Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Monday, February 7, 2011

“Serasi Dengan Diri Bukan Piranti”

Masih ingatkah kawan dengan keong pertapa? Itu lho.. yang bentuknya mirip kepiting atau udang, punya dua jepit kuat di kakinya sebagai pelindung diri, berbadan lunak, dan suka ganti-ganti “rumah” atau cangkang lebih tepatnya. Keong pertapa juga dikenal dengan kelomang, atau Hermit Crab. Nah kalo kita kecil dulu, sering kok ada abang-abang yang jual kelomang ke sekolah.

Keong pertapa atau kelomang darat ini umumnya mudah ditemui di hampir seluruh pantai di Indonesia. Meski binatang ini terbilang kecil, bahkan terkesan sepele, ada satu nilai lebih dari kelomang yang dapat di petik, rasa dan nikmati. Keong pertapa memiiki kebiasaan yang cukup unik. Berbeda dengan jenis keong atau siput lain yang memiliki cangkang dengan pertumbuhan cangkang yang selaras dengan besar tubuhnya, Keong pertapa tak memiliki cangkang khusus dengan pertumbuhan yang selaras dengan tubuhnya. Untuk melindungi tubuhnya yang lunak dan terlihat ringkih itu, Keong pertapa menyerasikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Keong pertapa memanfaatkan cangkang kerang-kerangan atau siput yang mati, sebagai pelindung tubuhnya, dan tentunya tak terpakai lagi bukan. Uniknya ,Keong pertapa tak dapat secara permanen mengenakan rumah (cangkang) kerang. Seiring pertumbuhan tubuhnya, Keong pertapa akan melepas dan mengenakan kembali (cangkang) lain yang sesuai dengan besar tubuhnya.


Bukan cangkang dari kerang yang indah, bagus dan cantik dipandang mata yang dicarinya. Bukan pula berusaha mati-matian menyelaraskan warna kulit dengan cangkang yang dipilihnya. Sama sekali tak terpikirkan olehnya untuk mencari cangkang model apa yang sedang ngetrend sekarang ini. Atau berusaha keras memikirkan bentuk cangkang yang dilihat dari bentuk, warna dan model yang bakal menjadi trendsetter nantinya. Tapi mencari rumah yang nyaman bagi diri. Itulah Kelomang, hidupnya sangatlah pragmatis dan fungsional, menyelaraskan diri dengan alam. Tak neko-neko sama sekali.
Ditengah-tengah keterpurukan hidup dewasa ini, tak ada salahnya mencoba melirik nilai lebih atau setidaknya belajar sesuatu dari kelomang ini. Tentu tak sedikitpun harga diri orang akan menjadi rendah karenanya. Nrimo,(menerima dengan lapang dada), syukur dan sederhana adalah kata kunci yang pas dalam hal ini. Dengan nrimo, orang akan mahfum dengan keadaan dan situasi yang sedang terjadi atau dialami. Dengan nrimo orang akan dapat melihat segala yang terjadi ada unsur ilahi didalamnya. Dan tatkala rasa nrimo sudah hinggap pada diri, niscaya ucapan syukur tak kan terlepas dari hati dan bibir ini.


Menilik kembali nilai hidup kelomang akan membuka mata dan hati, bahkan mengoreksi diri. Sudah selaraskah aku, kebutuhanku dan tingkat kehidupanku. Atau jangan-jangan justru besar pasak dari pada tiang, mencari-cari sesuatu yang tak selaras dengan kondisi dan kebutuhan diri. Menilai diri terlalu tinggi, padahal kapasitas tak memadai, tak heran segala cara dilakoni demi mendapat tak lebh dari gambaran diri. Sebuah nilai diri yang terdongkrak oleh apa yang dikenakan dan pakai, sembari berharap dapat menaikkan gengsi. Nilai diri yang terbatas pada piranti, bukan nilai yang ansich melekat pada diri. Nilai sejati terletak pada diri yang mahfum dan mengerti siapa diri, dan untuk apa diri hadir kini. Kiranya nilai hidup kelomang dapat menjadi inspirasi dan memaknai agar hidup lebih serasi dengan diri, bukan piranti.Slawi

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment