Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Tuesday, February 1, 2011

Kuasa di Balik Wacana Mayoritas

INDONESIA yang katanya adalah sebuah bangsa besar, dan mengaku sebagai satu negara kesatuan yang menghargai kebinekaan dan pluralitas sepertinya hanya isapan jempol semata. Kemajemukan yang katanya adalah aset bangsa itu acap kali justru tercoreng dengan ulah mereka yang tak menginginkan kedamaian dalam kesatuan di bumi yang dipijaknya. Ironis. Kesatuan isu dan aksi juga semangat sepenanggungan dulu tatkala melawan penjajah sepertinya tak terlihat lagi di saat bangsa ini telah merdeka dan terlepas dari jeratan kolonial.

Semangat sektarian, keeklusivan suatu komunitas seringkali lebih dihidupkan ketimbang semangat kebersamaan. Jadilah ada blog-blog yang bernuansa kesukuaan, dan bertema keagamaan dalam suatu komunitas yang seharusnya menghargai keberagaman, bukan keseragaman yang sempit. Sebagai wujud nyatanya adalah seperti kejadian yang menimpa STT-SETIA beberapa waktu lalu. Dengan alasan yang tak jelas, malahan ada kecenderungan tak berdasar dan tak memiliki bukti kuat, kekuatan massa dengan semena-mena berbuat semaunya melakukan tindak anarkis terhadap sekolah para hamba Tuhan tadi.

Tuduhan "maling" terhadap seorang mahasiswa yang mencoba mengambil sandalnya, yang secara tak sengaja terlempar ke halaman seorang warga karena melempar seekor tikus di Kampung Pulo, Jakarta Tmur, tempat di mana STT-SETIA berada - dijadikan satu pemicu untuk melakukan serangan ke lingkungan sekolah. Alhasil, tak kurang dari seribu mahasiswa diungsikan dan hampir tak jelas nasibnya. Belum lagi beberapa korban yang masih tergeletak di rumah sakit karena aksi kekerasan massa itu.

Tindak kekerasan seperti ini telah merobek-robek kesucian kesatuan bangsa yang indah itu. Anarkisme dijadikan satu "solusi" untuk mengatasi perbedaan. Siapa pun yang tak mau seragam, harus di geser. Sekat antara mayoritas dan minoritas dihidupkan, bahkan diperbesar kembali oleh mereka yang bangga dengan partikularitas - meski jamak secara kuantitas (mayoritas). Kuasa dibalik wacana mayoritas diangap sebagai satu kekuatan besar yang harus dihargai yang akan menguasai semua lini di segala bidang kehidupan bangsa, meski harus mereduksi dan menafikan bahkan memarginalisasi mereka yang dipandang sebagai minor.

Kembali ke STT-SETIA tadi. Anehnya, mahasiswa STT-SETIA yang katanya korban "kuasa di balik wacana mayoritas" tadi, sendirinya juga acap kali terjebak dalam apa yang dinamakan "keseragaman sempit" sebuah komunitas kesukuan. Perselisihan, bahkan tak jarang perkelahian antar mahasiswa,(berdasarkan salah satu mahasiswa dan alumni STT-SETIA), khususnya yang berasal dari ujung barat dan ujung timur Indonesia terjadi - adalah salah satu ekspresi dari "kuasa di balik wacana mayoritas" dalam kampus sekolah tinggi tadi.

Pengekslusifan diri dan fanatisme berlebih pada komunitas tertentu seyogianya dihindari - termasuk pengakuan diri maupun komunitasnya sebagai lebih baik dari pada komunitas atau orang lain. Memandang diri dan komunitas sebagai lebih baik (superior), secara tak langsung telah menafikan kawulo liyan (the others) atau mereduksinya sebagai orang atau komunitas nomor dua, tiga dan seterusnya (inferior). Akibatnya, salah satunya adalah seperti di atas tadi. semoga kita bijak menyikapi dan membawa diri sebagai Kristen di tengah-tengah lingkungan yang penuh dengan kawulo liyan. Slawi

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment