Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Sunday, February 1, 2009

PERCOBAAN ITU BIASA

Renungan:
Edisi 11 Januari 2009

PENCOBAAN, ITU BIASA!
Ayat Bacaan: 1 Korintus 10:13-14; Yakobus 1:12-18

“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia” tidak boleh diartikan “karena kita hanyalah manusia biasa yang tidak lepas dari pencobaan, maka sebaiknya kita menyerah saja!”

Terkadang orang berdalih dengan mengatakan, “Ya, itulah keadaan saya yang sebenarnya”. Sehingga ia tidak bisa menghindar dari pencobaan itu lalu jatuh ke dalam dosa. Ingat, Allah sedang bekerja untuk merubah kita dan perubahan itu adalah demi kebaikan kita.

Pencobaan merupakan hal yang biasa bagi semua manusia sehingga kita tidak boleh berdalih dengan berkata bahwa problema atau pergumulan kita berbeda dengan orang lain. Kita tidak sendirian dalam pencobaan, orang lain juga mengalami hal yang sama bahkan mungkin lebih berat dan telah berhasil mengatasinya. Kita akan terhibur bila kita sadar bahwa orang-orang lain juga menghadapi ujian dan pencobaan yang sama, bahkan lebih berat dari kita dan mereka ternyata berhasil melewatinya dengan pertolongan Allah yang penuh kuasa. Paulus menunjukkan dua hal itu, mengenai kesetiaan dan kemurahan Allah bagi kita dalam menghadapi setiap pencobaan (lih. Ibrani 11:2-12).

1. Allah mengendalikan suasana pencobaan.

Allah tidak membiarkan kita dicobai melampaui kemampuan kita (1 Kor 10:13-14). Ia mengetahui kelemahan, tingkat kedewasaan dan seluk beluk kehidupan kita setiap saat. Di saat pencobaan menerpa, mungkin kita merasa tidak sanggup menanggungnya lalu kita jatuh. Namun, ingatlah bila itu yang terjadi, penyebabnya bukan karena kita tidak dapat menanggungnya melainkan karena kita tidak mau. Ini terjadi mungkin karena kita meragukan pertolongan dan kuasa Allah atau karena kita tidak waspada atau karena kita tidak hati-hati dalam perjalanan kita dengan Allah setiap hari.

Alkitab menunjukkan apa tugas kita ketika menghadapi pencobaan: (1) Menjauhkan diri dari pencobaan. Perhatikan sikap Yusuf ketika digoda oleh istri Potifar (Kej 39:1-12 bnd. 1 Tim 6:11; 2 Tim 2:22). (2) Berdoa ketika dicobai. Matius 6:13, “dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.” (Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.) (3) Kita tidak boleh mencobai Tuhan. Ketidakpercayaan kita pada kuasa dan pertolongan Allah, dengan bersikap tidak berjaga-jaga, tidak waspada, atau tidak mengindahkan nasihat dan peringatan Tuhan, sama saja bahwa kita telah mencobai Allah (bnd. Ul 6:16; Mat 4:6). (4) Jangan mencoba bermain-main dengan pencobaan. Kita tidak boleh mencobai Tuhan dengan menyerempet-menyerempet bahaya atau bermain-main api yang dapat membakar kita (bnd. Ams 5:8; 7:6-20).

2. Allah menyediakan jalan keluar dari pencobaan.

Setiap pencobaan pasti ada jalan keluarnya, kecuali bila kita sengaja menjerumuskan diri kedalamnya atau tidak mau menjauhinya. Petunjuk untuk memperoleh ‘jalan keluar’ tersebut hanya akan kita dapatkan melalui firman Tuhan (baca: Mzm 119:45,133,165; Ams 3:5-6; 14:12). Istilah Yunani untuk ‘kelepasan’ adalah ekbasis yang berarti ‘jalan keluar’, digunakan dua kali dalam Perjanjian Baru (1 Kor 10:13-14 dan Ibrani 13:5-7). Dalam Ibrani 3:5-7, istilah ini lebih berfokus kepada ‘hasil atau akibatnya’, yakni perilaku yang saleh-keakraban persekutuan dengan Allah. Sedangkan dalam 1 Korintus 10:13 agak lain maknanya, yakni ‘jalan kelepasan, jalan keluar’ atau ‘kemampuan menanggung’ segala pencobaan, bukan kelepasan tiba-tiba yang diperbuat Tuhan bagi kita ibarat seseorang yang ditarik atau disentak keluar dari nyala api yang sedang membakarnya.

Dengan kata lain, ada dua hal yang hendak dikemukakan mengenai pencobaan yang menimpa kita: (1) “Jalan keluar” menunjukkan sesuatu akibat atau hasil dari sesuatu tindakan. Yaitu akibat dari menerapkan prinsip-prinsip Firman Allah setiap hari. Tentu saja semakin kita bertumbuh dan lebih dekat dengan Tuhan, kemampuan kita dalam menghadapi ujian atau pencobaan akan semakin besar. (2) “Jalan keluar” berarti kemampuan menghadapi atau menanggung pencobaan. Ini tidak harus diartikan sebagai kelepasan total, meskipun kemampuan menghadapi pencobaan dapat berarti kemampuan untuk menghindari pencobaan secara bijaksana. Dan bila kita tidak mampu menghadapinya, maka sebaiknya kita menghindar atau menjauh dari pencobaan itu.

Masalah akan menjadi masalah bila kita menganggapnya sebagai masalah; sebab
ketika kita mempermasalahkan apa yang menimpa kita hal itu akan menjadi bermasalah.

Pembelajaran Iman Jemaat
Pemeliharaan Allah
“Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” (1 Petrus 5:6-7)

Sebagai anak Allah, setiap orang percaya berada dalam tanggung jawab pemeliharaan Allah yang penuh hikmat dan kuasa. Janji dalam 1 Petrus 5:7 merupakan akibat dari nasihat dan perintah dalam ayat 6. Janji itu harus dipahami dan diterapkan dalam konteks ini.

Tanggung jawab tentang janji pemeliharaan Allah muncul sebagai akibat dari perintah, “rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat.” Dalam bahasa Yunani, dipakai kata kerja dalam bentuk perintah pasif. Artinya, kita tidak disuruh agar merendahkan diri kita melainkan “membiarkan diri kita menjadi rendah”.

Penderitaan merupakan proses yang digunakan Allah untuk melatih kita, seperti halnya api yang digunakan untuk memurnikan logam. Dalam hal ini penderitaan digunakan Allah untuk memurnikan dan menumbuhkan iman kita. Tentu saja hal ini merupakan proses perendahan karena proses ini akan menjadikan kita semakin bergantung kepada Allah (bnd 1 Ptr 1:6-9, lih 2:21-25).

Akar atau landasan dari ketaatan dan kerendahan di bawah tangan Allah yang berkuasa tersirat dalam perkataan, “serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya.” Dengan kata lain, ayat ini mengajak kita “jadilah rendah hati…dengan menyerahkan segala kekuatiranmu kepada Tuhan.” Pengertian ini nampak lebih jelas dalam susunan kalimat Yunaninya. Menyerahkan segala kekuatiran kita kepada Tuhan merupakan landasan dan sarana bagi proses perendahan. Maksudnya kita tidak disuruh untuk menyerahkan setiap kekuatiran kita kepada Tuhan, melainkan kita harus datang kepada satu titik di mana kita harus meletakkan seluruh kehidupan dan segala beban, permasalahan, ketakutan, kesusahan kita di bawah tangan Tuhan yang penuh kasih dan kuasa.

Alasan kita merendahkan diri kepada Tuhan dan menyerahkan segala kekuatiran kita kepada-Nya nampak dalam perkataan, “sebab Ia yang memelihara kamu.” Arti literalnya dalam bahasa Yunani, “sebab ia menaruh perhatian kepadamu.” Dengan kata lain kita sangat berharga bagi Allah karena kita menjadi pusat perhatian-Nya. Apabila Allah memperhatikan kita, mengapa kita kuatir? Mungkin kita berpikir bahwa Allah kadangkala mengabaikan sesuatu yang kita sangat butuhkan. Namun apabila Allah sendiri telah berbuat hal yang terbesar bagi kita, bahkan rela memberikan Anak-Nya yang tunggal, masakan Allah tidak akan memelihara kita? (baca: Roma 5:8-11; 8:32)

Refleksi Minggu Ini:

Ketika kita percaya bahwa Allah pasti memelihara hidup kita, maka kita memiliki dasar untuk menaruh setiap pengharapan kita kepada-Nya.

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment