Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Monday, January 3, 2011

Allah dan Standart Ganda

Tak sedikit orang yang merasa kebingungan dengan ajaran kekristenan. Entah itu mereka yang berasal dari kalangan kristen “senior” – mereka yang sudah sejak lama menjadi kristen, atau mereka yang belum lama menjadi kristen (yunior). Menurut mereka ada beberapa hal tentang kekristenan yang bersifat kontradiktif. Khususnya tentang hukum Allah beserta perintah-Nya yang tertuang dalam Perjanjian Lama PL.
Sebut saja satu contoh kasus tentang keinginan Allah untuk menguji Abraham, dengan meminta nyawa anaknya sebagai korban persembahan. Sebagai manusia biasa, tentunya Abraham akan merasa sulit menerima dua pilihan yang sama-sama berat ini. Dilema ini membuat dia seperti makan buah simalakama. Ditengah-tengah pilihan yang mencepit seperti ini, tanpa Iman yang teguh amatlah berat menjalaninya. Tak heran kalau Permintaan Allah yang sepertinya tak masuk akal – bahkan ada kecenderungan sering kali berubah-ubah menimbulkan kesan negatif bagi sebagian orang. Bahkan beberapa orang dengan terang-terangan menyebut tindakan Allah ini sebagai “standart ganda Allah”.

Bagaimana tidak, di pasal-pasal sebelumnya Allah begitu membenci, “murka” tindakan Kain yang membunuh Habel, dua bersaudara keturunan Adam dan Hawa itu. Sampai-sampai Allah pun dengan segera memberikan hukuman kepada Kain. Anehnya, dipasal-pasal berikutnya, mengapa Allah justru meminta Abraham untuk membunuh anaknya, dengan mengatasnamakan ujian?

Atas nama hukum Allah memberi ganjaran bagi mereka yang melanggar segala ketentuan-Nya – lalu atas nama kasih, dan ujian iman, lantas Allah mengorbankan hal itu demi tujuan lain. Benarkah ini “standart ganda Allah”?


Menafsirkan tindakan tersebut sebagai “standart ganda Allah” tentunya amatlah terburu-buru. Implikasinya pun juga amat sangat membahayakan. Dengan statement itu, Allah telah dibuat menjadi Allah yang plin-plan oleh manusia. Allah yang hanya mementingkan diri sendiri. Allah yang mengerjakan sesuatu berdasarkan situasi (relatifis). Allah yang arogan, hanya menjalankan maunya sendiri, dan menganggap manusia tak lebih dari robot semata. Namun demikian, “berprasangka” tentang (standart ganda Allah) tentunya juga tak bisa langsung disalahkan. Mungkin kesan itu yang sementara dia dapatkan. Dan tak dapat dipungkiri, secara tersirat kesan itu memang nampak. Namun banyak orang menutup kesan itu dengan mengatasnamakan kemahakuasaan dan intervensi penuh dari Allah atas ciptaan-Nya.
Tapi mau atau tidak, memang itulah adanya. Allah adalah pemilik hidup dan kehidupan. Allah bukan saja pemilik hidup ini, tapi Dia juga adalah pencipta yang berhak penuh atas semua ciptaan-Nya. Segala sesuatu dari tiada menjadi ada itu oleh karena karya-Nya, dan tidak ada satu hal pun yang jadi tanpa campur tangan dan persetujuan Dia. Semua milik-Nya, dan Dia berhak sepenuhnya atas segala yang ada. Dalam hal ini Allah sebagai subyek, dan ciptaan-Nya adalah objek yang sepenuhnya berada dalam genggaman si Subyek tadi.

Jika Allah adalah pemberi kehidupan. Tapi mengapa Allah justru meminta kehidupan Ishak dari Abraham? Jika Allah pemberi kehidupan, dan memang betul demikian (Kejadian 1: 26, 2: 7), bukankah itu berarti Ia berhak sepenuhnya atas kehidupan manusia? Logika antara pencipta dan ciptaan seperti inilah yang seharusnya dipegang. Logika pencipta dan ciptaan ini tidak boleh dibolak balik seenaknya.


Memang teramat sulit dan seringkali membuat kita bingung tatkala kita mencoba memikirkan siapa Allah dalam segala karya dan tindakan-Nya. Banyak orang dibuat bertanya-tanya dengan segala tindakan Allah, bahkan tak sedikit yang menjadi salah paham dalam memahami tindakan-Nya. Namun demikian, alangkah baiknya sebelum memahami dan mencoba menafsirkan tindakan Allah – mengerti benar bagaimana batasan-batasan dan hakikat Allah yang adalah Tuhan itu.Slawi

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment