Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Wednesday, March 16, 2011

Cantrik Abdi Sejati


Cantrik adalah istilah dalam bahasa Jawa yang berarti orang yang berguru kepada orang pandai, sakti; murid seorang pendeta atau pertapa; istilah Cantrik kemudian berkembang arti menjadi pengikut.

Dalam kehidupan sehari-hari istilah Cantrik lebih digunakan atau merujuk pada orang yang selalu mengikuti seorang guru kemanapun pergi, tentunya dengan satu tujuan utama dan yang dijunjungnya – agar dapat belajar keahlian tertentu dari orang yang diikuti.

Meskipun sudah lampau, namun sebagian orang masih melestarikan budaya Nyantrik (menjadi Cantrik). Kendati tidak sekental dulu, kebiasaan Nyantrik masih bisa dijumpai. Misalnya dalam dunia para pelestari budaya pewayangan, seseorang yang hendak memperoleh kepandaian dalam bidang pewayangan, menjadi dalang atau penabuh gamelan, ia akan mengikuti orang lain yang sudah ahli. Orang seperti itu sering disebut Dalang Cantrik atau Dalang Magang. Pola ajar seperti ini sering diterapkan masyarakat Jawa untuk menularkan ilmunya melalui pewarisan langsung dalam kehidupan sehari-hari.

Pada masa “invasi” Islam ke Indonesia, tutur tinular (mengajar dan menularkan ilmu) yang tergambar dalam hubungan Guru dan Cantrik masih terus dilestarikan. Jikalau ada perubahan, hanya terletak pada istilah saja. Istilah guru dan Cantrik kemudian berubah menjadi Guru dan Santri.

Nyantrik adalah keinginan luhur yang seharusnya terus lestari. Mencari ilmu, rela mengabdi demi ilmu dan berbakti sepenuhnya pada guru – belajar dalam keseharian sang guru, adalah bentuk ideal pengajaran, yang tidak hanya berorientasi pada uraian teori, tapi lebih melihat pada pola hidup, dan bagaimana sang guru menghidupi ilmunya.

Cantrik sejati adalah orang yang ngawula (menghamba, atau memosisikan diri sebagai hamba) pada sang guru. Tidak sekadar mencari ilmu, tapi rela merendahkan diri sebagai salah satu aktualisasi ilmu. Tidak hanya belajar teori, tapi juga aktualisasi dalam kehidupan pribadi. Tidak sekadar beraksi tapi juga patuh pada sistem yang disepakati.

Namun sayang, dewasa ini Cantrik sejati seolah sudah tidak lagi dihidupi. Bahkan ada kecenderungan terbalik. Cantrik memosisikan dirinya sebagai guru, dan guru dianggap orang yang ketinggalan jaman, sehingga dianggap lebih “bodoh” dari murid. Ironisnya, Cantrik yang seharusnya rela merendahkan diri pada aturan yang disepakati, justru abai terhadap sistem, bahkan hendak membokar sistem dan diganti sitem baru yang menurutnya lebih afdol, kontekstual dan tidak ketinggalan jaman – tanpa terlebih dahulu ingin tahu keunggulan sistem yang dianggap “basi”. Belum lagi pola Cantrik yang tidak tulus mengabdi, yang jadwal Nyantriknya selalu pas dengan jadwal Gurunya mengajar, padahal jika guru tidak ada, sudah dapat dipastikan akan absent Nyantrik menjalankan amanah gurunya mendampingi Cantrik-cantrik lain.

Di kalangan Kristen, budaya Nyantrik sebenarnya bukan budaya yang asing. Pola seperti itu bahkan diterapkan Tuhan Yesus sendiri dalam kurun waktu sedikitnya tiga tahun kepada murid-muridnya.

Selama itu murid Yesus tidak hanya belajar banyak tentang teori dan prinsip-prinsip, tapi juga aktualisasi teori langsung dari sang guru. Namun sayang, dalam beberapa kasus Alkitab menunjukkan bahwa murid Yesus yang selama 24 jam bersama dengan Dia itu tetap saja kesulitan mengerti maksud dari apa yang Yesus ajarkan.

Kendati demikian, keinginan belajar sang murid dari gurunya tidak pernah surut, kecuali memang orang yang ditentukan binasa (Yudas), yang sudah pasti enggan mengunduh ilmu dari sang guru. Alhasil, Allah berkenan memberkati murid-murid dengan beragam karunia sebagai bekal melayani. Sebut saja Petrus, salah satu murid Yesus, seorang nelayan kampung biasa, menjelang kenaikan-Nya ke surga, Yesus justru meneguhkan panggilan kepemimpinan Petrus untuk menggembalakanlah domba-domba Tuhan. Tak hanya itu, tulusnya pengabdian dan pelayanan Petrus membuahkan hasil dan pengaruh yang besar pada murid-muridnya kelak. Salah satunya adalah pengaruh pada Yohanes Markus, yang disebut anak atau anak rohani (baca murid) Petrus, yang oleh anugerah Tuhan diberi Ilham untuk menulis Injil Markus. Slawi

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment