempunyai tujuan lain. Tampaknya sebagian orang mempermasalahkan keabsahan pelayanan Paulus akibat pengaruh guru-guru palsu.

Bandingkan dengan 2 Korintus 11:1-12:21 yang berisi pembelaan Paulus terhadap berbagai tuduhan tak berdasar tentang pelayanannya. Dalam ayat 3, mereka menuntut bukti bahwa Kristus berbicara melalui Paulus. Dalam ayat 5 Paulus menunjukkan bahwa bukti yang mereka cari itu ada di dalam diri mereka sendiri karena ia telah menjadi bapa iman mereka. “Sebab sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam Kristus, kamu tidak mempunyai banyak bapa. Karena akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu.” (1 Korintus 4:15).

Cara terbaik untuk membuktikan pelayanan Paulus ialah dengan menyelidiki iman mereka sendiri karena kesejatian iman mereka juga membuktikan kesejatian pelayanan Paulus sebagai jurubicara Kristus. Apakah mereka mengenal Sang Juruselamat? Ya. Bagaimana cara mereka mengenal Juruselamat itu? Melalui pelayanan Paulus. Ia tidak menganggap iman mereka palsu. Karena itu, kesejatian iman mereka membuktikan bahwa Paulus dan pelayanannya juga lulus dari ujian ini. Inilah maksud dari perkataannya dalam 2 Korintus 13:6 yang mengatakan, “Tetapi aku harap, bahwa kamu tahu, bahwa bukan kami yang tidak tahan uji.” Ingatlah bahwa dasar untuk mendapatkan kepastian keselamatan adalah kesaksian Firman-Nya sebagaimana dinyatakan dalam 1 Yohanes 5:11-13.  

Bema: Takhta Pengadilan Kristus

Apakah kepastian keselamatan yang kita peroleh berdasarkan karya Kristus yang telah selesai Ia kerjakan untuk kita berarti kita bisa berbuat apa saja dan tidak perlu risau dengan perbuatan-perbuatan kita? Apakah kepastian keselamatan itu membolehkan kita berbuat apa saja yang kita inginkan dalam kehidupan kita? Tidak, sama sekali tidak, apabila kita memahami Firman Allah secara menyeluruh. Setiap orang percaya atau setiap anak Allah adalah pelayan yang baik terhadap waktu, talenta (termasuk karunia rohani), kebenaran Allah, dan harta yang telah Allah percayakan kepada kita. Seorang pelayan adalah seorang yang dipercayakan untuk mengelola milik atau kepunyaan orang lain. Apakah artinya?

Rasul Paulus mengajarkan bahwa “yang dituntut dari setiap pelayan adalah agar didapati setia.” Allah akan menuntut pertanggungjawaban kita terhadap apa yang Ia telah percayakan kepada kita. Saatnya akan datang di mana kita akan mempertanggungjawabkan kehidupan yang Ia telah karuniakan kepada kita. Inilah maksud atau arti firman dalam 1 Korintus 3:12-15. Perhatikan perbedaan di sini. Orang percaya berada di sorga berdasarkan apa yang telah dikerjakan oleh Kristus, namun untuk setiap pekerjaan yang kita lakukan dan kesetiaan kita dalam mengelola karunia-karunia-Nya kepada kita, Ia akan membalasnya dengan pemberian pahala.

Sekali lagi, coba simak dengan baik komentar Radmacher tentang ini: “Ketika saya menulis perkataan-perkataan ini, saya ada di hadapan Allah dalam keadaan tanpa cacat-cela dan sempurna karena Allah melihat saya melalui Yesus Kristus. Fakta ini tak dapat diganggu gugat. Tak seorangpun yang telah mengenal Yesus Kristus akan menghadap pengadilan Takhta Putih dalam Wahyu 20. Namun setiap orang percaya akan menghadap Takhta Pengadilan Kristus (Bema) dan seluruh pekerjaan (perbuatan) kita akan diadili (2 Kor. 5:10). Penting diperhatikan bahwa baik orang yang tidak bertobat maupun yang sudah bertobat akan diadili menurut pekerjaan-pekerjaan mereka. Orang yang tidak bertobat akan dihukum menurut perbuatan mereka pada Pengadilan Takhta Putih dan dalam pengadilan itu akan ditentukan tingkat hukuman kekal yang menimpanya di neraka. Demikian pula Orang yang bertobat akan dihakimi menurut pekerjaannya (perbuatannya) pada pengadilan Bema dan hasil dari pengadilan itu akan menentukan pahala yang akan diberikan kepadanya.” Radmacher, Vol. 10, No. 3, hal. 1, 4.

Meskipun kita terjamin aman di dalam Kristus Juruselamat kita dan sorga telah menjadi bagian kita yang pasti, kita masih diberikan kesempatan untuk mengabdi dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Yang dituntut dari kita sekarang adalah sikap kedisiplinan berdasarkan kasih karunia Allah dalam mengejar kesalehan yang mengandung janji bagi kehidupan sekarang maupun hidup yang akan datang. “Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang.” (1 Timotius 4:7-8)

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment