Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Sunday, January 30, 2011

Harmoni Nada Lagu "Sesat"

MENYIMAK pengajian unik nan “nyleneh” ala Cak Nun (Ainun Najib) dan Kiai Kanjeng (“orkestra” etnik) pimpinan-nya, sangatlah menarik. Bagaimana tidak, kelompok pengajian “Kenduri Cinta” itu selalu mendekati segala sesuatu dengan bahasa cinta. Ya, bahasa universal yang mampu menggugur-kan syak wasangka, juga pikiran sempit superioritas diri dan kelompok. Tak hanya itu, kelompok pengajian yang menghargai ke-plural-an dan kemajemukan bangsa itu juga kerap menyatakan kebanggaannya sebagai bagian dari bangsa Indonesia, sekaligus senyum menyaksikan kedegilan dan kebodohan bersama-sama.

Ada hal lain yang menarik disimak, yakni, padu-padan harmoni lagu “Malam Kudus” dengan syair “Shalawat Badar” yang dilantun-kan. Bagi umat tentu akan banyak reaksi terhadap paduan lagu ini. Juga lagu pujian “Haleluya” dalam nada “shalawat nabi”, seperti yang pernah disaksikan dan diamati Cak Nun di komunitas Kristen Arab.

Jika harmoni nada dan syair lintas agama tadi dibawa ke umat, tentu akan bermunculan banyak reaksi dalam menyikapinya. Pastilah ada yang langsung menyatakan, lagu tersebut sebagai tindak sesat. Mungkin saja ada yang sedikit kalem dengan menyatakan hal tersebut boleh saja dilakukan, tapi saya tidak akan menyanyikannya – karena nurani saya tergelitik karenanya. Dan yang lain lagi cuek, biar saja orang berkata apa, yang jelas saya menghargai dan menyanyikannya.

Menarik, ternyata minimal ada dua sikap sebagai reaksi terhadap lagu “nyleneh” tadi. Pastilah bukan satu langkah yang keliru jika orang tidak menyanyikannya, bahkan menyata-kan sesat, karena memang tak sejalan dengan apa yang selama ini diyakininya. Bagi yang lainnya, yang menyanyikan, tentu juga tak lantas bisa dianggap paling benar, karena me-mang sedang bertindak dalam kapasitas diri yang menghargai, meskipun tak mengerti arti.

Jika membawa persoalan lagu tersebut ke- ranah teologis, rasanya kok terlalu berat dan tak jarang justru membuat bingung umat. Dan sudah dapat dipastikan cap “sesat” akan segera terucap sebagai “fatwa” dari petinggi gereja. Karena memang jauh dari pengajaran soal ritual, khususnya liturgi yang agung, khusus, benar, alkitabiah dan entah kata apa lagi yang dapat digunakan untuk mengeskpresikan simbol “paling”, “serba” atau “maha”.

Seandainya kita mencoba membawanya dalam ranah budaya dan seni, sepertinya ada setitik lobang menuju terang. Budaya dan seni, yang berada dalam ranah universal, di samping cinta ternyata justru dapat menyatukan dua gerbong besar agama yang tak mungkin sama. Dalam artian dapat memadukan kedua unsur seni dari kedua agama besar, baik pujian, maupun musiknya, menjadi satu padu padan yang harmonis dan tentu juga menyejukkan, setidaknya bagi orang yang tak mempersoalkan secara radikal, apa lagi mendekati persoalan ini dengan hukum teologi maupun fikih agama. Budaya dan seni, niscaya dapat mengantarkan kedua umat menuju satu paduan budaya unik. Seni gambus padang pasir dengan lantunan pujian “Hosanna” dan “Haleluya”, atau nada lagu “Malam Kudus” yang dipakai untuk menya-nyikan syair shalawat badar. Meskipun harus rela sedikit mengurangi level makna juga spirirt lagu tersebut tatkala dicipta oleh penggubahnya.

Mendekati segala sesuatu tentunya tak melulu harus dengan teologi, meskipun hal itu perlu. Jika segala sesuatu didekati dalam per-soalan teologi maka semuanya akan sangat rumit dan tak jarang justru menyulitkan diri. Bayang-kan seandainya cara makan didekati dengan teologi, pastilah orang akan mencari referensi yang ketat, baik itu tersurat maupun tersirat tentang bagaimana cara makan yang alkitabiah. Cara makan yang direferensikan oleh Yesus. Bagaimana Yesus makan: pakai tangan atau tidak? Jika pakai tangan, berapa jari yang boleh digunakan untuk menyuap? Jika tidak pakai tangan, contoh menggunakan sumpit atau sendok apakah akan berdosa? Seberapa banyak makanan yang boleh dikonsumsi? Jika lebih banyak atau sedikit dari yang dianjurkan, apakah bisa mendatangkan dosa?
Ck..ck..ck... rumit bukan! Biarlah kita diberi hikmat agar dapat secara arif menyikapi setiap fenomena yang ada. Slawi

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment