Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Thursday, February 3, 2011

Ramadhan tlah tiba…!

Bulan ramadhan telah tiba, bulan penuh berkah yang disambut gembira oleh saudara kita muslim ini telah lama ditunggu-tunggu – tak kurang setahun lamanya. Bukan hanya karena bulan ini adalah bulan yang dikhususkan oleh agama – dalam perhitungan kalender arab - tapi juga bulan ramadhan adalah bulan penuh ampunan. Bulan dimana umat Muslim melaksanakan ritual agama demi “pamrih” pahala dan ampunan dari yang Esa.

Bagi umat Islam, bulan ramadhan adalah momen untuk bersih diri – baik yang disimbolkan dengan bersih secara fisik, maupun bersih hati dengan memperbanyak amal ibadah dan melakukan banyak-banyak ritual agama. Bagi umat lain (non muslim), bulan ramadhan adalah bulan untuk terus belajar bagaimana arti makna dari sebuah toleransi. Makna dari bagaimana saya menghargai dan mengerti kawulo liyan (the others) dengan segala ritualnya yang tentu saja berimbas pada aspek social – tempat dimana kita juga berkutat didalamnya.

Itulah bulan ramadhan ditilik dari satu sisi. Di sisi lain, ramadhan sepertinya masih menyisakan satu perasaan miris, perasaan ngeri. Seperti apakah itu? Perasaan takut yang ditimbulkan oleh meningkatnya angka kriminalitas. Bukan bulan ramadhannya yang bermasalah, tapi banyak pelaku kejahatan (criminal) yang melakukan tindak kejahatan bertepatan pada bulan puasa, lalu menjadikan ritual lebaran sebagai satu motif dalam melakukan kriminalitas.
Belum lagi menilik bagaimana banyak lascar berjubah putih memorak-morandakan berbagai tempat yang dituduh sebagai gudangnya kemaksiatan. Ulah para lascar berjubah ini tak hanya membuat takut pemilik tempat-tempat hiburan di Jakarta, tapi juga memaksa para karyawannya tak bekerja selama satru bulan. Padahal bulan puasa adalah bulan yang tepat untuk mengumpulkan pundi-pundi sebagai bekal pulang kampong di lebaran nanti.
Menariknya lagi, tindakan anarkis lascar berjubah tadi disebut sebagai akibat. Ya, akibat dari tak becusnya aparat menindak dan memberangus segala kemaksiatan dimasyarakat, seperti uraian seorang habib dalam satu diskusi dalam salah satau televisi swasta. Karena aparat tak becus, maka organisasi massa berbasis keagamaan tadi memosisikan diri sebagai penerima mandate untuk unjuk gigi dengan kebolehannya, menggantikan tugas aparat tadi. Dalam naungan isu control masyarakat, lascar berjubah putih lalu melakukan tindak anarkis menghancurkan apa saja yang disinyalir sebagai sarang kemaksiatan. Waduh, sejak kapan tugas aparat didelegasikan ke lascar berjubah tadi? Masyarakat melakukan control terhadap masyarakat memang bukan suatau kesalahan. Tapi tatkala pengontrolan tadi mengandung unsure kekerasan dan unsure ancaman juga intimidasi, bukanlah control namanya, tapi kriminalitas.

Banyak orang (pengikut lascar tadi) menyangka bahwa memberangus sumber kemaksiatan adalah satu-satunya solusi agar berbagai ritual keagamaan selama bulan puasa ini dapat berjalan dengan sukses. Padahal belum tentu demikian. Semuanya kan tergantung pada bagaimana orang menjalaninya. Bukankah iman akan semakin mantap tatkala ada tantangan dan ujian. Jikalau demikian mengapa harus menutup tempat hiburan? Meski secara agama (teologis) tempat hiburan yang identik dengan minuman keras dan seksualitas dipandang sebagai dosa, namun bukan berarti orang lantas serta merta bisa menutupnya, apa lagi dengan berbagai tindak anarkis yang justru berlawanan dengan misi tulusnya.

Bukankah lebih baik jikalau opini public yang menghukum mereka. Biarkanlah justifikasi social yang mengadili mereka. Masakan orang dibulan puasa, yang seharusnya banyak-banyak melakukan ibadah, kok malah pergi ketempat hiburan malam. Bukankah justifikasi semacam ini lebih menyakitkan dari pada harus melukai secara fisik dan melakukan tindak anarkis. Bukankah rasa malu merupakan satu aib yang besar – membuat si pelaku tak akan sekali-kali mengulanginya . Slawi

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment